Artikel Populer




Berbahasa Gaul Tidak Pandang Usia
Oleh
Endang Wahyuningsi

            Terus gw harus bilang wow gitu! Kalimat ini sering kita dengar, baik diucapkan oleh anak-anak pendidikan usia dini, taman kanak-kanak, sekolah dasar, bahkan dosen di perguruan tinggi pun pernah mengucapkan kalimat tersebut. Memang benar, dalam kegiatan berbahasa di zaman modern seperti sekarang ini tidak asyik kalau hanya menggunakan bahasa Indonesia yang formal. Sehingga sekarang lebih banyak pemakai bahasa menggunakan bahasa yang tren di zamannya.
            Kegiatan berbahasa sangat dipengaruhi oleh kehidupan budaya tempat seseorang tinggal atau menetap. Misalnya, seorang anak yang sekolah ke ibu kota akan merasa kampungan jika tetap menggunakan bahasa daerah atau bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan teman sebaya. Oleh karena hal tersebut, maka muncullah istilah penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja.
             Bahasa gaul atau bahasa prokem sebenarnya sudah dikenal sekitar tahun 1970. Bahasa gaul digunakan oleh golongan atau kelompok tertentu, namun dengan seiring waktu, bahasa gaul digunakan oleh berbagai golongan mulai dari anak-anak sampai orang dewasa dengan kosakata dan kalimat yang berbeda-beda. Sering kita menyaksikan beberapa orang siswa sekolah dasar dengan spontan mengatakan galau badai.
Pernah juga di sebuah perguruan tinggi, seorang dosen menyelipkan bahasa gaul dalam proses belajar. Hal ini dilakukan agar proses belajar mengajar tidak membosankan. Namun, hal ini merupakan fenomena yang wow bagi kelangsungan bahasa Indonesia yang memiliki aturan dalam pengucapan dan penulisan. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor penyebab seseorang menggunakan bahasa gaul, yaitu sebagai berikut.
1.    Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga menentukan seseorang menggunakan bahasa gaul. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya lingkungan formal akan tetapi juga nonformal. Lingkungan formal adalah salah satu lingkungan dalam belajar bahasa yang memfokuskan pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang sedang dipelajari, contohnya di sekolah. Sedangkan lingkungan nonformal adalah lingkungan yang bersifat alami, misalnya lingkungan keluarga dan teman sebaya.
Seorang anak akan mudah terpengaruh, jika semua anggota keluarga menggunakan bahasa gaul dalam berkomunikasi. Dan seorang teman sebaya juga sangat mempengaruhi bahasa anak, dan jika di lingkungan sekolah seorang guru menggunakan bahasa gaul, secara tidak langsung siswa akan mencontoh bahasa guru tersebut. Ya, seperti ungkapan guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari. Jadi, lingkungan keluarga, teman sebaya, dan guru adalah faktor penentu anak berbahasa gaul.
Pada suatu ketika, seorang petugas pustaka berbicara dengan teman seusianya menggunakan panggilan loe dan gw. Hal ini memang wajar digunakan jika keduanya bermaksud menjalin hubungan yang lebih akrab. Namun, seharusnya penjaga pustaka tidak menggunakan kosa kata bahasa gaul di lingkungan kerja dan pada saat jam kerja. Jika hal ini didengar oleh siswa, maka siswa akan mencontoh dan senantiasa juga berbahasa gaul dalam kesehariannya.
2.    Faktor media
Faktor media baik itu media cetak maupun media elektronik sangat berpengaruh bagi penggunaan bahasa seseorang. Media menjadi penyebar bahasa gaul yang sangat cepat, hal ini bisa dilihat dari tayangan sinetron, iklan, dan acara televisi lainnya. Misalnya sinetron yang baru-baru ini tayang di salah satu stasiun televisi yang memproduksi kosa kata bahasa gaul, seperti kata kamseupay iuh, terus gw harus bilang wow gitu, dan galau badai.
Seorang anak taman kanak-kanak pun mengucapkan kosa kata bahasa gaul, hal ini disebabkan oleh tontonan yang ditontonnya. Nah, di sini diperlukan peran orang tua dalam membatasi tontonan bagi anak-anaknya. Dan hendaknya orang tua juga memberikan contoh penggunaan bahasa yang baik dan santun bagi anak-anaknya.  
Selain media televisi, ternyata jejaring sosial seperti facebook, twitter, friendster pun ikut andil dalam penggunaan bahasa gaul di kalangan muda-mudi, bahkan orang dewasa. Lihat saja status dan komentar yang ditulis pada dinding facebook, seperti galau badai, double wow, lebay.com, ajib, prikitiw, dan lain-lain. Kata-kata tersebut tidak hanya digunakan oleh kaum remaja, akan tetapi digunakan juga oleh anak-anak dan orang dewasa. Hal ini bisa kita lihat pada facebook adik-adik kita, bahkan orang dewasa atau guru atau dosen pun sering menggunakan bahasa gaul di dalam percakapan atau status di fecebook.
            Kini muncul pertanyaan “Apakah penggunaan bahasa gaul yang merajalela di kalangan remaja, anak-anak dan orang dewasa ini membawa efek tersendiri bagi bahasa Indonesia?
            Jawabannya mudah saja, diibaratkan sebuah air bersih kemudian kita campur deterjen sedikit saja, maka air menjadi tidak bersih dan mulai tercampur oleh deterjen dengan buih-buih dan wangi-wangian yang dikandungnya. Itulah perumpamaan tentang jawaban pertanyaan tadi. Ya, seperti kita ketahui bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang terstruktur dan bersistem. Jadi, jika struktur dan sistem mulai terganggu, maka secara langsung akan berdampak buruk bagi ekosistem di dalamnya. Ekosistem yang dimaksud adalah bahasa.
            Perlu kita ingat penggunaan bahasa memang bersifat manasuka, namun seharusnya kita sebagai orang dewasa memberikan contoh tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan mengkondisikan di mana tempat kiat berucap. Ya sesuai dengan unggkapan ‘di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung’, jadi, secara tidak langsung penggunaan bahasa gaul baik di golongan yang tua dan yang muda tidak terlalu berefek bagi keberadaan bahasa Indonesia untuk masa yang akan datang jika penggunaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
            Perlu kita ketahui bahwa bahasa Indonesia memiliki fakta-fakta yang menarik, yaitu sebagai berikut.
1.    Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di Vietnam sejak tahun 2007.
2.    Bahasa Indonesia masuk ke dalam sepuluh besar bahasa yang paling diminati di seluruh dunia.
3.    Bahasa Indonesia juga mendunia di dunia maya, buktinya wikipedia berbahasa Indonesia telah menduduki peringkat ke-26 dari 250 wikipedia berbahasa asing di dunia dan peringkat ke-3 di Asia setelah bahasa Jepang dan Mandarin. Selain itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa ke-3 yang paling banyak digunakan dalam postingan blog di wordpress.
4.    Bahasa Indonesia menduduki peringkat ke-3 di Asia dan peringkat ke-26 di dunia dalam hal tatabahasa terumit di dunia.
Wah, suatu hal yang sangat menakjubkan bagi bangsa Indonesia yang bangga akan bahasa Indonesia. Namun, di era yang modern ini kita cukup sedih dengan keberadaan bahasa Indonesia yang kurang diminati oleh bangsanya sendiri, memang benar ungkapan ‘rumput tetangga memang kelihatan lebih hijau dibandingkan rumput di halaman sendiri’. Sungguh realita yang sangat memprihatinkan bagi perkembangan bahasa Indonesia ke depannya.
Kita tahu bahwa bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan pikiran kepada orang lain, penggunaan bahasa gaul dikalangan pecinta bahasa gaul tentu  dipahami dan dimengerti dan tidak menimbulkan masalah apapun bagi sesama pengguna bahasa gaul. Namun, jika semua orang sudah menggunakan bahasa gaul dalam keseharian mereka baik itu di lingkungan sekolah maupun di lingkungan kerja, jelas menjadikan bahasa ini secara tidak langsung menjadi salah satu bahasa utama dalam komunikasi bangsa. Setiap orang dapat saling memahami dengan menggunakan bahasa yang dahulu diciptakan oleh golongan remaja. Namun, apakah semua itu bisa dibenarkan?
Tentu saja tidak, sebagai mana yang tertuang dalam sumpah pemuda tahun 1928, bahwa bahasa nasional bangsa ini adalah bahasa Indonesia. Bahasa inilah yang digunakan sebagai pemersatu bangsa. Bahasa inilah yang sekiranya akan menjadikan semua perbedaan yang ada, menjadi sesuatu yang indah. Bahasa inilah yang menjadi karakter bangsa.
Untuk itu, marilah kita bersama-sama meningkatkan rasa cinta terhadap bahasa Indonesia dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai ‘bahasa uang’ yang biasa kita gunakan kapan pun dan di lingkungan bagaimana pun. Jadikanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mudah digunakan, baik bagi anak-anak, remaja maupun bangsa ini seutuhnya. Agar bahasa Indonesia semakin jaya di mata anak bangsa. Untuk itu upaya-upaya yang bisa dilakukan agar anak bangsa cinta terhadap bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1.    Menyadarkan masyarakat Indonesia terutama para penerus bangsa, bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus diutamakan penggunaannya. Dengan demikian, mereka lebih mengutamakan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar daripada bahasa gaul.
2.    Menanamkan semangat persatuan dan kesatuan dalam diri generasi bangsa dan juga masyarakat luas untuk memperkukuh bangsa Indonesia dengan penggunaan bahasa Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui, bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu yang dapat kita gunakan untuk merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan menanamkan semangat, masyarakat Indonesia akan lebih mengutamakan bahasa Indonesia daripada menggunakan bahasa gaul.
3.    Meningkatkan pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah dan di perguruan tinggi. Para siswa dapat diberikan tugas praktik berbahasa Indonesia dalam bentuk dialog dan monolog pada kegiatan bermain drama, diskusi kelompok, penulisan artikel dan makalah dan juga dalam bentuk penulisan sastra seperti cerpen dan puisi.
Semoga dengan upaya-upaya yang telah disebutkan di atas, hendaknya anak bangsa, pemuda-pemudi dan orang dewasa sadar bahwa penggunaan bahasa gaul harus mulai diminimalisasikan. Hendaknya masyarakat Indonesia sadar akan arti penting dari sebuah bahasa persatuan. Dan orang dewasa hendaknya bisa memberi contoh yang baik dan tepat dalam berbahasa.

MENULIS KEMBALI DENGAN BAHASA SENDIRI DONGENG YANG PERNAH DIBACA ATAU DIDENGAR: KAJIAN TEORETIS, PEMBELAJARAN, DAN PENGUKURANNYA UNTUK KELAS VII SEMESTER 1



MENULIS KEMBALI DENGAN BAHASA SENDIRI DONGENG YANG PERNAH DIBACA ATAU DIDENGAR: KAJIAN TEORETIS, PEMBELAJARAN, DAN PENGUKURANNYA UNTUK KELAS VII SEMESTER 1

Oleh
Endang Wahyuningsi

A.  Kajian Teoretis
Kajian teori yang digunakan untuk menelaah tentang dongeng ada tiga. Teori tersebut meliputi (a) batasan dongeng, (b) ciri-ciri dongeng, (c) jenis-jenis dongeng, (d) unsur-unsur instrinsik dongeng, (e) tujuan adanya dongeng, (f) hal-hal yang diperhatikan dalam mendongeng.
1.    Batasan Dongeng
Secara umum, orang mengartikan dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi, namun mengandung nilai-nilai pendidikan dan moral. Djamaris (2001:68) mengartikan dongeng sebagai cerita yang dipercayai tidak pernah terjadi, cerita khayal semata. Danandjaya (1991:83) berpendapat, “Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan yang tidak dianggap benar-benar terjadi.”
Berdasarkan pendapat ahli di atas, disimpulkan bahwa dongeng adalah jenis kesusastraan lama yang berada pada suatu kolektif berbentuk prosa yang tidak dianggap benar-benar terjadi, namun mengandung nilai-nilai pendidikan dan mengandung pesan moral.

2.    Ciri-ciri Dongeng
a.    Alur sederhana.
b.    Singkat.
c.    Tokoh tidak diurai secara rinci.
d.   Penceritaan lisan.
e.    Pesan dan Tema ditulis dalam cerita.
f.     Pendahuluan singkat dan langsung.


3.    Jenis-jenis Dongeng
Anti Aerne dan Stith Thompson dalam buku The Types of the Folktale, 1964:19-20 (Danandjaya,1991:86) telah membagi jenis dongeng ke dalam empat golongan, yaitu sebagai berikut.
a.    Dongeng binatang
Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar, seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reftilia), ikan, dan serangga. Binatang-binatang itu dalam cerita jenis ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia.
Dalam suatu kebudayaan binatang-binatang itu biasanya terbatas pada beberapa jenis. Di Eropa (Belanda, Jerman, dan Inggris) binatang itu adalah rubah (Fok)  yang bernama Reinard de Fok. Di Amerika Serikat binatang itu ada beberapa, tergantung pada pendukungnya, pada orang Negro misalnya, adalah kelinci yang bernama Brei Rabit, dan pada orang Indian Amerika (Amerindian) adalah binatang coyote (sejenis anjing hutan), rubah, burung gagak, dan laba-laba. Di Indonesia binatang itu adalah pelanduk (kancil) dengan nama sang kancil, atau seekor kera, dan di Filipina adalah kera. Binatang-binatang itu mempunyai sifat yang cerdik, licik, dan jenaka.
Lawan binatang cerdik adalah binatang pandir, yang selalu menjadi bulan-bulanan tipu muslihat binatang cerdik. Di Amerika serikat binatang itu adalah beruang, di Filipina adalah buaya, dan di Indonesia adalah Harimau. Di dalam dongeng binatang Indonesia, tokoh yang paling populer adalah Sang Kancil. Tokoh binatang cerdik licik ini dalam ilmu folklor dan antropologi disebut dengan istilah the trickster atau tokoh penipu. Misalnya, Sang Kancil dan Harimau.

b.   Dongeng Biasa
Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka dan duka seseorang. Di Indonesia dongeng biasa yang paling populer adalah yang bertipe “Cinderella”.
Dongeng biasa yang bertipe Cinderella ini bersifat universal karena tersebar bukan saja di Indonesia, tetapi juga di segala penjuru dunia. Ahli folklor terkenal yang pernah meneliti secara perbandingan dongeng-dongeng bertipe Cinderella yang ada di dunia adalah Marian R. Cox. Hasil penelitian itu kemudian dituangkan ke dalam bukunya yang berjudul Cinderella (1893).
Dongeng biasa yang bertipe Cinderella di Indonesia ada banyak. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur misalnya adalah dongeng “Ande-ande Lumut”, dan “Si Melati dan Si Kubung”, di Jakarta “Bawang Putih dan Bawang Merah”, dan di Bali “I Kesuna dan I Bawang.

c.    Lelucon dan Anekdot
Lelucon dan anekdote adalah dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan ketawa bagi yang mendengarnya maupun yang menceritakannya. Walaupun demikian bagi kolektif atau tokoh tertentu, yang menjadi sasaran dongeng itu, dapat menimbulkan rasa sakit hati.
Perbedaan lelucon dan anecdot adalah jika anekdot menyangkut kisah fiktif lucu pribadi seorang tokoh atau beberapa tokoh, yang benar-benar ada. Maka, lelucon menyangkut kisah fiktif lucu anggota suatu kolektif, seperti suku bangsa, golongan, bangsa, dan ras. Jadi, kisah lucu Albert Einstein kita sebut anekdot sedangkan kisah pendek lucu seorang Batak adalah lelucon.
Menurut Danadjaya (1991:123-124) lelucon dan anekdot yang ada di Indonesia diklasifikasikan ke dalam tujuh kategori, yaitu sebagai berikut.
1)      Lelucon dan anekdot agama: tokoh agama; tokoh agama tertentu;  ajaran agama tertentu.
2)      Lelucon dan anekdot seks: seks bangsa atau suku bangsa; seks tokoh agama; seks tokoh angkatan bersenjata; seks tokoh politik; seks orang biasa; seks orang biasa kanak-kanak, dan lain-lain.
3)      Lelucon dan anekdot bangsa atau suku bangsa: bangsa atau suku bangsa; tokoh tertentu suatu bangsa atau suku bangsa.
4)      Lelucon dan anekdot politik: tokoh politik;  paham politik tertentu.
5)      Lelucon dan anekdot angkatan bersenjata: tokoh angkatan bersenjata; kesatuan angkatan bersenjata.
6)      Lelucon dan anekdot seorang profesor: profesor tertentu; profesor pada umumnya.
7)      Lelucon dan anekdot anggota kolektif lainnya.

d.   Dongeng-dongeng Berumus
Dongeng-dongeng berumus adalah dongeng-dongeng  yang oleh Anti Aerni dan stith Thompson disebut formula tales (1964:20, 552-553), dan strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng-dongeng berumus mempunyai beberapa subbentuk, yaitu: dongeng bertimbun banyak (Cumulative Tales), dongeng untuk mempermainkan orang (Catch Tales), dan dongeng yang tidak mempunyai akhir (Endless Tales) (Brunvand, 1968:117-118).
Dongeng bertimbun banyak, disebut juga dongeng berantai (Chain Tales), adalah dongeng yang dibentuk dengan cara menambah keterangan lebih terperinci pada setiap pengulangan inti cerita. Di Indonesia dongeng semacam ini ada juga, misalnya lelucon yang bersifat penghinaan suku bangsa lain (ethnic slur) berikut ini.
Alkisah pada suatu hari di suatu lorong sepi terlihat seekor nyonya lari terbirit-birit ketakutan karena diburu seekor tikus kecil. Si tikus lari terbirit-birit ketakutan karena diburu oleh seekor kucing. Si kucing lari terbirit-birit ketakutan karena diburu oleh seorang Batak. Si orang Batak lari terbirit-birit ketakutan karena diburu oleh seorang polisi. Dan si polisi lari terbirit-birit ketakutan karena diburu OPSTIB.

Cerita ini menjadi lucu apabila kita mengetahui bahwa semua tokoh dalam cerita lari karena salah sangka. Si anjing takut kepada orang Batak karena takut dimakan. Orang Batak takut kepada polisi karena menurut stereotip penduduk Jakarta banyak tukang copet di Jakarta berasal dari Tapanuli. Dan polisi takut kepada OPSTIB (Opersi Tertib) karena rupanya ia ini termasuk yang suka memeras rakyat.
Dongeng untuk mempermainkan orang (cath tales) adalah cerita fiktif yang diceritakan khusus untuk memperdayai orang karena akan menyebabkan pendengarnya mengeluarkan pendapat yang bodoh. Bentuknya pun hampir sama dengan teka-teki untuk memperdayai orang (cath question ). Bedanya hanya bahwa pada catch tales selalu dimulai dengan sebuah cerita dan bukan hanya berupa pertanyaan saja. Pertanyaan diajukan oleh pendengarnya yang bingung. Contohnya dari AS adalah sebagai berikut.
Seorang menceritakan bahwa sewaktu mengadakan perjalanan di daerah pedalaman, ia tiba-tiba dikurung oleh orang Indian. Amerika yang ganas-ganas kelihatannya. Sampai di sini ia berhenti ceritanya, sehingga membuat pendengarnya tidak sabar dan bertanya, “Apa yang kau lakukan pada waktu itu?” jawab si pembawa cerita di luar dugaan, “Apa yang saya lakukan pada waktu itu adalah membeli beberapa lembar selimut kerajinan tangan mereka yang terkenal bagus itu!” Jawaban ini membuat para pendengarnya kecewa, karena jawaban yang dikiranya adalah bahwa si pembawa cerita akan melarikan diri karena berhadapan dengan gerombolan orang Indian yang hendak mencelakainya bukan gerombolan orang Indian dari daerah reservat yang hendak menjual hasil kerajinan tangan mereka kepada seorang turis (Brunvand, 1968:117).

Dongeng yang tidak ada akhirnya (endless tales) adalah dongeng yang jika diteruskan tidak akan sampai pada batas akhir. Contohnya adalah sebagai berikut.
Pada suatu kali ada seekor semut yang berniat hendak memindahkan sebukit pasir dari Jakarta Kota ke Tanggerang. Pada hari pertama ia menggotong sebutir pasir. Dengan lambat sekali, ia melalui jalan Hayam Wuruk, terus ke Jalan Kemakmuran,....setelah satu bulan, ia baru berhasil membawa sebutir pasir itu ke Tanggerang. Untuk kembali ke Jakarta Kota, diperlukan waktu satu bulan lagi. Baru pada bulan ketiga ia dapat mulai mengangkut butir pasir kedua. Demikianlah dengan susah payah butir pasir itu diangkatnya ke punggungnya dan mulailah ia berjalan melalui jalan Hayam Wuruk, terus ke jalan kemakmuran......

4.    Unsur-unsur Instrinsik Dongeng
a.    Tema merupakan pokok pembicaraan yang mendasari cerita.
b.    Plot atau alur merupakan rangkaian pristiwa yang terjadi dalam cerita.
c.    Penokohan dan perwatakan merupakan para pelaku cerita beserta sifat-sifat yang dimilikinya.
d.   Setting atau latar merupakan tempat aspek sosial dan alat (tempat, waktu, dan suasana) terjadinya peristiwa.
e.    Amanat merupakan pesan yang terkandung dalam cerita atau dongeng.


5.    Tujuan Adanya Dongeng
     Menurut Danandjaya (1991:83), tujuan adanya dongeng yang terutama adalah untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.

6.    Hal-hal yang Diperhatikan dalam Mendongeng
a.    Sajikan parodi dongeng (kalau ada) di depan kelas.
b.    Jangan lupa perhatikan lafal, suara, intonasi, dan gerak atau mimik.
c.    Gunakan alat bantu seperti boneka, gambar, dll. yang dapat membuat dongeng lebih menarik.
d.   Sajikanlah semenarik mungkin.

B.  Pembelajaran Menulis Kembali dengan Bahasa Sendiri Dongeng yang pernah dibaca atau didengar
Sesuai dengan tuntutan rumusan Standar Kompetensi (lazim disingkat SK), pembelajaran “Mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman, melalui pantun dan dongeng” hal ini dimaksudkan untuk menumbuh kembangkan Kompetensi Dasar atau disingkat KD siswa kelas VII semester 1 “Menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar”. Berdasarkan rumusan tersebut, disimpulkan bahwa pembelajaran menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar berkaitan dengan jenis tulisan berupa  narasi dan argumentasi.
Narasi merupakan suatu bentuk pengembangan tulisan yang bersifat menyejarahkan sesuatu berdasarkan perkembangannya dari waktu ke waktu. Narasi mementingkan urutan kronologis dari suatu peristiwa, kejadian, atau masalah. Kesatuan tulisan ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita yang diatur melalui plot atau alur.  Kegiatan pembelajaran menulis jenis tulisan narasi adalah untuk mengajarkan siswa dalam menuliskan kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar secara kronologis.
Argumentasi merupakan suatu jenis tulisan eksposisi yang bersifat khusus. Penulisnya berupaya meyakinkan atau membujuk para pembaca untuk percaya dan menerima apa yang dikemukakannya. Oleh karena itu, ia selalu memberikan bukti yang objektif dan meyakinkan melalui: contoh, analogi, sebab-akibat, dan akibat ke sebab. Kegiatan pembelajaran menulis jenis tulisan argumentasi adalah untuk mengajarkan siswa mengeluarkan pendapat atau pikirannya tentang unsur instrinsik yang ada di dalam dongeng yang telah dibaca atau didengar dengan memberikan bukti tentang pendapat yang dikemukakan melalui argumentasi. Dalam hal ini yang menjadi perhatian dalam menulis adalah isi gagasan, organisasi isi, gramatika, kosakata, ejaan, dan tanda baca.

C.  Pengukuran Kemampuan Menulis Kembali dengan Bahasa Sendiri Dongeng yang pernah Dibaca atau Didengar
Pengukuran kemampuan menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar tergantung pada tujuan dan jenis pembelajaraan yang dilaksanakan. Sesuai dengan tuntutan SK dan KD, dirumuskan dua tujuan utama dan dua jenis pembelajaran menulis. Pertama, Siswa mampu menentukan unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam dongeng dengan tepat. Untuk itu jenis pembelajaran menulis yang tepat adalah menulis karangan yang berbentuk agumentasi. Kedua Siswa mampu menuliskan kembali dongeng yang telah didengar atau dibaca dengan urutan kronologis yang tepat. Untuk itu jenis pembelajaran menulis yang tepat adalah menulis karangan yang berbentuk narasi.
Pengukuran kemampuan menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar dapat dilakukan sesuai dengan orientasi pengukuran. Lazimnya, orientasi pengukuran keterampilan menulis adalah dengan metode langsung dan metode tidak langsung. Berikut format pengukuran kemampuan menulis dengan metode langsung dan tidak lngsung.




Format Pengukuran Kemampuan Menulis dengan Metode Langsung
Indikator
Kriteria (Ukuran)
Penilaian
Pedoman
Penilaian
a)    Isi gagasan yang dinilai
b)   Organisasi Isi
c)    Gramatika
d)   Kosakata
e)    Ejaan dan Tanda Baca
a)    Ketepatan
b)   Keserasian atau keteraturan
c)    Kecermatan atau ketepatan
d)   Ketepatan
e)    Ketepatan atau kecermatan
a)    Skala Penilaian
b)   Skala Penilaian
c)    Skala Penilaian
d)   Skala Penilaian
e)    Skala Penilaian
(Abdurrahman dan Elya Ratna, 2003:163)

Format Pengukuran Kemampuan Menulis dengan Metode Tidak Langsung
Bahan pelajaran
Jenjang kognitif
Jumlah soal
Waktu persoal
Jumlah waktu
bobot
skor
No.soal
Gamatika
Aplikasi
24
2’
48’
3
72
1-24
Isi Tujuan
Sintesi
12
3’
36’
4
48
25-36
Ejaan dan Tanda Baca
Aplikasi
9
1’
9’
1
9
37-45
Kosakata
Aplikasi
15
1’
15’
2
30
46-60
WT



12’



jumlah



120’




(Abdurrahman dan Elya Ratna, 2003:164)

Keterangan: WT adalah waktu tenggang, biasanya digunakan untuk persiapan (mengatur tempat duduk, membagikan lembaran soal dan jawaban, memberikan petunjuk, mengumpulkan pekerjaan peserta tes).
Format Penilaian Tes Kemampuan Menulis
No
Nama Siswa
Aspek yang Dinilai
Skala Penilaian
Bobot
Skor
1.
Sahara
Isi Gagasan
10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
3



Organisasi Isi
10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
2



Gramatika
10, 9 ,8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
3



Kosakata
10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
1



Ejaan dan Tanda Baca
10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
1

Jumlah


10

(Abdurrahman dan Elya Ratna, 2003:168)
















KEPUSTAKAAN
Abdurrahman dan Elya Ratna. 2003. Evaluasi Pembelajaran Bahasa Sastra Indonesia (Buku ajar). Padang: FBSS.

Anindyarini, Atika dan Sri Ningsih. 2009. Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Depertemen Pendidikan Nasional.

Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia (Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain). Jakarta: Grafiti.

Djamaris, Edwar. 2001. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

http://tamtamyeay.multiply.com/journal/item/9/Penjelasan_tentang_dongeng..ulangn_bahasa_indonesia















Lampiran CONTOH TES MENULIS KEMBALI DENGAN BAHASA SENDIRI DONGENG YANG PERNAH DIBACA ATAU DIDENGAR
A.  Petunjuk Umum
1.    Kerjakan soal-soal berikut ini dilembar jawaban yang telah disediakan.
2.    Buat nama, kelas, dan NIS pada lembar jawaban yang telah disediakan.

B.  Soal-soal
1.    Tentukanlah unsur-unsur instrinsik dongeng dibawah ini!
2.    Tulislah kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang ada dibawah ini!

Raja Burung Parkit
     Hidup bergelimang harta benda dan makanan yang enak-enak, tak selalu menyenangkan. Demikianlah yang dialami Baginda Raja Burung Parkit.
     Pada zaman dahulu kala, Raja Burung Parkit dan rakyatnya yang tinggal di hutan Aceh hidup dengan tenteram dan damai. Setiap hari mereka bisa hinggap dari ranting satu pohon ke pohon lainnya. Mereka juga bisa makan biji-bijian dan buah-buahan yang bermacam-macam di hutan.
     Namun sayang, kedamaian dan ketenteraman itu  harus terganggu karena pada suatu hari ada pemburu masuk ke hutan itu. Dia menaruh sangkar besar dan sangkar itu diberi perekat, sehingga burung-burung yang sudah terperangkap di sana tak bisa terbang lagi. Hampir semua rakyat di kerajaan burung tertangkap. Mereka terjoblos masuk ke dalam perangkap itu. Mereka sedih dan panik. Namun Baginda Raja Burung Parkit berusaha menenangkan rakyatnya.
     “Tenanglah kalian semua. Kalian tak bisa bergerak karena ada perekat yang dipasang pemburu.”
     Baginda selanjutnya memberitahu ke semua rakyat.
     “Nanti sang pemburu akan melepas perekat di tubuh kita semua. Jika ia mendapati kita sudah mati, ia akan membuangnya. Karena itu, kalian semua wahai rakyatku, berpura-puralah mati” seru Baginda.
     “Tunggu sampai hitungan seratus, setelah itu kita semua akan terbang bersama-sama,” lanjut Sang Raja Burung.
     Benarlah, tak lama kemudian Sang Pemburu datang, lalu memeriksa sangkar. Satu-satu dibuangnya perekat di tubuh burung-burung itu. Ia kecewa benar karena hampir semua burung tangkapannya dalam keadaan mati. Malang, ketika hendak membersihkan burung terakhir, yakni Sang Raja Burung, ia jatuh terpeleset. Hal ini sangat mengagetkan burung-burung lain. Lalu serempak mereka semua terbang tinggi. Mereka tak menyadari bahwa raja junjungannya masih tertinggal. Ia pun ditangkap oleh Si Pemburu.
     Sang Pemburu semula berniat ingin menyembelih burung itu, namun Sang Raja Burung memohon belas kasihan sambil mengucapkan satu janji.
     “Jika aku kau biarkan hidup, aku akan menghiburmu. Aku akan bernyanyi setiap hari,” ucapnya.
     Sang Pemburu rupanya tertarik akan tawaran burung itu. Maka ia mengurungkan niatnya. Seperti janjinya, tiap hari Sang Raja Bernyanyi. Suaranya indah sekali. Keindahan suara Sang Raja Burung terdengar sampai ke istana. Maka, Raja Manusia memanggil Si Pemburu.
     “Ku dengar engkau memiliki burung yang kicaunya indah sekali. Benarkah demikian?” tanya raja.
     “Benar, Tuanku.”
     Tak berapa lama, terdengarlah suara nyanyi Sang Raja Burung. Semua yang hadir terpesona. Begitu pula sang Raja Manusia. Atas persetujuan pemiliknya, Raja Manusia kemudian menukar burung itu dengan emas berlian yang banyak jumlahnya.
     Selanjutnya Sang Raja Manusia meletakkan burung itu disangkar emas yang sangat indah dan besar. Raja Burung Parkit sangat disayangi oleh Raja Manusia. Ia diberi makanan yang enak-enak. Setip hari Sang Raja Burung tetap bernyanyi untuk sang Raja Manusia, namun hatinya pilu. Ia rindu pada hutannya yang lebat pohonnya. Ia juga ingin kembali berkumpul bersama rakyatnya.
     Suatu hari ia menggunakan siasat lama, yakni pura-pura mati. Sang Raja Manusia sedih sekali ketika mendapati burung kesayangannya itu tiba-tiba mati. Lalu ia memerintahkan untuk menguburkan burung itu dengan upacara kebesaran.
     Ketika sedang menyiapkan upacara itu, Sang Burung Parkit diletakkan di luar kandang karena dikira memang sudah benar-benar mati. Tak menyia-nyiakan kesempatan, saat itu terbanglah Sang raja Burung setinggi-tingginya. Ia lalu menempuh perjalanan yang jauh untuk sampai ke hutan tempatnya tinggal. Sesampai di sana, ia disambut rakyatnya dengan penuh suka cita. Mereka kini sudah berkumpul semua dan bisa kembali menikmati kedamaian bersama.
Sumber: Cerita Rakyat 33 Provinsi dari Aceh sampai Papua