TANDA BAHASA, HAKIKAT MAKNA, DAN JENIS MAKNA
Oleh
Endang Wahyuningsi
BAB I
PENDAHULUAN
A
Latar
Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan; makhluk hidup yang
selalu berpikir, merasa, mencipta, dan berkarya. Untuk mengkomunikasikan
pikiran dan karyanya, manusia membutuhkan sarana atau media. Sarana yang
dimaksud adalah bahasa.
Bahasa adalah sarana komunikasi yang mencakup aspek bunyi dan
makna. Dalam linguistik aspek bunyi dikaji dalam bidang fonologi, sedangkan
makna dikaji dalam bidang semantik dan pragmatik. Namun, pada makalah ini hanya
akan membahas bidang semantik dan pragmatik, yaitu tentang aspek tanda bahasa,
hakikat makna, dan jenis makna.
Aspek-aspek yang akan dibahas dalam makalah ini didasarkan
pada pengembangan wawasan dan pengetahuan tentang materi perkuliahan Semantik
dan Pragmatik. Dengan ditulisnya makalah ini akan membantu mahasiswa untuk bisa
belajar mandiri dan lebih memahami tentang tanda bahasa, hakikat makna, dan
jenis makna.
B
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah,
maka rumusan masalah dalam makalah ini dinyatakan dalam bentuk pertanyaan,
yaitu sebgai berikut.
1. Apa
itu tanda bahasa?
2. Apa
itu hakikat makna?
3. apa
sajakah jenis-jenis makna?
C
Tujuan
Penulisan Makalah
Berdasarkan latar belakang masalah
dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut.
1. Memaparkan
tentang tanda bahasa.
2. Memaparkan
tentang hakikat makna.
3. Memaparkan
tentang jenis-jenis makna.
BAB
II
ISI
A
Tanda
Bahasa
Bahasa pada hakikatnya adalah
sistem tanda. Karena bahasa adalah sistem tanda, ilmu bahasa (linguistik), dapat
digolongkan sebagai cabang dari semeologi atau semiotika. Pada waktu kita
berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulis, sebenarnya kita sedang
memanfaatkan tanda-tanda bahasa itu untuk menyampaikan pikiran dan perasaan
kita kepada orang lain atau berusaha menafsirkan tanda-tanda bahasa yang
disampaikan oleh orang lain.
Menurut Saussure (dalam Manaf,
2008:26), tanda linguistik (signe linguistique)
mempunyai dua unsur, yaitu (1) yang
ditandai (dalam bahasa Prancis siginfie;
dalam bahasa Inggris signified) dan
(2) yang menandai (dalam bahasa
Prancis signifiant; dalam bahasa
Inggris signifier). Sesuatu yang
ditandai diistilahkan dengan petanda.
Sebaliknya, sesuatu yang menandai diistilahkan dengan penanda. Penanda itu
berupa bunyi bahasa sedangkan petanda berupa
benda, kegiatan, atau keadaan.
Ogden dan Richard (dalam Manaf,
2008: 27) mengkaji tanda bahasa dari tiga sisi, yaitu simbol (symbol), gagasan (thought or reference), dan acuan (referent). Simbol mewakili
gagasan yang ada dalam pikiran. Gagasan yang ada dalam pikiran itu merupakan
makna dari simbol bahasa. Gagasan mengacu ke acuan atau referen (benda,
kegiatan, atau sesuatu yang lain). Contoh, jika ada simbol yang berupa leksem sapi, makna leksem itu adalah gagasan,
yaitu “binatang berkaki empat, pemakan rumput, dan yang diperah susunya.
Gagasan itu mengacu ke benda (sesuatu) yang sebenarnya, yaitu hewan yang berupa
sapi. Jadi tanda bahasa adalah
untaian bunyi bahasa yang mewakili objek tertentu.
B
Hakikat
Makna
Istilah semantik dalam Bahasa Indonesia yang berasal
dari bahasa Inggris semantics, dari
bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’:
atau dari verba samaino ‘menandai’,
‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian
ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran
bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.
Kata semantik sepadan dengan kata semasiologi
yang diturunkan dari kata bahasa Yunani semainein yang berarti ‘bermakna’ atau ‘berarti’. Semantik sebagai istilah di dalam ilmu bahasa mempunyai
pengertian tertentu. Yang dimaksud istilah semantik adalah penelitian makna
kata dalam bahasa tertentu menurut sistem penggolongan. Jadi, semantik adalah
cabang lingustik yang bertugas semata-mata meneliti makna kata, bagaimana asal
mulanya, bagaimana perkembangannya, dan apa yang menyebabkan terjadi perubahan
makna dalam sejarah atau bahasa.
Kridalaksana (1993: 193) dalam kamus linguistik
memberikan pengertian semantik, (1) bagian struktur bahasa yang berhubungan
dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna atau wicara; (2) sistem
dan penyelidikan makna arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
C
Jenis-
jenis Makna
1.
Makna
Leksikal dan Makna Gramatikal
Berdasarkan tempat terbentuknya,
tipe makna dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu makna leksikal dan makna
gramatikal. Leksikal tergolong adjektiva yang berarti ‘bersifat leksem’ yang
berasal dari leksem (nomina). Leksem adalah satuan bahasa terkecil yang
bermakna. Leksem merupakan bahan dasar untuk membentuk kata. Kumpulan leksem
berupa leksikon.Jadi, makna leksikal adalah makna yang berdasarkan makna
leksem. Dengan kata lain, makna leksikal adalah makna satuan bahasa sesuai
dengan acaunnya atau makna satuan bahasa yang belum berubah dari acuannya
karena proses gramatikal atau proses asosiatif. Leksem bunga dalam kalimat Adik suka
menanam bunga bermakna leksikal karena makna bunga itu sesuai dengan acuannya yang sejati, yaitu ‘tanaman hias’.
Sebaliknya, kata bunga dalam kalimat bunga desa itu sudah disunting orang tidak
bermakna leksikal karena makna bunga itu sudah tidak sesuai dengan acuannya
yang sejati. Dalam kalimat ‘Bunga desa
itu sudah disunting orang’kata bunga bermakna
‘gadis tercantik’.
Makna gramatikal adalah makna
satuan bahasa yang timbul karena proses gramatikal. Proses gramatikal dapat
berada dalam tataran kata atau berada dalam tataran kalimat. Kridalaksana (dalam
Manaf, 2008: 62) menjelaskan bahwa ada enam proses morfologis dalam pembentukan
kata, yaitu (1) derivasi zero, (2) afiksasi, (3) reduplikasi, (4) abreviasi
(pemendekan), (5) komposisi (perpaduan), (6) derivasi balik. Di antara enam
proses morfologis itu, yang secara mencolok menimbulkan perubahan makna adalah
derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Derivasi zero adalah proses
pembentukan kata tanpa mengubah bentuk dasar sedikit pun. Sedangkan proses
afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan menambah afiks pada bentuk kata
dasar. Afiks yang ditambahkan itu berupa prefiks, sufiks, infiks, imbuhan,
gabungan, atau konfiks.
2.
Makna
Referensial dan Makna Nonreferensial
Berdasarkan ada tidaknya referen
(acuan) suatu satuan bahasa, makna satuan bahasa dapat dikelompokkan menjadi
makna referensial dan makna nonreferensial. Makna referensial adalah makna
satuan bahasa sesuai dengan referen (acuan) satuan bahasa itu. Djajasudarma (dalam
Manaf, 2008: 65) menyatakan bahwa hubungan referensial adalah hubungan antara
satuan bahasa dengan referen atau acuannya yang berupa dunia nyata. Misalnya, kuda mengacu kepada binatang berkaki
empat, pemakan rumput, larinya cepat, fungsinya untuk tunggangan atau untuk
menarik bendi. Sedangkan makna nonreferensial adalah makna satuan bahasa yang
tidak berdasarkan acuan tertentu. Misalnya preposisi, partikel, konjungsi, dan
afiks adalah contoh makna nonreferensial. Hal ini disebabkan oleh karena semua
preposisi, partikel, konjungsi, dan afiks tidak memiliki acuan.
3.
Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa
dalam satuan bahasa, makna dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna satuan bahasa yang
sesuai dengan acaunnya tanpa mengandung nilai rasa, baik nilai rasa positif
maupun nilai rasa negatif. Dengan kata lain, makna denotatif makna satuan
bahasa sesuai dengan acuannya yang dapat kita amati atau kita rasakan dengan
indera kita tanpa disertai dengan nilai rasa positif maupun nilai rasa negatif.
Makna konotatif adalah makna satuan
bahasa yang didasarkan atas nilai rasa, baik nilai rasa positif maupun nilai
rasa negatif. Nilai rasa positif adalah nilai rasa yang mengandung nilai
kebaikan, misalnya halus, sopan, bersih, indah, dan lain-lain, sedangkan nilai
rasa negatif adalah nilai rasa yang berisi ketidakbaikan. Misalnya, kasar,
kurang ajar, kotor, dan lain-lain.
4.
Makna
Kias
Makna kias adalah makna satuan
bahasa yang berada dibalik makna harfiah. Makna harfiah adalah makna satuan
bahasa yang sesuai dengan makna leksikal dan makna gramatikal satuan bahasa
itu. Jadi, makna kias adalah makna yang tidak persis sama dengan makna denotasi.
Makna kias ini merupakan makna yang terbentuk dari proses perbandingan, perumpamaan
atau metafora. Misalnya, perilaku kedua orang itu bagai anjing dengan kucing.
Perilaku kedua orang itu dibandingkan dengan perumpamaan yang bermakna selalu
bertengkar atau tidak pernah rukun.
5.
Makna
Idiomatik
Makna idiomatik adalah makna satuan
bahasa yang tidak dapat ditelusuri berdasarkan makna leksikal dan makna gramatikal
leksem yang membentuknya. Untuk
mengetahui makna satuan bahasa yang bermakna idiomatik, orang harus menghafal
makna satuan bahasa itu sebagaimana pemilik bahasa itu memakainya. Satuan
bahasa yang bermakna idiomatik disebut idiom.
Contohnya, meja hijau, sapu tangan, dan besar kepala.
6.
Makna
kata dan Makna Istilah
Berdasarkan keakuratan makna dan lingkup
pemakaiannya, makna dapat dikelompokkan menjadi makna kata dan makna istilah. Makna kata adalah makna satuan bahasa
sebagaimana yang diberikan atau yang diketahui oleh orang awam yang biasanya
makna itu bersifat umum dan kurang akurat. Sedangkan makna istilah adalah makna yang berlaku di kalangan khusus atau
bidang khsusus, yang biasanya mengandung pengertian yang akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
Kridalaksana,
Harimurti. 1993. Kamus Linguistik (Edisi
Ketiga). Jakarta: Gramedia Purtaka Utama.
Manaf,
Ngusman Abdul. 2008. Semantik (Teori dan
Terapannya dalam Bahasa Indonesia). Padang: Sukabina Offset.
0 komentar:
Posting Komentar