Artikel jurnal ini telah terbit pada JURPIPAS Jurnal Pendidikan Lembaga Penelitian STKIP-YDB Vol IV, No. 1, Januari-Juni 2015 dengan ISSN 2252-7540 PENERAPAN DISIPLIN SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SMA NEGERI 1 KOTO BESAR KABUPATEN DHARMASRAYA Silvia Anggreni BP, M.Pd. Email: reni.bertipalin@gmail.com Abstract The results of this study revealed the following: 1) Application of Discipline For Students Character Building Efforts. It can be seen that the discipline of the school regulations already good, it can be seen from the active participation of teachers in the preparation of order, socialization order, as well as the enforcement order. But awareness to shape the character of the students are lacking and need to be increased again, to create a law-abiding students and disciplined. 2) obstacles perceived by teachers to breach the low awareness of the importance of law-abiding students and apply discipline, as well as the community around the school environment is less support also influence the development of students' attitudes and character formation of students 3) attempts to do by the teacher and team discipline in school is to always continue to give good example to the students, as well as to give warning to the student if there is a violation. If the offense is to be punished, the teacher should provide penalties that are educational, such as: reading the Qur'an and read paragraph seats. Keyword: Discipline, Character School, SMA I. PENDAHULUAN Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi, maka pemerintah melakukan berbagai usaha. Sebagaimana yang telah di amanatkan dalam pembukaan UUD 1945, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan serta kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan dan mendapatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Salah satunya adalah dengan mengikuti wajib belajar selama 9 tahun atau setara dengan tingkat SMP. Sejalan dengan itu pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini memberikan peranan penting guna terciptanya suatu lingkungan yang kondusif sehingga menciptakan bangsa Indonesia yang maju. Menurut peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP No 53 Th 2010, mengatakan bahwah dalam disiplin tidak hanya dalam bentuk ketaatan saja melainkan juga tangung jawab yang diberikan oleh organisasi berdasarkan hal tersebut diharapkan efektifitas pegawai meningkat dan bersikap serta bertingkah laku disiplin. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik maka guru harus bisa merencanakan proses pembelajaran dengan sebaik mungkin dan bersikap disiplin terhadap peraturan yang telah ditepkan pemerintah. Guna menunjang hal diatas, media yang dijadikan acuan agar tercapainya tujuan pendidikan nasional dan UUD 1945 salah satunya adalah sekolah. Hal ini dikarenakan sekolah mampu menciptakan seseorang yang berkompeten dalam berbagai aspek, baik itu dalam ilmu pengetahuan, sikap, moral, serta dalam bertingkah laku, sehingga mereka dapat di terima di lingkungan masyarakat. Sekolah juga merupakan tahapan yang harus dilalui seseorang dalam mengikuti pendidikan formal agar dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Sekolah memberi ruang bagi pemerintah dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang lebih baik lagi. Kehadiran sekolah merupakan suatu hal yang sangat pokok, terutama saat sekarang ini dimana, apabila suatu bangsa tidak mengikuti perkembangan yang ada maka bangsa tersebut akan jauh tertinggal dari bangsa lainnya. Perkembangan yang dimaksud adalah perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal ini dapat terlihat dari bermunculannya penemuan baru baik itu dalam bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi seperti : computer, laptop, handphone, kendaraan dan lain sebagainya. Kemajuan IPTEK ini tidak hanya membawa dampak yang positif tetapi juga berdampak negatif. Dampak positifnya dapat di lihat dari bagaimana manusia di mudahkan dengan adanya penemuan baru tersebut, sedangkan dampak negatifnya dapat dilihat dari bermunculannya kebudayaan-kebudayaan dari negara lain. Kebudayaan tersebut kadang kala tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa. Pada umumnya kebudayaan yang datang dari luar tersebut tidak terfilterisasi secara baik oleh masyarakat Indonesia terutama oleh remaja dikarenakan masih rendahnya ketahanan yang ada dalam diri si remaja. Hal ini dapat dilihat sebagai contoh di budaya luar memiliki gaya berbusana yang berbeda dengan di lingkungan kita, akan tetapi karena mudahnya suatu budaya yang baru masuk, maka para remaja lebih cenderung untuk menirunya tanpa melakukan penyaringan dan mempertimbangkan apakah budaya tersebut sesuai dengan norma, moral yang berlaku. Di sini di butuhkan peran aktif dari sekolah dan guru untuk menciptakan suatu peraturan sekolah yang mampu menbendung dampak negatif perkembangan yang ada. Salah satunya adalah dengan melakukan penguatan ilmu dan norma terhadap siswanya. Peraturan sekolah yang terkoordinir akan mampu menciptakan siswa yang disiplin terhadap dirinya sendiri. Perkembangan sikap siswa merupakan tanggung jawab semua guru mata pelajaran. Akan tetapi di dalam lingkungan masyarakat telah terbentuk suatu stereotype bahwa sikap siswa merupakan tanggung jawab dari guru PKn dan semua warga sekolah . Hal tersebut juga tidak dapat di pungkiri kebenarannya, karena PKn merupakan suatu mata pelajaran yang menanamkan nilai-nilai taat hukum baik itu dalam lingkungan keluarga, sekolah, bangsa dan Negara, serta pengaplikasian dari hukum tersebut berupa disiplin diri. Dalam lingkungan sekolah sangat di butuhkan peran aktif guru agar terbinanya penegakan tata tertib sekolah dan disiplin siswa. Apabila sikap mental ini tidak tertanam maka akan muncul pelanggaran siswa seperti : terlambat datang ke sekolah, tidak berpakaian rapi, tidak mengerjakan tugas yang di berikan guru, absen, cabut dan lain sebagainya, yang membawa dampak tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi juga pada lingkungannya seperti : apabila seorang siswa cabut pada jam pelajaran hal ini akan memberi dampak buruk terhadap dirinya sendiri, karena tertinggal pelajaran yang seharusnya di ikutinya, dan bagi lingkungan teman sebayanya, akan terpengaruh terhadap kebiasaan buruk tersebut, dan bagi sekolah merupakan suatu bentuk pencemaran nama baik sekolah. Maka dari itu dalam membentuk manusia yang berkompeten sekolah harus dapat melaksanakan peraturan dan tata tertib disiplin yang telah di buat. Tata tertib yang ada tidak hanya di berlakukan bagi siswanya tetapi juga kepada guru dan perangkat sekolah lainnya. Tata tertib dan disiplin merupakan rambu-rambu yang harus dilaksanakan sebagaimana mestinya, dengan adanya tata tertib dan disiplin siswa mengetahui hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan dan hal apa saja yang harus dilaksanakan sebagai seorang siswa. Tata tertib dan disiplin ini sangat erat kaitannya dengan tugas guru sebagai tenaga pendidik. Tata tertib sekolah adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung sangsi terhadap pelanggarnya. Jadi disini yang di tinjau adalah bagaimana peran guru, terutama guru mata pelajaran PKn dalam mengatur kehidupan sekolah guna terciptanya lingkungan sekolah yang kondusif untuk proses pembelajaran selain itu mata pelajaran PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat mensosialisasikan penegakan hukum atau peraturan yang ada melalui mata pelajaran PKn. Disiplin menurut J. S. Badudu adalah menaati (mematuhi) peraturan, aturan yang ketat dengan kata lain disiplin merupakan suatu sikap yang harus dimiliki seseorang. Jadi disini yang di tinjau dari segi disiplin siswa adalah bagaimana penerapan disiplin sebagai upaya pembentukan karakter dalam penanaman sikap terhadap diri siswa agar siswa dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya sehingga dapat berlaku disiplin. Sejalan dengan pendapat Elsbre menyatakan: Bahwa salah satu tujuan pembinaan disiplin siswa di sekolah adalah mendorong anak menjadi matang pribadinya dan berubah dari sifat ketergantungannya terhadap orang lain. Disiplin siswa di sekolah adalah suatu kondisi yang menggambarkan bahwa siswa-siswi di sekolah tersebut mentaati semua peraturan yang berlaku di sekolah, baik dari segi bertanggung jawab, berprilaku jujur, sopan santun terhadap guru, dan mentaati norma yang berada di sekolah. Terlaksananya kedisiplinan tersebut akan menunjang tercapainya pendidikan yang diharapkan yaitu pendidikan yang berkarakter. Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya terlihat dari tindakan seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, tanggung jawab dan menghormati hak orang lain dan sebagainya. Jadi karakter adalah tingkah laku yang mendasar pada diri seorang individu. Secara umum dapat dikatakan bahwa karakter merupakan bagian dari satu kepribadian. Kepribadian mencangkup berbagai karakter didalam kepribadian. Dengan kata lain ada yang mengatakan karakter adalah kepribadian. Segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah. Tujuan pembinaan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong anak didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya. Dari pengertian di atas pendidikan karakter mengarahkan pada bentuk prilaku yang dimunculkan sesuai dengan pembentukan akhlak yang mulia dimana seseorang bisa bertingkah laku yang baik, jujur, tanggung jawab dan menghormati hak orang lain, yang selama ini menjadi terabaikan oleh guru sebagai tenaga pendidik disekolah. Pendidikan karakter disekolah secara sederhana bisa didenfenisikan sebagai penanaman nilai-nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan menghidupkan nilai-nilai yang berguna bagi perkembangan diri pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus sosial dalam lingkungan sekolah, serta bagaimana seorang siswa memiliki kesempatan untuk dapat melatihkan nilai-nilai ini pada kehidupan secara nyata. Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan dengan salah seorang guru dari tanggal 23 September sampai dengan 26 september 2014 di SMA N 1 Koto Besar, disini sudah terlihat siswa pada jam masuk sekolah siswa datang tepat pada waktunya, berpakaian rapi dan sopan, dan tidak cabut pada jam pelajaran, sholat berjama’ah, kalaupun ada yang terlambat atau yang tidak mematuhi aturan itu bisa dihitung dengan jari. Dengan adanya penerapan disiplin yang baik, pihak sekolah juga menghadapi kendala-kendala dalam pembentukan karakter siswa tersebut, maka dari itu perlu juga diberikan pengajaran melalui pendidikan karakter, dengan adanya pendidikan karakter tersebut akan membantu siswa untuk membentuk karakter siswa kearah yang lebih baik. Menurut pengamatan penulis dari fenomena yang di temukan di SMAN I Koto Besar terlihat beberapa fenomena tentang disiplin dalam pembentukan pendidikan karakter siswa terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah dan seluruh majelis guru. Sudah nampak terlihat sikap peduli dan patuh siswa terhadap pertaturan yang telah diterapkan oleh sekolah, seperti datang tepat waktu, tidak cabut pada jam pelajaran, berpakaian sopan. Tapi disisi lain belum nampak nya sikap dari pembentukan karakter siswa tersebut. maka dari itu perlu kerja sama guru dalam penegakan disiplin dalam pembentukan karakter, untuk memberikan pengajaran melalui pendidikan karakter, atau dengan cara yang lainnya yang bias mendidik siswanya kearah yang lebih baik lagi, dengan adanya pendidikan karakter maka akan tampak moral dan kesadaran untuk pembentukan karakter bagi siswa tersebut. Karena didalam pendidikan karakter terdapat sembilan pilar salah satu diantaranya yaitu kepatuhan dan keta’atan, apabila diantara salah satunya telah terwujud, maka Pendidikan karakter siswa tersebut akan terbentuk, dengan adanya peraturan yang diberikan oleh sekolah. Melalui penerapan disiplin, sekolah tidak sekadar mengembangkan kemampuan intelektual para siswa, melainkan juga memberikan sumbangan dasar bagi kesiapan moral anak didiknya dalam kehidupan. Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis sangat tertarik untuk meneliti lebih jauh dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Penerapan Disiplin Sebagai Upaya Pembentukan Karakter Siswa Di Sma N 1 Koto Besar Kabupaten Dharmasraya” II. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yaitu jenis penelitian yang mencoba menggambarkan. Informan ditentukan dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan In-depth Interview, observasi partisipasi dan dokumentasi. Keabsahan data diuji melalui triangulasi sumber, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Miles dan Huberman (1992:122. III. PEMBAHASAN 1. Penerapan disiplin sebagai upaya pembentukan karakter siswa Berdasarkan temuan dan hasil wawancara dapat diketahui bahwa penerapan disiplin sebagai upaya pembentukan karakter siswa telah cukup baik akan tetapi masih perlu untuk ditingkatkan hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran siswa dalam mematuhi peraturan dan tata tetrtib disiplin. Menaati (mematuhi) peraturan dan aturan yang ketat, dengan kata lain disiplin merupakan suatu sikap yang harus dimiliki seseorang. Dilihat dari segi disiplin dan penyusunan tata tertib di SMA N I Koto Besar telah ikut berperan dalam penerapan disiplin dalam memberikan usulun-usulannya sehingga terbentuknya peraturan disiplin dan tata tertib di sekolah. Sebagaimana yang dijelaskan Dalam buku Administrasi Pendidikan Sekolah Dasar yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan ada beberapa peraturan disiplin yaitu : a. Dalam kegiatan intra sekolah 1. Masuk sekolah, para siswa harus datang/berada disekolah sebelum pelajaran dimulai 2. Waktu belajar, sebelum pelajaran dimulai, pelajar yang bersangkutan harus siap untuk menerima pelajaran yang akan diberikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan 3. Waktu istirahat, para pelajar tidak dibenarkan berada didalam kelas, tetapi tetap berada dalam halaman gedung sekolah 4. Waktu pulang, para pelajar pulang pada waktu pelajaran sudah selesai 5. Kebersihan dan keindahan sekolah,setiap pelajar wajib memelihara dan menjaga kebersihan sekolah 6. Cara berpakaian, para pelajar wajib berpakaian sesuai dengan yang ditetapkan sekolah b. Dalam kegiatan ekstra kurikuler 1. Organisasi siswa intra sekolah, didalam lingkungan sekolah hanya ada organisasi intra sekolah 2. Kepramukaan 3. Keolahragaan 4. Kesenian 5. Palang merah remaja c. Larangan-larangan bagi siswa 1. Meninggalkan sekolah/pelajaran selama jam-jam pelajaran yang sedang berlangsung, tanpa izin kepala sekolah atau guru yang bersangkutan 2. Merokok dilingkungan sekolah 3. Berpakaian yang tidak senonoh dan bersolek berlebihan 4. Kegtiatan-kegiatan yang bersifat menggangu pelajaran d. Sanksi-sanksi para pelajar 1. Peringatan secara lisan langsung kepada pelajar 2. Peringatan tertulis pada pelajar dengan tebusan orang tua/wali 3. Dikeluarkan untuk sementara 4. Dikeluarkan dari sekolah Dilihat dari hal di atas, dalam penyusunan peraturan disipin di SMA N I Koto Besar juga telah mencakupi aspek-aspek tersebut. Selain itu penyusunan tata tertib dan disiplin tidak hanya melibatkan guru semata, tetapi juga siswa yang di wakili oleh perangkat OSIS, hal ini terasa lebih demokratis bagi siswa. Dalam proses sosialisasi suatu peraturan dan tata tertib haruslah disosialisasikan karena dengan adanya peraturan dan tata tertib mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dalam menunjang situasi belajar mengajar. Siswa harus dibiasakan dengan aturan yang telah disusun. Suatu peraturan akan menjadi suatu kebiasaan bagi siswa, maka dengan adanya sosialisasi yang nyata dan penerapan langsung maka akan mampu menunjang penegakan aturan yang ada. Sosialisasi yang dilakukan di SMA N I Koto Besar secara umum dilaksanakan pada saat MOS (Masa Orientasi Siswa), akan tetapi bukan berarti setelah itu tidak ada sosialisasi lagi, guru dan tim disiplin masih melakukan sosialisasi dengan memberikan penekanan terhadap peraturan tata tertib dan disiplin dengan mengingatkan siswa tentang peraturan sekolah apabila melanggar, atau dengan memberikan teguran lisan. Hal ini membantu siswa untuk tidak melanggar. Akan tetapi sosialisasi tidak hanya dapat dilakukan oleh sebagian guru saja, semua guru harus terlibat dalam proses sosialisasi ini. Dalam penegakan peraturan dan tata tertib sendiri guru dan tim disiplin memberikan konstribusi dengan menegakkan peraturan yang berlaku, bagi siswa yang melanggar guru memberikan teguran dan sanksi tegas, misalnya dengan membuat surat perjanjian atau hukuman yang mendidik. Salah satu bentuk dari sanksi tegas ini adalah saat pelajaran akan dimulai memeriksa kesiapan siswa, mulai dari keberhasilan kelas, kerapian siswa, tugas dan lain sebagainya dan bagi siswa yang terlambat atau tidak raapi tidak diizinkan untuk mengikuti pembelajaran. Akan tetapi masih ada juga siswa yang masih mengabaikan hukuman yang diberikan, bahkan ada sebahagian siswa yang mengabaikan kewajiban dalam pengumpulan tugas, dengan sering mengumpulkan tidak tepat waktu. Hal di atas mengingatkan pada peranan guru sehubungan dengan fungsi guru sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing maka diperlukan adanya peranan dari guru. Peranan dan penerapan dari guru senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya barbagai interaksi, baik dengan siswa, sesama guru, staf lainnya dan warga lingkungan masyarakat sekitar. Dengan adanya perhatian dari guru dan adanya interaksi dengan siswa maka sedikit banyak nya nilai-nilai luhur dalam diri siswa akan tertanam dengan sendirinya, guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pembimbing bagi siswa tersebut untuk membentuk akhlak dan karakter siswa. Disiplin adalah suatu keadaan tertib, ketika orang-orang yang bergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati menjalaninya. Dalam hal disiplin di SMA N I Koto Besar ini dapat dikatakan sudah mulai bagus, akan tetapi perlu ditingkatkan lagi tentang kesadaran siswa dalam pembentukan karakter.Didalam pendidikan karakter terdapat sembilan pilar salah satu diantaranya yaitu kepatuhan dan kesadaran, apabila diantara salah satunya telah terwujud, maka pendidikan karakter siswa tersebut akan terbentuk, dengan adanya peraturan yang diberikan oleh sekolah. Melalui penerapan disiplin, sekolah tidak sekadar mengembangkan kemampuan intelektual para siswa, melainkan juga memberikan sumbangan dasar bagi kesiapan moral anak didiknya dalam kehidupan. 2. Kendala-kendala yang dihadapi guru dalam pembentukan karakter siswa Di SMA N I Koto Besar setiap penegakan peraturan dan tata tertib dan disiplin siswa, guru maupun aparatur sekolah sering kali menghadapi kendala, baik itu dari segi lingkungan, guru maupun siswa itu sendiri. Selain itu pengaruh perkembangan zaman juga menjadi kendala dalam hal penegakkan tata tertib dan disiplin ini dan berpengaruh terhadap pembentukan karakter siswa, hal ini menjadi dampak negativ dari globalisasi dimana pengaruh dari luar yang masuk dengan mudahnya, yang memberikan pengaruh terhadap sikap siswa. Era globalisasi saat sekarang ini pengaruh dari dunia luar gampang masuk yang pada akhirnya mempengaruhi sikap anak. Banyak kasus yang terjadi, seperti: seringnya siswa menyalahgunakan kepercayaan orang tua, mengacuhkan guru, berlaku tidak sopan dan lain sebagainya. Penurunan sikap siswa ini tidak dapat disalahkan sepenuhnya kepada si anak, kadang kala kurangnya perhatian orang tua serta rendahnya pengawsan orang tua memicu terjadinya hal tersebut. Selain itu kendala yang juga dihadapi guru adalah kurang berpartisipasi aktifnya semua guru dalam melakukan pengawasan terhadap siswa, hal ini menjadikan peraturan tata tertib dan disiplin tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Peraturan yang ada hendaknya tidak hanya di berlakukan pada siswa, tetapi juga pada semua staf pengajar dan perangkat sekolah. Sehingga terbentuklah suatu sistem yang teratur dalam lingkungan sekolah. Kurangnya kesadaran dan kepedulian siswa terhadap peraturan menjadi kendala yang dirasakan oleh guru, hal ini dimungkinkan karena kurangnya perhatian orang tua di rumah dalam perkembangan sikap remaja. Selain itu tidak terlatihnya siswa pada saat masih di sekolah dasar (SD) ikut mempengaruhi hal ini, karena disiplin dan sikap taat aturan merupakan suatu pembiasaan yang harus dilakukan secar berkesinambungan dimanapun siswa berada. Beberapa kendala dalam menanamkan nilai dan moral sebagai wujud pembentukan karakter yaitu terdapat juga kendala internal yaitu yang berasal dari dalam diri guru berupa inkonsistensi dalam menanamkan nilai moral kedisiplinan. Sedangkan kendala eksternal yaitu berupa lingkungan yang terkadang kurang mendukung pelaksanaan penanaman nilai moral kedisiplinan dalam pembelajaran. Selain hal diatas rendahnya motivasi belajar siswa siswa juga menjadi kendala dalam penegakkan peraturan tata tertib dan disiplin siswa. Rendahnya motivasi belajar ini mengakibatkan siswa lalai dalam mengumpulkan tugas dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Bagi siswa sendiri, aturan yang ada kadang kala menjadi beban bagi mereka. Aturan sekolah yang ketat tidak jarang menimbulkan konflik baik antar siswa maupun, antara sekolah dan siswa. Sebab aturan dan kebiasaan sekolah tersebut tidak selamanya dapat diterima oleh siswa. Hal lainnya yang juga dirasa menjadi kendala oleh guru dalam penegakkan peraturan tata tertib dan disiplin siswa yang berpengaruh pada pembentukan karakter adalah karena pergantian kurikulum. Pada kurikulum sebelumnya pembelajaran PKn menekankan pada sikap dan moral siswa akan tetapi semenjak berganti kurikulum pembelajaran lebih menekankan pada ranah kognitif atau pengetahuan siswa terhadap bangsa dan negara. 3. Upaya yang dilakukan oleh guru dalam menghadapi kendala yang ada sebagai upaya pembentukan karakter siswa. Banyak upaya yang dilakukan dalam menimalisir kendala yang dihadapi. Guru SMA N I Koto Besar memiliki upaya yang dilakuakn diantaranya: dengan tidak bosan-bosan atau senantiasa untuk mengingatkan siswa untuk selalu taat pada peraturan tata tertib dan disiplin, serta dengan menegur siswa yang telah berbuat pelanggaran. Fuad Ihsan menyatakan sebagai berikut: “bila ada sekelompok siswa yang tampaknya kurang dalam pergaulan maka tugas gurulah memperbaiki sikap mereka. Kepada mereka dimunculkan kesadaran sosialnya. Sebab itu sangat dianjurkan kepada semua pendidik, bila tiba waktu istirahat semua peserta didik harus bermain di halaman, jangan ada yang tinggal di dalam kelas. Demikian juga semua pendidik memencar di halaman untuk memantau tingkah laku dalam hubungan social mereka.” Hal di atas dirasa masih belum maximal pelaksanaannya di SMA N I Koto Besar, tidak semua guru menunjukkan kepeduliannya terhadap siswa, terutama di luar jam pembelajaran, dimana guru sibuk dengan kesibukannya sendiri dan kurang memperhatikan kondisi sosial siswa. Kendala yang ada menyatakan bahwa kesadaran siswa akan pentingnya peraturan dan tata tertib disiplin sebagai upaya pembentukan karakter masih kurang, Hendaknya para guru ikut membantu mereka dalam pergaulannya. Hal ini ditemui di SMA N I Koto Besar, pada jam istirahat siswa masih ada di dalam kelas. Hendaknya para guru saling bekerja sama dalam membimbing siswa dalam pergaulannya. Di SMA N I Koto Besar selaku upaya guru dalam membentuk karakter siswa, sudah mulai diterapkan dalam jenis-jenis pembentukan karakter di sekolah seperti: sebelum pembelajaran dimulai siswa di wajibkan membaca asma ulhusnah, pada siang hari melakukan sholat berjamaah. Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara terpadu pada setiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi, dan memfasilitasi peserta didik berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setidaknya terdapat dua jalur utama dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a) terpadu melalui kegiatan Pembelajaran, dan (b) terpadu melalui kegiatan Ekstrakurikuler. Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Selain hal di atas, adakalanya siswa lupa akan peraturan yang ada, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mengingatkan siswa akan peraturan yang berlaku adalah dengan membuat tabel jenis pelanggaran dan bobot pelanggaran tata tertib disiplin pada buku pembayaran SPP dan juga ditempelkan pada masing-masing kelas, hal ini mampu menimalisir siswa yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan. IV. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Guru dan tim disiplin memiliki peranan dalam penegakkan peraturan dan tata tertib disiplin. Hal ini dapat dilihat dari ikut berpartisipasi dan berperan aktifnya guru dalam penyusunan tata tertib, sosialisasi tata tertib, serta penegakkan tata tertib disiplin. Dalam hal disiplin guru berperan dalam penanaman disiplin siswa dengan selalu meningkatkan dan menerapkan disiplin pada siswa dengan selalu mengingatkan dan menerapkan disiplin pada siswa. Akan tetapi peranan guru dan juga tim disiplin masih harus ditingkatkan lagi, guna menciptakan siswa yang taat hukum dan berdisiplin 2. Kendala yang dirasakan oleh guru terhadap pelanggaran yang terjadi adalah tingginya pengaruh globalisasi saat ini, rendahnya kesadaran siswa akan pentingnya taat hukum dan berlaku disiplin juga menjadi kendala. Selain itu faktor kurang terbiasanya siswa untuk taat hukum dan disiplin pada saat masih SD maupun di rumah juga ikut mempengaruhi siswa dan yang terakhir adalah lingkungan sekitar sekolah yang juga ikut memberikan pengaruh dalam perkembangan sikap siswa. 3. Upaya yang dilakukan oleh guru dalam menghadapi kendala yang ada adalah dengan selalu senantiasa memberikan contoh teladan kepada siswa, serta dengan memberikan teguran kepada siswa yang melanggar, dengan hukuman yang bersifat mendidik, mengadakan forum Annisa sekali dalam seminggu, mengadakan wirid bulanan yang dilaksanakan dua kali dalam satu bulan. Hal ini berguna unutuk membentuk akhlak dan karakter siswa, baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Peraturan yang ada hendaknya dijalankan sebagaimana peraturan dan tata tertib disiplin itu dibuat, sehingga siswa menjadi takut untuk melanggarnya. 2. Apabila terjadi begitu sering pelanggaran tersebut maka sekolah harus meninjau kembali peraturan tersebut, dan dirembukkan kembali solusi yang terbaik terhadap masalah tersebut. 3. Semua guru harus menyadari bahwa tanggung jawab terhadap sikap sikap siswa tidak hanya tanggung jawab tim disiplin saja akan tetapi tanggung jawab semua guru. 4. Di dalam proses pembelajaran juga ditanamkan strategi yang tepat tentang jiwa disiplin dan budaya tertib. V. Pensantunan: Jurnal ini diolah oleh penulis dengan judul “Penerapan Disiplin Sebagai Upaya Pembentukan Karakter Siswa Di Sma Negeri 1 Koto Besar Kabupaten Dharmasraya”. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan rekan-rekan yang telah membantu penulis. DAFTAR RUJUKAN JS. Badudu. 1994. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Ngalim Purwanto. 1994. Ilmu pendidikan teoritis dan praktis. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Rina, Mariana. 2010. “Disiplin Guru dalam mengelola pembelajaran di SMP 4 Payakumbuah”. Skripsi. Padang: Jurusan Administrasi Pendidikan FIP, UNP. Sardiman AM. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo persada. Suyanto dan M. S Abbas. 2001. Wajah dan dinamika pendidikan anak Bangsa. Yogyakarta: Adi cpita karya nusa. Thomas Lickona. 2013. Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media. Zamroni. 2001. Paradigma pendidikan masa depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Artikel jurnal ini telah terbit pada JURPIPAS Jurnal Pendidikan Lembaga Penelitian STKIP-YDB Vol IV, No. 1, Januari-Juni 2015 dengan ISSN 2252-7540 STRUKTUR TEKS DAN ASPEK PENDUKUNG TUTURAN RITUAL MANTRA PENGOBATAN DI KENAGARIAN KOTO BARU KECAMATAN KOTO BARU KABUPATEN DHARMASRAYA Endang Wahyuningsi Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Ahlussunnah Bukittinggi Email: endang_wahyuningsi@ymail.com Abstract This study aimed to describe about structure text utterance ritual spell treatment and proponent aspects of reading utterance ritual spell treatment in Koto Baru Village, Koto Baru Subdistrict, Dharmasraya Regency. This research uses qualitative approach with descriptive methods. The informants in this study are three people shamans or charmers who owns and uses spell treatment. Data collected by observation techniques, interview, and recording. This research result shows that structure text utterance ritual spell treatment consist of opening section, content section, and closing section. On proponent aspects of reading utterance ritual spell treatment found (1) time, (2) place, (3) event, (4) doer, (5) equipment, (6) clothes, and (7) rendition of spell. Kata kunci: text structure, supporting aspect, ritual utterences; spells treatment PENDAHULUAN Sastra lisan yang ada di Minangkabau adalah sastra lisan dalam bentuk puisi rakyat berupa mantra. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamaris (2002:10) bahwa mantra adalah puisi yang tertua dalam sastra Minangkabau dan dalam berbagai bahasa daerah lainnya. Selanjutnya, Zaidan (2004:127), menambahkan bahwa mantra adalah puisi melayu lama yang dianggap mengandung kekuatan gaib, yang biasanya diucapkan oleh pawang atau dukun untuk mempengaruhi kekuatan alam semesta atau binatang. Mantra merupakan aset nasional yang tersimpan dalam kebudayaan daerah yang mencerminkan nilai-nilai budaya. Nilai-nilai tersebut perlu diangkat ke permukaan agar maknanya dapat diserap oleh masyarakat dan juga dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Sebagai kesusastraan tertua, mantra disebarkan dari mulut ke mulut yang mempunyai struktur pembentuk. Menurut Yusuf (2001:15), salah satu unsur pembentuk struktur mantra, yaitu pola kalimat atau konstruksi kalimat. Pola kalimat pada mantra mencakup bagian pembuka, isi, dan penutup. Artinya terdapat kata-kata khusus yang digunakan untuk membuka dan menutup mantra. Lebih lanjut, Yusuf (2001:1) yang meneliti mantra bahasa Aceh menemukan kalimat bismillahirrahmanirrahim sebagai bagian pembuka mantra dan kalimat lailahaillallah sebagai bagian penutup mantra. Mantra itu biasanya digunakan dalam berbagai kesempatan, menurut Medan yang dikutip dalam Djamaris (2002:11), menjelaskan bahwa “Mantra masih digunakan oleh dukun atau pawang dalam masyarakat Minangkabau, antara lain pada waktu memasang tiang utama pembangunan rumah, pada waktu mengobati orang sakit, pada waktu menangkap harimau, menangkap ikan di laut, menahan hujan bila ada kenduri, pada waktu menyemai benih atau pada waktu memulai menanam padi di sawah. Pada waktu membacakan mantra terdapat aspek-aspek pendukung pembacaan mantra, hal ini sesuai dengan pendapat Soedjijono (1987:91-92), bahwa aspek pendukung pembacaan mantra adalah berikut ini. (a) Waktu pembacaan mantra. (b) Tempat pembacaan mantra. (c) Peristiwa atau kesempatan dalam membacakan mantra. (d) Pelaku yang membawakan mantra. (e) Perlengkapan dalam membawakan mantra. (f) Pakaian dalam membawakan mantra. (g) Cara membawakan mantra. Mantra yang digunakan oleh pawang atau dukun untuk berhubungan dengan kekuatan gaib, bukan hanya kepandaian mengucapkan bunyi mantra, akan tetapi melalui proses atau persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh calon dukun atau pawang tersebut. Menurut Soedjijono (1987:100), untuk memiliki kesaktian gaib dalam rangka memiliki mantra, diperlukan sejumlah laku, yang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu laku sederhana dan laku hidup taprabata. Laku hidup sederhana yang dimaksudkan adalah sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin memiliki kesaktian gaib dalam rangka memiliki mantra. Sifat tersebut, yaitu: setia, sentosa, benar, pintar dan susila. Sedangkan laku hidup tapabrata yaitu persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang calon pawang atau dukun dengan cara mengendalikan hawa nafsu. Mantra pengobatan adalah perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari penyakit. Namun, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, tradisi mantra sudah jarang dipergunakan, bahkan masyarakat modern beranggapan bahwa tradisi mantra sudah kuno, tidak cocok lagi diterapkan dalam masyarakat sekarang. Dengan semakin longgarnya ikatan antara masyarakat modern dengan tradisi lama, maka dikhawatirkan bentuk-bentuk sastra lisan seperti mantra semakin lama semakin tidak diketahui dan tidak digunakan oleh masyarakatnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat pada saat ini, khususnya pada ilmu kesehatan modern mengakibatkan pengobatan tradisional yang disertai dengan mantra-mantra dianggap masyarakat sebagai upaya pengobatan kuno. Hal ini mengakibatkan keberadaan mantra pengobatan ini mengalami kemunduran di tengah-tengah masyarakat pemiliknya. Tidak terkecuali di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya yang merupakan daerah kabupaten baru yang sedang berkembang. Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui beberapa permasalahan tentang mantra yang harus dikaji. Permasalahan itu antara lain adalah (1) asal-usul mantra, (2) aspek religius yang ada pada mantra, (3) persepsi masyarakat terhadap keberadaan mantra, (4) struktur mantra yang menanyakan struktur teks (isi) mantra, (5) aspek pendukung pembacaan mantra, (6) proses pewarisan mantra. Dengan mengangkat permasalahan yang berkaitan dengan mantra akan menambah khasanah budaya yang telah terkubur di dalam masyarakat pemiliknya. Bertolak dari kenyataan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya dan mendeskripsikan aspek pendukung pembacaan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005:4) bahwa penelitian kualitatif adalah seperangkat prosedur penelitian yang menghasilkan data-data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati. Senada dengan pendapat di atas, Lofland (dalam Moleong, 2005:157) menyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu, maka data dalam penelitan ini adalah tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya yang titik fokusnya pada teks mantra dan aspek pendukung pembacaan mantra tuturan ritual mantra pengobatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berikut ini. (1) Observasi ke lapangan untuk mencari informasi tentang informan yang memenuhi syarat sebagai informan dalam penelitian dan untuk mengetahui mantra-mantra pengobatan apa saja yang sampai saat ini masih terdapat di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, serta untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan kepentingan penelitian. (2) Wawancara, dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan sesuai dengan kepentingan penelitian. (3) Rekam, dengan merekam data lisan yang diucapkan oleh informan. (4) Catat, mencatat semua informasi yang telah didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dan rekam tersebut. (5) Verifikasi data, yaitu memisahkan data yang relevan dengan penelitian dan data yang tidak relevan dengan penelitian. Teknik pengabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi. Menurut Moleong (2005:330) teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain. Teknik penganalisisan data dalam penelitian ini berpedoman pada pendapat Semi (1993:31-32), yaitu pada tahap ini dilakukan analisis data, pemberian interpretasi, dan melakukan deskripsi bagian demi bagian yang ditemukan dalam penelitian. Selanjutnya, dirumuskan kesimpulan umum tentang hasil deskripsi data, dan kemudian memaparkan hasil penelitian secara lengkap dalam bentuk tertulis. Berdasarkan pendapat Semi tersebut, maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini. (a) Inventaris data dari beberapa informan melalui teknik observasi, wawancara, dan rekam. (b) Mentranskripsikan data rekam ke dalam data tulis. (c) Mentransliterasikan data ke dalam bahasa Indonesia. (d) Menganalisis mantra berdasarkan aspek yang dikaji. (5) Pemberian interpretasi berdasarkan aspek yang dikaji. PEMBAHASAN Struktur Teks Tuturan Ritual Mantra Pengobatan Pembuka Struktur teks tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya terdiri atas kalimat pembuka, diantaranya pada mantra milik informan pertama dan informan ketiga, namun pada mantra milik informan kedua tidak ditemukan kalimat pembuka mantra. Kalimat pembuka mantra yang ditemukan menggunakan bahasa arab. Pertama, pada mantra milik informan pertama, yaitu menggunakan kalimat a’uzubillahiminasysyaitha nirrajim, bismillahirrahmanirrahim, Asyhadu alla illaha illallah, Wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah , Subhanallah walhamdulillah wala illahaillah, dan Huallahu akbar. Kedua, pada mantra milik informan ketiga menggunakan kalimat bismillahirrahmanirrahim. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa struktur pembuka mantra ada yang menggunakan kosa kata agama dan ada yang tidak. Jika, dikaitkan dengan mantra yang mengandung unsur magic, maka dapat disimpulkan bahwa struktur pembuka mantra menggunakan kosa kata dalam bidang agama Islam yang dimaksudkan untuk memberikan kesan keberkahan dan keyakinan untuk sembuh dari penyakit. Dengan kata lain, unsur mantra telah dipengaruhi oleh kosa kata di bidang agama khususnya agama Islam. Isi Struktur tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya memiliki bagian isi. Pada semua struktur tuturan ritual mantra pengobatan yang dibacakan oleh ketiga informan memiliki bagian isi. Bagian isi menggunakan kalimat bahasa Minangkabau dan bahasa Arab dan pada umumnya setiap isi yang ada di dalam struktur tuturan ritual mantra pengobatan memiliki maksud dan tujuan tertentu. Untuk lebih jelasnya berikut ini. 1) Mantra (do’a) melihat sebab penyakit Alhamdulillahirabbil a’lamin Arrahmaanirrahim Malikiyau middin Iyya kana’budu wa iyya ka nasta’in Ihdi nashshiratal mustakim Shirathallazi na an’amta a’laihim ghairil maghdu bi a’laihim waladhdhaalin Amin Qulhuwallaahu ahad Allahusshamad Lam yalid wa lam yulad Walam yakullahu kufuan ahad Sturktur isi teks mantra di atas merupakan surat yang terdapat dalam kitab suci Alqur’an, yaitu surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Surat Al-Fatihah merupakan surat pertama yang terdapat dalam Al-quran dan merupakan bacaan wajib di dalam shalat. Selanjutnya, surat Al-Ikhlas merupakan surat yang ke-111 di dalam Al-Qur’an. 2) Mantra pengobatan segala penyakit Hai Jibril A’laihi Salam Hai Israil A’laihi Salam Hai Israfil A’laihi Salam Hai Mikail A’laihi Salam Hai Rakib A’laihi Salam Hai Atib A’laihi Salam Hai Kiraman A’laihi Salam Hai Katibin A’laihi Salam Hai Ridwan A’laihi Salam Hai Malik A’laihi Salam Injil yang penuh mukjizat Taurat yang penuh mukjizat Zabur yang penuh mukjizat Furqan yang penuh mukjizat Alqur’an yang penuh mukjizat Liputi dek engkau batang tubuh aku Punyo tawau Allah Yang mambawo tawau Jibril Yang manawauan Muhammad Struktur isi teks mantra di atas ada tiga. Pertama, pada bagian pertama terdapat nama-nama malaikat yang terdapat dalam kepercayaan agama Islam, dan ada dua nama malaikat yang unik, yang baru diketahui, yaitu Kiraman dan Katibin, yang menurut informan adalah pengganti nama malaikat Mungkar dan Nangkir. Kedua, pada bagian kedua terdapat nama-nama kitab suci yang diakui sebagai mukjizat dari Yang Maha Kuasa, yaitu kitab Injil, Taurat, Zabur, dan Al-qur’an, dan ada satu kitab yang disebutkan dalam mantra tersebut, yaitu kitab Furqon yang menurut informan adalah kitab pembeda antara kitab-kitab suci yang ada sebelum kitab Al-quran yang merupakan kitab akhir zaman. Ketiga, pada bagian ketiga merupakan pernyataan tentang yang memberikan kesembuhan adalah Allah (sang Pencipta), sedangkan yang menjadi perantara adalah jibril, dan yang terakhir sebagai pelaksana atau yang melakukan pengobatan diistilahkan dengan nama Muhammad. 3) Mantra pengobatan penyakit mata O, nek nobi Uyub Nobi gughun nobi Uyub Nobi kami nobi Muhammad Kami nak mintak ubek Ubek si anu namo e Maambek e basondi bosi nek O, nek nobi Liye Nobi umpuik nobi Liye Nobi kami nobi Muhammad Kami nak mintak ubek Ubek si anu namo e Maambek e basondi bosi nek O, nek nobi Lilik Nobi akau nobi Lilik Nobi kami nobi Muhammad Kami nak mintak ubek Ubek si anu namo e Maambek e basondi bosi nek Struktur isi mantra di atas, diawali dengan menyeru atau menyapa nama-nama nabi, baik itu nabi Uyub yang merupakan nama nabi untuk gurun; nabi Liye untuk sebutan nabi rumput; dan nabi Lilik untuk sebutan nabi Akar. Selanjutnya, informan menyatakan bahwa nabi ‘kami’ adalah nabi Muhammad yang merupakan nabi akhir zaman. Kemudian, setiap bagian akhir mantra diucapkan pernyataan bahwa mnegambil obat tersebut dengan menggunakan (basandi bosi) pisau dan parang. 4) Mantra pengobatan penyakit kuro Wahai si kuro Mandi di ulak kubangan Mati lu Matilah kuro Mati ditakan ampu jari Aku tau di asal engkau Di katuban darah di asal engkau Struktur isi mantra pengobatan di atas, diawali dengan menyapa nama penyebab penyakit, yaitu si Kuro. Selanjutnya, dinyatakan bahwa penyakit tersebut diobati dengan menekan empu jari dan sumber penyakit tersebut dikembalikan ke asalnya. Jadi, isi dalam mantra ini, yaitu memaparkan penyebab penyakit, mulai dari mana asalnya, dan cara mengobatinya. Penutup Struktur tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya memiliki bagian penutup. Setelah dianalisis struktur mantra yang dibacakan oleh ketiga informan memiliki kalimat penutup. Kalimat penutup yang ditemukan di dalam struktur tuturan ritual mantra pengobatan yang dibacakan oleh ketiga informan adalah Asyhadu alla illaha illallah, Wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah, kun, zat, sifat, oning engkau dalam batang tubuh (bagian mana yang sakit) si Anu (nama orang yang sakit), yo ambeklah, dan yo ambeklah (ya, ambillah) berkat kalimah laillaha illallah. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui tiga hal. Pertama, kalimat penutup pada mantra menggunakan bahasa Arab dan bahasa daerah. Kedua, kalimat penutup pada mantra dengan menyebutkan nama orang yang sedang diobati. Ketiga, terdapat juga pernyatan tersirat bahwa semua hal yang dilakukan dikembalikan kepada Yang Maha Esa. Aspek Pendukung Pembacaan Tuturan Ritual Mantra Pengobatan Waktu Waktu merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam membawakan sebuah mantra. Menurut Soedjijono (1987:93) waktu yang baik untuk membawakan mantra, yaitu pada malam hari, waktu senja atau sore hari, dan waktu pagi hari. Sedangkan menurut Boestami (1985:55) waktu yang baik dalam membawakan mantra adalah petang Jumat, Sabtu, dan Minggu. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang waktu membawakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, yaitu berikut ini. (1) Menurut informan pertama dan ketiga adalah bebas maksudnya boleh pagi, siang, sore, dan malam yang disesuaikan dengan ada tidaknya orang yang mau berobat, begitu juga dengan hari juga tidak ditentukan. (2) Menurut informan kedua adalah pada pagi, siang, dan sore yang disesuaikan dengan ada tidaknya orang yang mau berobat, serta hari tidak ditentukan. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui dua hal. Pertama, mantra milik informan pertama dan ketiga tidak ada ketentuan waktu yang ditentukan, hanya tergantung pada ada tidaknya orang yang berobat. Kedua, mantra milik informan kedua, dibatasi waktunya, yang tidak dilakukan pada malam hari, hal itu dikarenakan mantra dibacakan langung ketika mengambil bahan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, berbeda dengan informan pertama, yang bahan obat-obatannya disediakan oleh orang yang berobat, sedangkan pada informan ketiga hanya mengandalkan empu jari sebagai media untuk mengobati pasien. Tempat Tempat juga menentukan tercapainya efek spiritual yang diinginkan, menurut Soedjijono (1987:94) tempat membawakan mantra diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: (1) tempat bebas, artinya dapat dibaca dimana saja, di dekat objek atau jauh dari objek, (2) tempat khusus, artinya tempat tertentu yang dikhususkan untuk membacakan mantra, baik tempat atau kamar yang sepi maupun tempat-tempat tertentu, seperti di depan pintu atau di halaman rumah, dan (3) di tempat keperluan artinya di tempat di mana mantra dibaca untuk ditujukan pada objek. Selanjutnya, menurut Boestami (1985:94) tempat yang baik dalam membawakan mantra adalah di mesjid dan di lapangan terbuka. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang tempat membawakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah bebas dan di tempat keperluan. Tempat bebas maksudnya tempat dalam membawakan mantra tidak ditentukan dengan maksud bahwa mantra dapat dibaca di mana saja, di dekat objek atau jauh dari objek. Selanjutnya, di tempat keperluan artinya mantra dibaca di tempat orang yang sedang sakit atau langsung ditujukan pada objek yang akan dibacakan mantra. Peristiwa Dalam membawakan mantra diperlukan peristiwa-peristiwa khusus dalam membacakan mantra. Menurut Soedjijono (1987:95) peristiwa atau kesempatan dalam membawakan mantra dibagi menjadi dua, yaitu pada kesempatan menghadapi objek atau mengalami suatu keadaan dan pada kesempatan dalam memulai suatu kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang peristiwa dalam membacakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah pada kesempatan menghadapi objek atau mengalami suatu keadaan dan pada kesempatan dalam memulai suatu kegiatan. Pertama, pada kesempatan menghadapi objek atau mengalami suatu keadaan maksudnya informan membacakan mantra pengobatan apabila penyakit orang yang sakit kambuh, misalnya pada penyakit kemasukan setan. Kedua, pada kesempatan dalam memulai kegiatan maksudnya mantra dibacakan sewaktu akan mengobati orang atau mengambil bahan obat-obatan, dan pada waktu manawauan obat. Pelaku Menurut Soedjijono (1987:95-96) mantra dapat dimiliki secara profesional, artinya hanya boleh dimiliki oleh orang-orang yang profesinya sebagai dukun atau pemilik mantra, tetapi dapat pula dimiliki secara tidak profesional. Pertama, mantra yang dimiliki oleh orang-orang yang profesional, sebagian hidupnya ditumpahkan pada pemilikan dan pengalaman mantranya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang memerlukan bantuannya. Kedua, pemilikan secara tidak profesional dapat dilakukan oleh siapa saja, dengan suatu persyaratan yang tidak terlalu berat dan ketat karena pemilikan semacam itu pada umumnya untuk dirinya sendiri atau untuk pengalaman terbatas. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang pelaku dalam membacakan tutran ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah pelaku profesional. Hal ini dapat diketahui karena informan tidak hanya mengobati dirinya sendiri, akan tetapi juga mengobati orang lain. Perlengkapan Dalam membawakan sebuah mantra diperlukan perlengkapan. Perlengkapan tersebut digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan zat yang bersifat gaib. Menurut Soedjijono (1987:96) perlengkapan dalam membawakan mantra antara lain menggunakan kemenyan, sesaji (semacam korban), dupa, air putih. Selanjutnya, menurut Boestami (1985:61) perlengkapan dalam membawakan mantra adalah kemenyan, colok (obor), tabuh (beduk), tasbih, rebana, pendupaan, baskom, pisau siraut, topal (kitab suci Al-qur’an yang ditulis dengan tulisan tangan), dan bedil. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang perlengkapan dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah berbeda pada setiap informan. Informan pertama menggunakan perlengkapan yang pertama untuk melihat sebab penyakit, yaitu dengan menggunakan tasbih, telur ayam, dan jeruk nipis, yang kedua untuk manawauan bahan obat-obatan yang berasal dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhn yang tergantung kepada jenis penyakit yang akan diobati. Selanjutnya, informan kedua menggunakan perlengkapan berupa parang dan pisau, serta setiap pasien yang akan berobat harus memberikan syarat, yaitu sebuah peniti kepada informan. Pada informan ketiga tidak menggunakan perlengkapan, tetapi hanya mengandalkan ibu jari tangannya. Pakaian Pakaian dalam membawakan mantra juga menentukan terkabulnya atau tidaknya dari sebuah efek mantra. Pada suatu upacara religius ada aturan yang ketat dengan pakaian. Bahkan kaum rohaniawan terkadang telah memiliki kostum khusus seperti biksu, kyai, fastur, sehingga kostum itu merupakan salah satu indikator keterlibatan pemakaian pada bidang rohaniawan atau spiritual. Menurut Soedjijono (1987:98) yang perlu diperhatikan dalam membawa mantra adalah pakaian itu bersih, sopan, dan suci. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang pakaian dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan adalah pakaian itu harus bersih, sopan, dan bagi informan lelaki memakai peci, sedangkan informan perempuan memakai tudung (penutup kepala). Cara Membawakan Mantra Cara dalam membawakan mantra sangat menentukan keberhasilan dari mantra yang dibacakan. Cara membawakan mantra memerlukan perhatian yang khusus, sesuai dengan sistem dan aturan yang ditetapkan. Menurut Soedjijono (1987:99) cara membacakan mantra dapat dilakukan dengan cara: sambil menari, sambil menyanyi, dan sikap-sikap tubuh lain yang dianggap sakral (sikap jari, sikap tangan, dan sikap kaki). Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang cara membawakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah berbeda pada setiap informan. Informan pertama dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan adalah dengan cara duduk dan khusuk. Informan kedua dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan dengan cara berdiri dengan posisi kaki menginjak parang dan pisau di tangan digunakan untuk memotong tumbuh-tumbuhan (bahan obat-obatan), serta membaca tuturan ritual mantra pengobatan sebanyak tiga kali pada setiap bagian struktur mantra. Selanjutnya, informan ketiga dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan dengan cara memasukkan ibu jari kanannya ke dalam mulutnya sampai menyentuh langit-langit atas, baru siap itu diurutkan ibu jarinya ke perut bagian kiri orang yang sakit. PENUTUP Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dari dua aspek, yaitu struktur teks tuturan ritual mantra pengobatan dan aspek pendukung pembacaan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut. Pertama, struktur teks tuturan ritual mantra pengobatan dikaji dari segi pembuka, isi, dan penutup. Pembuka mantra yang ditemukan pada tuturan ritual mantra pengobatan menggunakan kalimat a’uzubillahiminasysyaitha nirrajim, bismillahirrahmanirrahim, Asyhadu alla illaha illallah, Wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah , Subhanallah walhamdulillah wala illahaillah, dan Huallahu akbar, sedangkan pada bagian isi, pada umumnya isi tuturan ritual mantra pengobatan yang ditemukan menggunakan bahasa Minangkabau dan bahasa Arab yang dalam setiap isi mengandung maksud tertentu. Pada bagian penutup, struktur tuturan ritual mantra pengobatan menggunakan kalimat yang berasal dari bahasa Arab dan bahasa Minangkabau, yaitu menggunakan kalimat (1) Asyhadu alla illaha illallah,(2) Wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah, (3) kun, zat, sifat, oning engkau dalam batang tubuh (bagian mana yang sakit) si Anu (nama orang yang sakit), (4) yo ambeklah, (5) dan berkat kalimah laillaha illallah. Kedua, aspek pendukung dalam pembacaan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah sebagai berikut. (1) Waktu dalam membacakan mantra, menurut informan pertama dan ketiga yaitu pagi, siang, sore, dan malam. (2) Tempat membacakan mantra adalah bebas dan ditempat keperluan. Peristiwa dalam membawakan mantra adalah pada kesempatan menghadapi objek dan memulai kegiatan. (3) Pelaku dalam membawakan mantra adalah pemilik profesional. (4) Perlengkapan dalam membawakan mantra adalah bahan-bahan untuk melihat sebab penyakit dan bahan obat-obatan untuk mengobati penyakit, serta parang dan pisau. (5) Pakaian dalam membawakan mantra tidak memiliki kekhasan, namun harus menggunakan pakaian yang bersih, sopan dan bagi informan pertama memakai peci, sedangkan informan kedua dan ketiga memakai tudung (penutup kepala). (6) Cara membawakan mantra oleh masing-masing informan berbeda, yaitu informan pertama dengan cara duduk dengan khusuk, informan kedua dengan cara kaki menginjak parang dan pisau di tangan untuk memotong bahan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan dan mantra dibaca sebanyak tiga kali, sedangkan informan ketiga membaca mantra dengan cara memasukkan ibu jari tangan yang kanan sampai menyentuh langit-langit atas kemudian mengurutkan ibu jari tangan ke perut bagian kiri sampai ke perut bagian bawah pasien. Kepada masyarakat dan pihak penanggungjawab pelestarian kebudayaan dan kepada pemerintah daerah Kenagarian Koto Baru Kecamata Koto Baru Kabupaten Dharmasraya khususnya dan daerah lain pada umumnya agar mengenal sastra nasional, salah satunya adalah mantra, agar generasi berikutnya dapat memelihara dan melestarikan kebudayaan daerah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Boestami, dkk. 1985. Upacara Tradisional yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Rakyat Sumatera Barat. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moleong, Lexi J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Soedjijono, dkk.1987. Struktur dan Isi Mantra Bahasa Jawa di Jawa Timur. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yusuf, Yusri et. al. 2001. Struktur dan Fungsi Mantra Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Bahasa. Zaidan, Abdul Razak. 2004. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

STRUKTUR TEKS DAN ASPEK PENDUKUNG TUTURAN RITUAL MANTRA PENGOBATAN DI KENAGARIAN KOTO BARU KECAMATAN KOTO BARU KABUPATEN DHARMASRAYA

Artikel jurnal ini telah terbit pada JURPIPAS Jurnal Pendidikan Lembaga Penelitian STKIP-YDB Vol IV, No. 1, Januari-Juni 2015 dengan ISSN 2252-7540 STRUKTUR TEKS DAN ASPEK PENDUKUNG TUTURAN RITUAL MANTRA PENGOBATAN DI KENAGARIAN KOTO BARU KECAMATAN KOTO BARU KABUPATEN DHARMASRAYA Endang Wahyuningsi Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Ahlussunnah Bukittinggi Email: endang_wahyuningsi@ymail.com Abstract This study aimed to describe about structure text utterance ritual spell treatment and proponent aspects of reading utterance ritual spell treatment in Koto Baru Village, Koto Baru Subdistrict, Dharmasraya Regency. This research uses qualitative approach with descriptive methods. The informants in this study are three people shamans or charmers who owns and uses spell treatment. Data collected by observation techniques, interview, and recording. This research result shows that structure text utterance ritual spell treatment consist of opening section, content section, and closing section. On proponent aspects of reading utterance ritual spell treatment found (1) time, (2) place, (3) event, (4) doer, (5) equipment, (6) clothes, and (7) rendition of spell. Keyword: text structure, supporting aspect, ritual utterences; spells treatment PENDAHULUAN Sastra lisan yang ada di Minangkabau adalah sastra lisan dalam bentuk puisi rakyat berupa mantra. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamaris (2002:10) bahwa mantra adalah puisi yang tertua dalam sastra Minangkabau dan dalam berbagai bahasa daerah lainnya. Selanjutnya, Zaidan (2004:127), menambahkan bahwa mantra adalah puisi melayu lama yang dianggap mengandung kekuatan gaib, yang biasanya diucapkan oleh pawang atau dukun untuk mempengaruhi kekuatan alam semesta atau binatang. Mantra merupakan aset nasional yang tersimpan dalam kebudayaan daerah yang mencerminkan nilai-nilai budaya. Nilai-nilai tersebut perlu diangkat ke permukaan agar maknanya dapat diserap oleh masyarakat dan juga dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Sebagai kesusastraan tertua, mantra disebarkan dari mulut ke mulut yang mempunyai struktur pembentuk. Menurut Yusuf (2001:15), salah satu unsur pembentuk struktur mantra, yaitu pola kalimat atau konstruksi kalimat. Pola kalimat pada mantra mencakup bagian pembuka, isi, dan penutup. Artinya terdapat kata-kata khusus yang digunakan untuk membuka dan menutup mantra. Lebih lanjut, Yusuf (2001:1) yang meneliti mantra bahasa Aceh menemukan kalimat bismillahirrahmanirrahim sebagai bagian pembuka mantra dan kalimat lailahaillallah sebagai bagian penutup mantra. Mantra itu biasanya digunakan dalam berbagai kesempatan, menurut Medan yang dikutip dalam Djamaris (2002:11), menjelaskan bahwa “Mantra masih digunakan oleh dukun atau pawang dalam masyarakat Minangkabau, antara lain pada waktu memasang tiang utama pembangunan rumah, pada waktu mengobati orang sakit, pada waktu menangkap harimau, menangkap ikan di laut, menahan hujan bila ada kenduri, pada waktu menyemai benih atau pada waktu memulai menanam padi di sawah. Pada waktu membacakan mantra terdapat aspek-aspek pendukung pembacaan mantra, hal ini sesuai dengan pendapat Soedjijono (1987:91-92), bahwa aspek pendukung pembacaan mantra adalah berikut ini. (a) Waktu pembacaan mantra. (b) Tempat pembacaan mantra. (c) Peristiwa atau kesempatan dalam membacakan mantra. (d) Pelaku yang membawakan mantra. (e) Perlengkapan dalam membawakan mantra. (f) Pakaian dalam membawakan mantra. (g) Cara membawakan mantra. Mantra yang digunakan oleh pawang atau dukun untuk berhubungan dengan kekuatan gaib, bukan hanya kepandaian mengucapkan bunyi mantra, akan tetapi melalui proses atau persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh calon dukun atau pawang tersebut. Menurut Soedjijono (1987:100), untuk memiliki kesaktian gaib dalam rangka memiliki mantra, diperlukan sejumlah laku, yang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu laku sederhana dan laku hidup taprabata. Laku hidup sederhana yang dimaksudkan adalah sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin memiliki kesaktian gaib dalam rangka memiliki mantra. Sifat tersebut, yaitu: setia, sentosa, benar, pintar dan susila. Sedangkan laku hidup tapabrata yaitu persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang calon pawang atau dukun dengan cara mengendalikan hawa nafsu. Mantra pengobatan adalah perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari penyakit. Namun, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, tradisi mantra sudah jarang dipergunakan, bahkan masyarakat modern beranggapan bahwa tradisi mantra sudah kuno, tidak cocok lagi diterapkan dalam masyarakat sekarang. Dengan semakin longgarnya ikatan antara masyarakat modern dengan tradisi lama, maka dikhawatirkan bentuk-bentuk sastra lisan seperti mantra semakin lama semakin tidak diketahui dan tidak digunakan oleh masyarakatnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat pada saat ini, khususnya pada ilmu kesehatan modern mengakibatkan pengobatan tradisional yang disertai dengan mantra-mantra dianggap masyarakat sebagai upaya pengobatan kuno. Hal ini mengakibatkan keberadaan mantra pengobatan ini mengalami kemunduran di tengah-tengah masyarakat pemiliknya. Tidak terkecuali di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya yang merupakan daerah kabupaten baru yang sedang berkembang. Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui beberapa permasalahan tentang mantra yang harus dikaji. Permasalahan itu antara lain adalah (1) asal-usul mantra, (2) aspek religius yang ada pada mantra, (3) persepsi masyarakat terhadap keberadaan mantra, (4) struktur mantra yang menanyakan struktur teks (isi) mantra, (5) aspek pendukung pembacaan mantra, (6) proses pewarisan mantra. Dengan mengangkat permasalahan yang berkaitan dengan mantra akan menambah khasanah budaya yang telah terkubur di dalam masyarakat pemiliknya. Bertolak dari kenyataan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya dan mendeskripsikan aspek pendukung pembacaan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005:4) bahwa penelitian kualitatif adalah seperangkat prosedur penelitian yang menghasilkan data-data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati. Senada dengan pendapat di atas, Lofland (dalam Moleong, 2005:157) menyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu, maka data dalam penelitan ini adalah tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya yang titik fokusnya pada teks mantra dan aspek pendukung pembacaan mantra tuturan ritual mantra pengobatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berikut ini. (1) Observasi ke lapangan untuk mencari informasi tentang informan yang memenuhi syarat sebagai informan dalam penelitian dan untuk mengetahui mantra-mantra pengobatan apa saja yang sampai saat ini masih terdapat di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, serta untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan kepentingan penelitian. (2) Wawancara, dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan sesuai dengan kepentingan penelitian. (3) Rekam, dengan merekam data lisan yang diucapkan oleh informan. (4) Catat, mencatat semua informasi yang telah didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dan rekam tersebut. (5) Verifikasi data, yaitu memisahkan data yang relevan dengan penelitian dan data yang tidak relevan dengan penelitian. Teknik pengabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi. Menurut Moleong (2005:330) teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain. Teknik penganalisisan data dalam penelitian ini berpedoman pada pendapat Semi (1993:31-32), yaitu pada tahap ini dilakukan analisis data, pemberian interpretasi, dan melakukan deskripsi bagian demi bagian yang ditemukan dalam penelitian. Selanjutnya, dirumuskan kesimpulan umum tentang hasil deskripsi data, dan kemudian memaparkan hasil penelitian secara lengkap dalam bentuk tertulis. Berdasarkan pendapat Semi tersebut, maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini. (a) Inventaris data dari beberapa informan melalui teknik observasi, wawancara, dan rekam. (b) Mentranskripsikan data rekam ke dalam data tulis. (c) Mentransliterasikan data ke dalam bahasa Indonesia. (d) Menganalisis mantra berdasarkan aspek yang dikaji. (5) Pemberian interpretasi berdasarkan aspek yang dikaji. PEMBAHASAN Struktur Teks Tuturan Ritual Mantra Pengobatan Pembuka Struktur teks tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya terdiri atas kalimat pembuka, diantaranya pada mantra milik informan pertama dan informan ketiga, namun pada mantra milik informan kedua tidak ditemukan kalimat pembuka mantra. Kalimat pembuka mantra yang ditemukan menggunakan bahasa arab. Pertama, pada mantra milik informan pertama, yaitu menggunakan kalimat a’uzubillahiminasysyaitha nirrajim, bismillahirrahmanirrahim, Asyhadu alla illaha illallah, Wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah , Subhanallah walhamdulillah wala illahaillah, dan Huallahu akbar. Kedua, pada mantra milik informan ketiga menggunakan kalimat bismillahirrahmanirrahim. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa struktur pembuka mantra ada yang menggunakan kosa kata agama dan ada yang tidak. Jika, dikaitkan dengan mantra yang mengandung unsur magic, maka dapat disimpulkan bahwa struktur pembuka mantra menggunakan kosa kata dalam bidang agama Islam yang dimaksudkan untuk memberikan kesan keberkahan dan keyakinan untuk sembuh dari penyakit. Dengan kata lain, unsur mantra telah dipengaruhi oleh kosa kata di bidang agama khususnya agama Islam. Isi Struktur tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya memiliki bagian isi. Pada semua struktur tuturan ritual mantra pengobatan yang dibacakan oleh ketiga informan memiliki bagian isi. Bagian isi menggunakan kalimat bahasa Minangkabau dan bahasa Arab dan pada umumnya setiap isi yang ada di dalam struktur tuturan ritual mantra pengobatan memiliki maksud dan tujuan tertentu. Untuk lebih jelasnya berikut ini. Mantra (do’a) melihat sebab penyakit Alhamdulillahirabbil a’lamin Arrahmaanirrahim Malikiyau middin Iyya kana’budu wa iyya ka nasta’in Ihdi nashshiratal mustakim Shirathallazi na an’amta a’laihim ghairil maghdu bi a’laihim waladhdhaalin Amin Qulhuwallaahu ahad Allahusshamad Lam yalid wa lam yulad Walam yakullahu kufuan ahad Sturktur isi teks mantra di atas merupakan surat yang terdapat dalam kitab suci Alqur’an, yaitu surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Surat Al-Fatihah merupakan surat pertama yang terdapat dalam Al-quran dan merupakan bacaan wajib di dalam shalat. Selanjutnya, surat Al-Ikhlas merupakan surat yang ke-111 di dalam Al-Qur’an. Mantra pengobatan segala penyakit Hai Jibril A’laihi Salam Hai Israil A’laihi Salam Hai Israfil A’laihi Salam Hai Mikail A’laihi Salam Hai Rakib A’laihi Salam Hai Atib A’laihi Salam Hai Kiraman A’laihi Salam Hai Katibin A’laihi Salam Hai Ridwan A’laihi Salam Hai Malik A’laihi Salam Injil yang penuh mukjizat Taurat yang penuh mukjizat Zabur yang penuh mukjizat Furqan yang penuh mukjizat Alqur’an yang penuh mukjizat Liputi dek engkau batang tubuh aku Punyo tawau Allah Yang mambawo tawau Jibril Yang manawauan Muhammad Struktur isi teks mantra di atas ada tiga. Pertama, pada bagian pertama terdapat nama-nama malaikat yang terdapat dalam kepercayaan agama Islam, dan ada dua nama malaikat yang unik, yang baru diketahui, yaitu Kiraman dan Katibin, yang menurut informan adalah pengganti nama malaikat Mungkar dan Nangkir. Kedua, pada bagian kedua terdapat nama-nama kitab suci yang diakui sebagai mukjizat dari Yang Maha Kuasa, yaitu kitab Injil, Taurat, Zabur, dan Al-qur’an, dan ada satu kitab yang disebutkan dalam mantra tersebut, yaitu kitab Furqon yang menurut informan adalah kitab pembeda antara kitab-kitab suci yang ada sebelum kitab Al-quran yang merupakan kitab akhir zaman. Ketiga, pada bagian ketiga merupakan pernyataan tentang yang memberikan kesembuhan adalah Allah (sang Pencipta), sedangkan yang menjadi perantara adalah jibril, dan yang terakhir sebagai pelaksana atau yang melakukan pengobatan diistilahkan dengan nama Muhammad. Mantra pengobatan penyakit mata O, nek nobi Uyub Nobi gughun nobi Uyub Nobi kami nobi Muhammad Kami nak mintak ubek Ubek si anu namo e Maambek e basondi bosi nek O, nek nobi Liye Nobi umpuik nobi Liye Nobi kami nobi Muhammad Kami nak mintak ubek Ubek si anu namo e Maambek e basondi bosi nek O, nek nobi Lilik Nobi akau nobi Lilik Nobi kami nobi Muhammad Kami nak mintak ubek Ubek si anu namo e Maambek e basondi bosi nek Struktur isi mantra di atas, diawali dengan menyeru atau menyapa nama-nama nabi, baik itu nabi Uyub yang merupakan nama nabi untuk gurun; nabi Liye untuk sebutan nabi rumput; dan nabi Lilik untuk sebutan nabi Akar. Selanjutnya, informan menyatakan bahwa nabi ‘kami’ adalah nabi Muhammad yang merupakan nabi akhir zaman. Kemudian, setiap bagian akhir mantra diucapkan pernyataan bahwa mnegambil obat tersebut dengan menggunakan (basandi bosi) pisau dan parang. Mantra pengobatan penyakit kuro Wahai si kuro Mandi di ulak kubangan Mati lu Matilah kuro Mati ditakan ampu jari Aku tau di asal engkau Di katuban darah di asal engkau Struktur isi mantra pengobatan di atas, diawali dengan menyapa nama penyebab penyakit, yaitu si Kuro. Selanjutnya, dinyatakan bahwa penyakit tersebut diobati dengan menekan empu jari dan sumber penyakit tersebut dikembalikan ke asalnya. Jadi, isi dalam mantra ini, yaitu memaparkan penyebab penyakit, mulai dari mana asalnya, dan cara mengobatinya. Penutup Struktur tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya memiliki bagian penutup. Setelah dianalisis struktur mantra yang dibacakan oleh ketiga informan memiliki kalimat penutup. Kalimat penutup yang ditemukan di dalam struktur tuturan ritual mantra pengobatan yang dibacakan oleh ketiga informan adalah Asyhadu alla illaha illallah, Wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah, kun, zat, sifat, oning engkau dalam batang tubuh (bagian mana yang sakit) si Anu (nama orang yang sakit), yo ambeklah, dan yo ambeklah (ya, ambillah) berkat kalimah laillaha illallah. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui tiga hal. Pertama, kalimat penutup pada mantra menggunakan bahasa Arab dan bahasa daerah. Kedua, kalimat penutup pada mantra dengan menyebutkan nama orang yang sedang diobati. Ketiga, terdapat juga pernyatan tersirat bahwa semua hal yang dilakukan dikembalikan kepada Yang Maha Esa. Aspek Pendukung Pembacaan Tuturan Ritual Mantra Pengobatan Waktu Waktu merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam membawakan sebuah mantra. Menurut Soedjijono (1987:93) waktu yang baik untuk membawakan mantra, yaitu pada malam hari, waktu senja atau sore hari, dan waktu pagi hari. Sedangkan menurut Boestami (1985:55) waktu yang baik dalam membawakan mantra adalah petang Jumat, Sabtu, dan Minggu. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang waktu membawakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, yaitu berikut ini. (1) Menurut informan pertama dan ketiga adalah bebas maksudnya boleh pagi, siang, sore, dan malam yang disesuaikan dengan ada tidaknya orang yang mau berobat, begitu juga dengan hari juga tidak ditentukan. (2) Menurut informan kedua adalah pada pagi, siang, dan sore yang disesuaikan dengan ada tidaknya orang yang mau berobat, serta hari tidak ditentukan. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui dua hal. Pertama, mantra milik informan pertama dan ketiga tidak ada ketentuan waktu yang ditentukan, hanya tergantung pada ada tidaknya orang yang berobat. Kedua, mantra milik informan kedua, dibatasi waktunya, yang tidak dilakukan pada malam hari, hal itu dikarenakan mantra dibacakan langung ketika mengambil bahan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, berbeda dengan informan pertama, yang bahan obat-obatannya disediakan oleh orang yang berobat, sedangkan pada informan ketiga hanya mengandalkan empu jari sebagai media untuk mengobati pasien. Tempat Tempat juga menentukan tercapainya efek spiritual yang diinginkan, menurut Soedjijono (1987:94) tempat membawakan mantra diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: (1) tempat bebas, artinya dapat dibaca dimana saja, di dekat objek atau jauh dari objek, (2) tempat khusus, artinya tempat tertentu yang dikhususkan untuk membacakan mantra, baik tempat atau kamar yang sepi maupun tempat-tempat tertentu, seperti di depan pintu atau di halaman rumah, dan (3) di tempat keperluan artinya di tempat di mana mantra dibaca untuk ditujukan pada objek. Selanjutnya, menurut Boestami (1985:94) tempat yang baik dalam membawakan mantra adalah di mesjid dan di lapangan terbuka. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang tempat membawakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah bebas dan di tempat keperluan. Tempat bebas maksudnya tempat dalam membawakan mantra tidak ditentukan dengan maksud bahwa mantra dapat dibaca di mana saja, di dekat objek atau jauh dari objek. Selanjutnya, di tempat keperluan artinya mantra dibaca di tempat orang yang sedang sakit atau langsung ditujukan pada objek yang akan dibacakan mantra. Peristiwa Dalam membawakan mantra diperlukan peristiwa-peristiwa khusus dalam membacakan mantra. Menurut Soedjijono (1987:95) peristiwa atau kesempatan dalam membawakan mantra dibagi menjadi dua, yaitu pada kesempatan menghadapi objek atau mengalami suatu keadaan dan pada kesempatan dalam memulai suatu kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang peristiwa dalam membacakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah pada kesempatan menghadapi objek atau mengalami suatu keadaan dan pada kesempatan dalam memulai suatu kegiatan. Pertama, pada kesempatan menghadapi objek atau mengalami suatu keadaan maksudnya informan membacakan mantra pengobatan apabila penyakit orang yang sakit kambuh, misalnya pada penyakit kemasukan setan. Kedua, pada kesempatan dalam memulai kegiatan maksudnya mantra dibacakan sewaktu akan mengobati orang atau mengambil bahan obat-obatan, dan pada waktu manawauan obat. Pelaku Menurut Soedjijono (1987:95-96) mantra dapat dimiliki secara profesional, artinya hanya boleh dimiliki oleh orang-orang yang profesinya sebagai dukun atau pemilik mantra, tetapi dapat pula dimiliki secara tidak profesional. Pertama, mantra yang dimiliki oleh orang-orang yang profesional, sebagian hidupnya ditumpahkan pada pemilikan dan pengalaman mantranya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang memerlukan bantuannya. Kedua, pemilikan secara tidak profesional dapat dilakukan oleh siapa saja, dengan suatu persyaratan yang tidak terlalu berat dan ketat karena pemilikan semacam itu pada umumnya untuk dirinya sendiri atau untuk pengalaman terbatas. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang pelaku dalam membacakan tutran ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah pelaku profesional. Hal ini dapat diketahui karena informan tidak hanya mengobati dirinya sendiri, akan tetapi juga mengobati orang lain. Perlengkapan Dalam membawakan sebuah mantra diperlukan perlengkapan. Perlengkapan tersebut digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan zat yang bersifat gaib. Menurut Soedjijono (1987:96) perlengkapan dalam membawakan mantra antara lain menggunakan kemenyan, sesaji (semacam korban), dupa, air putih. Selanjutnya, menurut Boestami (1985:61) perlengkapan dalam membawakan mantra adalah kemenyan, colok (obor), tabuh (beduk), tasbih, rebana, pendupaan, baskom, pisau siraut, topal (kitab suci Al-qur’an yang ditulis dengan tulisan tangan), dan bedil. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang perlengkapan dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah berbeda pada setiap informan. Informan pertama menggunakan perlengkapan yang pertama untuk melihat sebab penyakit, yaitu dengan menggunakan tasbih, telur ayam, dan jeruk nipis, yang kedua untuk manawauan bahan obat-obatan yang berasal dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhn yang tergantung kepada jenis penyakit yang akan diobati. Selanjutnya, informan kedua menggunakan perlengkapan berupa parang dan pisau, serta setiap pasien yang akan berobat harus memberikan syarat, yaitu sebuah peniti kepada informan. Pada informan ketiga tidak menggunakan perlengkapan, tetapi hanya mengandalkan ibu jari tangannya. Pakaian Pakaian dalam membawakan mantra juga menentukan terkabulnya atau tidaknya dari sebuah efek mantra. Pada suatu upacara religius ada aturan yang ketat dengan pakaian. Bahkan kaum rohaniawan terkadang telah memiliki kostum khusus seperti biksu, kyai, fastur, sehingga kostum itu merupakan salah satu indikator keterlibatan pemakaian pada bidang rohaniawan atau spiritual. Menurut Soedjijono (1987:98) yang perlu diperhatikan dalam membawa mantra adalah pakaian itu bersih, sopan, dan suci. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang pakaian dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan adalah pakaian itu harus bersih, sopan, dan bagi informan lelaki memakai peci, sedangkan informan perempuan memakai tudung (penutup kepala). Cara Membawakan Mantra Cara dalam membawakan mantra sangat menentukan keberhasilan dari mantra yang dibacakan. Cara membawakan mantra memerlukan perhatian yang khusus, sesuai dengan sistem dan aturan yang ditetapkan. Menurut Soedjijono (1987:99) cara membacakan mantra dapat dilakukan dengan cara: sambil menari, sambil menyanyi, dan sikap-sikap tubuh lain yang dianggap sakral (sikap jari, sikap tangan, dan sikap kaki). Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan tentang cara membawakan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah berbeda pada setiap informan. Informan pertama dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan adalah dengan cara duduk dan khusuk. Informan kedua dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan dengan cara berdiri dengan posisi kaki menginjak parang dan pisau di tangan digunakan untuk memotong tumbuh-tumbuhan (bahan obat-obatan), serta membaca tuturan ritual mantra pengobatan sebanyak tiga kali pada setiap bagian struktur mantra. Selanjutnya, informan ketiga dalam membawakan tuturan ritual mantra pengobatan dengan cara memasukkan ibu jari kanannya ke dalam mulutnya sampai menyentuh langit-langit atas, baru siap itu diurutkan ibu jarinya ke perut bagian kiri orang yang sakit. PENUTUP Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dari dua aspek, yaitu struktur teks tuturan ritual mantra pengobatan dan aspek pendukung pembacaan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut. Pertama, struktur teks tuturan ritual mantra pengobatan dikaji dari segi pembuka, isi, dan penutup. Pembuka mantra yang ditemukan pada tuturan ritual mantra pengobatan menggunakan kalimat a’uzubillahiminasysyaitha nirrajim, bismillahirrahmanirrahim, Asyhadu alla illaha illallah, Wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah , Subhanallah walhamdulillah wala illahaillah, dan Huallahu akbar, sedangkan pada bagian isi, pada umumnya isi tuturan ritual mantra pengobatan yang ditemukan menggunakan bahasa Minangkabau dan bahasa Arab yang dalam setiap isi mengandung maksud tertentu. Pada bagian penutup, struktur tuturan ritual mantra pengobatan menggunakan kalimat yang berasal dari bahasa Arab dan bahasa Minangkabau, yaitu menggunakan kalimat (1) Asyhadu alla illaha illallah,(2) Wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah, (3) kun, zat, sifat, oning engkau dalam batang tubuh (bagian mana yang sakit) si Anu (nama orang yang sakit), (4) yo ambeklah, (5) dan berkat kalimah laillaha illallah. Kedua, aspek pendukung dalam pembacaan tuturan ritual mantra pengobatan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya adalah sebagai berikut. (1) Waktu dalam membacakan mantra, menurut informan pertama dan ketiga yaitu pagi, siang, sore, dan malam. (2) Tempat membacakan mantra adalah bebas dan ditempat keperluan. Peristiwa dalam membawakan mantra adalah pada kesempatan menghadapi objek dan memulai kegiatan. (3) Pelaku dalam membawakan mantra adalah pemilik profesional. (4) Perlengkapan dalam membawakan mantra adalah bahan-bahan untuk melihat sebab penyakit dan bahan obat-obatan untuk mengobati penyakit, serta parang dan pisau. (5) Pakaian dalam membawakan mantra tidak memiliki kekhasan, namun harus menggunakan pakaian yang bersih, sopan dan bagi informan pertama memakai peci, sedangkan informan kedua dan ketiga memakai tudung (penutup kepala). (6) Cara membawakan mantra oleh masing-masing informan berbeda, yaitu informan pertama dengan cara duduk dengan khusuk, informan kedua dengan cara kaki menginjak parang dan pisau di tangan untuk memotong bahan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan dan mantra dibaca sebanyak tiga kali, sedangkan informan ketiga membaca mantra dengan cara memasukkan ibu jari tangan yang kanan sampai menyentuh langit-langit atas kemudian mengurutkan ibu jari tangan ke perut bagian kiri sampai ke perut bagian bawah pasien. Kepada masyarakat dan pihak penanggungjawab pelestarian kebudayaan dan kepada pemerintah daerah Kenagarian Koto Baru Kecamata Koto Baru Kabupaten Dharmasraya khususnya dan daerah lain pada umumnya agar mengenal sastra nasional, salah satunya adalah mantra, agar generasi berikutnya dapat memelihara dan melestarikan kebudayaan daerah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Boestami, dkk. 1985. Upacara Tradisional yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Rakyat Sumatera Barat. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moleong, Lexi J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Soedjijono, dkk.1987. Struktur dan Isi Mantra Bahasa Jawa di Jawa Timur. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yusuf, Yusri et. al. 2001. Struktur dan Fungsi Mantra Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Bahasa. Zaidan, Abdul Razak. 2004. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Jurnal Penelitian

STRUKTUR TEKS DAN ASPEK PENDUKUNG TUTURAN RITUAL MANTRA PENGOBATAN DI KENAGARIAN KOTO BARU KECAMATAN KOTO BARU KABUPATEN DHARMASRAYA Endang Wahyuningsi email: endang_wahyuningsi@ymail.com Abstract This study aimed to describe about structure text utterance ritual spell treatment and proponent aspects of reading utterance ritual spell treatment in Koto Baru Village, Koto Baru Subdistrict, Dharmasraya Regency. This research uses qualitative approach with descriptive methods. The informants in this study are three people shamans or charmers who owns and uses spell treatment. Data collected by observation techniques, interview, and recording. This research result shows that structure text utterance ritual spell treatment consist of opening section, content section, and closing section. On proponent aspects of reading utterance ritual spell treatment found (1) time, (2) place, (3) event, (4) doer, (5) equipment, (6) clothes, and (7) rendition of spell. Kata kunci: text structure, supporting aspect, ritual utterences; spells treatment Catatan:Jurnal Ini telah terbit di JURPIPAS Jurnal Pendidikan ISSN 2252-7540