MENULIS
KEMBALI DENGAN BAHASA SENDIRI DONGENG YANG PERNAH DIBACA ATAU DIDENGAR: KAJIAN
TEORETIS, PEMBELAJARAN, DAN PENGUKURANNYA UNTUK KELAS VII SEMESTER 1
Oleh
Endang
Wahyuningsi
A. Kajian Teoretis
Kajian teori yang digunakan untuk
menelaah tentang dongeng ada tiga. Teori tersebut meliputi (a) batasan dongeng,
(b) ciri-ciri dongeng, (c) jenis-jenis dongeng, (d) unsur-unsur instrinsik
dongeng, (e) tujuan adanya dongeng, (f) hal-hal yang diperhatikan dalam
mendongeng.
1.
Batasan
Dongeng
Secara umum, orang mengartikan
dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi, namun
mengandung nilai-nilai pendidikan dan moral. Djamaris (2001:68) mengartikan
dongeng sebagai cerita yang dipercayai tidak pernah terjadi, cerita khayal
semata. Danandjaya (1991:83) berpendapat, “Dongeng adalah cerita pendek
kolektif kesusastraan lisan yang tidak dianggap benar-benar terjadi.”
Berdasarkan pendapat ahli di atas,
disimpulkan bahwa dongeng adalah jenis kesusastraan lama yang berada pada suatu
kolektif berbentuk prosa yang tidak dianggap benar-benar terjadi, namun
mengandung nilai-nilai pendidikan dan mengandung pesan moral.
2.
Ciri-ciri
Dongeng
a. Alur sederhana.
b. Singkat.
c. Tokoh tidak diurai secara rinci.
d. Penceritaan lisan.
e. Pesan dan Tema ditulis dalam cerita.
f. Pendahuluan singkat dan langsung.
3.
Jenis-jenis
Dongeng
Anti Aerne dan Stith Thompson dalam
buku The Types of the Folktale, 1964:19-20
(Danandjaya,1991:86) telah membagi jenis dongeng ke dalam empat golongan, yaitu
sebagai berikut.
a.
Dongeng
binatang
Dongeng binatang adalah dongeng
yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar, seperti binatang menyusui,
burung, binatang melata (reftilia), ikan, dan serangga. Binatang-binatang itu
dalam cerita jenis ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia.
Dalam suatu kebudayaan
binatang-binatang itu biasanya terbatas pada beberapa jenis. Di Eropa (Belanda,
Jerman, dan Inggris) binatang itu adalah rubah (Fok) yang bernama Reinard de Fok. Di Amerika Serikat
binatang itu ada beberapa, tergantung pada pendukungnya, pada orang Negro misalnya,
adalah kelinci yang bernama Brei Rabit,
dan pada orang Indian Amerika (Amerindian) adalah binatang coyote (sejenis anjing hutan), rubah, burung gagak, dan laba-laba.
Di Indonesia binatang itu adalah pelanduk (kancil) dengan nama sang kancil,
atau seekor kera, dan di Filipina adalah kera. Binatang-binatang itu mempunyai
sifat yang cerdik, licik, dan jenaka.
Lawan binatang cerdik adalah
binatang pandir, yang selalu menjadi bulan-bulanan tipu muslihat binatang
cerdik. Di Amerika serikat binatang itu adalah beruang, di Filipina adalah buaya,
dan di Indonesia adalah Harimau. Di dalam dongeng binatang Indonesia, tokoh
yang paling populer adalah Sang Kancil. Tokoh binatang cerdik licik ini dalam
ilmu folklor dan antropologi disebut dengan istilah the trickster atau tokoh penipu. Misalnya, Sang Kancil dan Harimau.
b.
Dongeng
Biasa
Dongeng biasa adalah jenis dongeng
yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka dan duka seseorang. Di
Indonesia dongeng biasa yang paling populer adalah yang bertipe “Cinderella”.
Dongeng biasa yang bertipe Cinderella
ini bersifat universal karena tersebar bukan saja di Indonesia, tetapi juga di
segala penjuru dunia. Ahli folklor terkenal yang pernah meneliti secara
perbandingan dongeng-dongeng bertipe Cinderella yang ada di dunia adalah Marian
R. Cox. Hasil penelitian itu kemudian dituangkan ke dalam bukunya yang berjudul
Cinderella (1893).
Dongeng biasa yang bertipe
Cinderella di Indonesia ada banyak. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur misalnya
adalah dongeng “Ande-ande Lumut”, dan “Si Melati dan Si Kubung”, di Jakarta
“Bawang Putih dan Bawang Merah”, dan di Bali “I Kesuna dan I Bawang.
c.
Lelucon
dan Anekdot
Lelucon dan anekdote adalah
dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan
ketawa bagi yang mendengarnya maupun yang menceritakannya. Walaupun demikian
bagi kolektif atau tokoh tertentu, yang menjadi sasaran dongeng itu, dapat
menimbulkan rasa sakit hati.
Perbedaan lelucon dan anecdot
adalah jika anekdot menyangkut kisah fiktif lucu pribadi seorang tokoh atau
beberapa tokoh, yang benar-benar ada. Maka, lelucon menyangkut kisah fiktif
lucu anggota suatu kolektif, seperti suku bangsa, golongan, bangsa, dan ras.
Jadi, kisah lucu Albert Einstein kita sebut anekdot sedangkan kisah pendek lucu
seorang Batak adalah lelucon.
Menurut Danadjaya (1991:123-124)
lelucon dan anekdot yang ada di Indonesia diklasifikasikan ke dalam tujuh
kategori, yaitu sebagai berikut.
1) Lelucon
dan anekdot agama: tokoh agama; tokoh agama tertentu; ajaran agama tertentu.
2) Lelucon
dan anekdot seks: seks bangsa atau suku bangsa; seks tokoh agama; seks tokoh
angkatan bersenjata; seks tokoh politik; seks orang biasa; seks orang biasa
kanak-kanak, dan lain-lain.
3) Lelucon
dan anekdot bangsa atau suku bangsa: bangsa atau suku bangsa; tokoh tertentu
suatu bangsa atau suku bangsa.
4) Lelucon
dan anekdot politik: tokoh politik; paham
politik tertentu.
5) Lelucon
dan anekdot angkatan bersenjata: tokoh angkatan bersenjata; kesatuan angkatan
bersenjata.
6) Lelucon
dan anekdot seorang profesor: profesor tertentu; profesor pada umumnya.
7) Lelucon
dan anekdot anggota kolektif lainnya.
d.
Dongeng-dongeng
Berumus
Dongeng-dongeng berumus adalah
dongeng-dongeng yang oleh Anti Aerni dan
stith Thompson disebut formula tales (1964:20,
552-553), dan strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng-dongeng berumus mempunyai
beberapa subbentuk, yaitu: dongeng bertimbun banyak (Cumulative Tales), dongeng untuk mempermainkan orang (Catch Tales), dan dongeng yang tidak
mempunyai akhir (Endless Tales) (Brunvand,
1968:117-118).
Dongeng bertimbun banyak, disebut
juga dongeng berantai (Chain Tales),
adalah dongeng yang dibentuk dengan cara menambah keterangan lebih terperinci
pada setiap pengulangan inti cerita. Di Indonesia dongeng semacam ini ada juga,
misalnya lelucon yang bersifat penghinaan suku bangsa lain (ethnic slur) berikut ini.
Alkisah pada suatu hari di suatu lorong
sepi terlihat seekor nyonya lari terbirit-birit ketakutan karena diburu seekor
tikus kecil. Si tikus lari terbirit-birit ketakutan karena diburu oleh seekor
kucing. Si kucing lari terbirit-birit ketakutan karena diburu oleh seorang
Batak. Si orang Batak lari terbirit-birit ketakutan karena diburu oleh seorang
polisi. Dan si polisi lari terbirit-birit ketakutan karena diburu OPSTIB.
Cerita ini menjadi lucu apabila
kita mengetahui bahwa semua tokoh dalam cerita lari karena salah sangka. Si
anjing takut kepada orang Batak karena takut dimakan. Orang Batak takut kepada
polisi karena menurut stereotip penduduk Jakarta banyak tukang copet di Jakarta
berasal dari Tapanuli. Dan polisi takut kepada OPSTIB (Opersi Tertib) karena
rupanya ia ini termasuk yang suka memeras rakyat.
Dongeng untuk mempermainkan orang (cath tales) adalah cerita fiktif yang
diceritakan khusus untuk memperdayai orang karena akan menyebabkan pendengarnya
mengeluarkan pendapat yang bodoh. Bentuknya pun hampir sama dengan teka-teki
untuk memperdayai orang (cath question ).
Bedanya hanya bahwa pada catch tales
selalu dimulai dengan sebuah cerita dan bukan hanya berupa pertanyaan saja.
Pertanyaan diajukan oleh pendengarnya yang bingung. Contohnya dari AS adalah
sebagai berikut.
Seorang menceritakan bahwa sewaktu
mengadakan perjalanan di daerah pedalaman, ia tiba-tiba dikurung oleh orang
Indian. Amerika yang ganas-ganas kelihatannya. Sampai di sini ia berhenti
ceritanya, sehingga membuat pendengarnya tidak sabar dan bertanya, “Apa yang
kau lakukan pada waktu itu?” jawab si pembawa cerita di luar dugaan, “Apa yang
saya lakukan pada waktu itu adalah membeli beberapa lembar selimut kerajinan
tangan mereka yang terkenal bagus itu!” Jawaban ini membuat para pendengarnya
kecewa, karena jawaban yang dikiranya adalah bahwa si pembawa cerita akan
melarikan diri karena berhadapan dengan gerombolan orang Indian yang hendak
mencelakainya bukan gerombolan orang Indian dari daerah reservat yang hendak
menjual hasil kerajinan tangan mereka kepada seorang turis (Brunvand,
1968:117).
Dongeng yang tidak ada akhirnya (endless tales) adalah dongeng yang jika
diteruskan tidak akan sampai pada batas akhir. Contohnya adalah sebagai
berikut.
Pada suatu kali ada seekor semut yang berniat hendak
memindahkan sebukit pasir dari Jakarta Kota ke Tanggerang. Pada hari pertama ia
menggotong sebutir pasir. Dengan lambat sekali, ia melalui jalan Hayam Wuruk, terus
ke Jalan Kemakmuran,....setelah satu bulan, ia baru berhasil membawa sebutir
pasir itu ke Tanggerang. Untuk kembali ke Jakarta Kota, diperlukan waktu satu
bulan lagi. Baru pada bulan ketiga ia dapat mulai mengangkut butir pasir kedua.
Demikianlah dengan susah payah butir pasir itu diangkatnya ke punggungnya dan
mulailah ia berjalan melalui jalan Hayam Wuruk, terus ke jalan kemakmuran......
4. Unsur-unsur Instrinsik Dongeng
a. Tema
merupakan pokok pembicaraan yang mendasari cerita.
b. Plot
atau alur merupakan rangkaian pristiwa yang terjadi dalam cerita.
c. Penokohan
dan perwatakan merupakan para pelaku cerita beserta sifat-sifat yang
dimilikinya.
d. Setting
atau latar merupakan tempat aspek sosial dan alat (tempat, waktu, dan suasana)
terjadinya peristiwa.
e. Amanat
merupakan pesan yang terkandung dalam cerita atau dongeng.
5.
Tujuan
Adanya Dongeng
Menurut
Danandjaya (1991:83), tujuan adanya dongeng yang terutama adalah untuk hiburan,
walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral),
atau bahkan sindiran.
6.
Hal-hal
yang Diperhatikan dalam Mendongeng
a. Sajikan parodi dongeng (kalau ada)
di depan kelas.
b. Jangan lupa perhatikan lafal, suara,
intonasi, dan gerak atau mimik.
c. Gunakan alat bantu seperti boneka,
gambar, dll. yang dapat membuat dongeng lebih menarik.
d. Sajikanlah
semenarik mungkin.
B. Pembelajaran Menulis Kembali dengan Bahasa Sendiri Dongeng
yang pernah dibaca atau didengar
Sesuai dengan tuntutan rumusan Standar
Kompetensi (lazim disingkat SK), pembelajaran “Mengekspresikan pikiran,
perasaan, dan pengalaman, melalui pantun dan dongeng” hal ini dimaksudkan untuk
menumbuh kembangkan Kompetensi Dasar atau disingkat KD siswa kelas VII semester
1 “Menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau
didengar”. Berdasarkan rumusan tersebut, disimpulkan bahwa pembelajaran menulis
kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar
berkaitan dengan jenis tulisan berupa narasi
dan argumentasi.
Narasi merupakan suatu bentuk
pengembangan tulisan yang bersifat menyejarahkan sesuatu berdasarkan
perkembangannya dari waktu ke waktu. Narasi mementingkan urutan kronologis dari
suatu peristiwa, kejadian, atau masalah. Kesatuan tulisan ini terletak pada
urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita yang diatur melalui plot
atau alur. Kegiatan pembelajaran menulis
jenis tulisan narasi adalah untuk mengajarkan siswa dalam menuliskan kembali
dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar secara
kronologis.
Argumentasi merupakan suatu jenis
tulisan eksposisi yang bersifat khusus. Penulisnya berupaya meyakinkan atau
membujuk para pembaca untuk percaya dan menerima apa yang dikemukakannya. Oleh
karena itu, ia selalu memberikan bukti yang objektif dan meyakinkan melalui:
contoh, analogi, sebab-akibat, dan akibat ke sebab. Kegiatan pembelajaran
menulis jenis tulisan argumentasi adalah untuk mengajarkan siswa mengeluarkan
pendapat atau pikirannya tentang unsur instrinsik yang ada di dalam dongeng
yang telah dibaca atau didengar dengan memberikan bukti tentang pendapat yang
dikemukakan melalui argumentasi. Dalam hal ini yang menjadi perhatian dalam
menulis adalah isi gagasan, organisasi isi, gramatika, kosakata, ejaan, dan
tanda baca.
C. Pengukuran Kemampuan Menulis Kembali dengan Bahasa Sendiri Dongeng yang pernah Dibaca
atau Didengar
Pengukuran
kemampuan menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau
didengar tergantung pada tujuan dan jenis pembelajaraan yang dilaksanakan.
Sesuai dengan tuntutan SK dan KD, dirumuskan dua tujuan utama dan dua jenis
pembelajaran menulis. Pertama, Siswa
mampu menentukan unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam dongeng dengan tepat.
Untuk itu jenis pembelajaran menulis yang tepat adalah menulis karangan yang
berbentuk agumentasi. Kedua Siswa
mampu menuliskan kembali dongeng yang telah didengar atau dibaca dengan urutan
kronologis yang tepat. Untuk itu jenis pembelajaran menulis yang tepat adalah
menulis karangan yang berbentuk narasi.
Pengukuran
kemampuan menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau
didengar dapat dilakukan sesuai dengan orientasi pengukuran. Lazimnya,
orientasi pengukuran keterampilan menulis adalah dengan metode langsung dan
metode tidak langsung. Berikut format pengukuran kemampuan menulis dengan
metode langsung dan tidak lngsung.
Format
Pengukuran Kemampuan Menulis dengan Metode Langsung
Indikator
|
Kriteria
(Ukuran)
Penilaian
|
Pedoman
Penilaian
|
a) Isi
gagasan yang dinilai
b) Organisasi
Isi
c) Gramatika
d) Kosakata
e) Ejaan
dan Tanda Baca
|
a)
Ketepatan
b)
Keserasian atau keteraturan
c)
Kecermatan atau ketepatan
d)
Ketepatan
e)
Ketepatan atau kecermatan
|
a) Skala
Penilaian
b) Skala
Penilaian
c) Skala
Penilaian
d) Skala
Penilaian
e) Skala
Penilaian
|
(Abdurrahman dan Elya Ratna, 2003:163)
Format
Pengukuran Kemampuan Menulis dengan Metode Tidak Langsung
Bahan
pelajaran
|
Jenjang
kognitif
|
Jumlah
soal
|
Waktu
persoal
|
Jumlah
waktu
|
bobot
|
skor
|
No.soal
|
Gamatika
|
Aplikasi
|
24
|
2’
|
48’
|
3
|
72
|
1-24
|
Isi Tujuan
|
Sintesi
|
12
|
3’
|
36’
|
4
|
48
|
25-36
|
Ejaan dan
Tanda Baca
|
Aplikasi
|
9
|
1’
|
9’
|
1
|
9
|
37-45
|
Kosakata
|
Aplikasi
|
15
|
1’
|
15’
|
2
|
30
|
46-60
|
WT
|
12’
|
||||||
jumlah
|
120’
|
(Abdurrahman dan Elya Ratna, 2003:164)
Keterangan:
WT adalah waktu tenggang, biasanya digunakan untuk persiapan (mengatur tempat
duduk, membagikan lembaran soal dan jawaban, memberikan petunjuk, mengumpulkan
pekerjaan peserta tes).
Format
Penilaian Tes Kemampuan Menulis
No
|
Nama
Siswa
|
Aspek
yang Dinilai
|
Skala
Penilaian
|
Bobot
|
Skor
|
1.
|
Sahara
|
Isi
Gagasan
|
10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
|
3
|
|
Organisasi
Isi
|
10,
9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
|
2
|
|||
Gramatika
|
10,
9 ,8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
|
3
|
|||
Kosakata
|
10,
9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
|
1
|
|||
Ejaan dan Tanda Baca
|
10,
9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
|
1
|
|||
Jumlah
|
10
|
(Abdurrahman dan Elya Ratna, 2003:168)
KEPUSTAKAAN
Abdurrahman
dan Elya Ratna. 2003. Evaluasi
Pembelajaran Bahasa Sastra Indonesia (Buku ajar). Padang: FBSS.
Anindyarini,
Atika dan Sri Ningsih. 2009. Bahasa
Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Depertemen
Pendidikan Nasional.
Danandjaya,
James. 1991. Folklor Indonesia (Ilmu
Gosip, Dongeng, dan lain-lain). Jakarta: Grafiti.
Djamaris,
Edwar. 2001. Pengantar Sastra Rakyat
Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
http://tamtamyeay.multiply.com/journal/item/9/Penjelasan_tentang_dongeng..ulangn_bahasa_indonesia
Lampiran
CONTOH TES MENULIS KEMBALI DENGAN BAHASA
SENDIRI DONGENG YANG PERNAH DIBACA ATAU DIDENGAR
A. Petunjuk Umum
1.
Kerjakan soal-soal berikut ini dilembar
jawaban yang telah disediakan.
2.
Buat nama, kelas, dan NIS pada lembar
jawaban yang telah disediakan.
B. Soal-soal
1. Tentukanlah
unsur-unsur instrinsik dongeng dibawah ini!
2. Tulislah
kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang ada dibawah ini!
Raja
Burung Parkit
Hidup
bergelimang harta benda dan makanan yang enak-enak, tak selalu menyenangkan.
Demikianlah yang dialami Baginda Raja Burung Parkit.
Pada zaman
dahulu kala, Raja Burung Parkit dan rakyatnya yang tinggal di hutan Aceh hidup
dengan tenteram dan damai. Setiap hari mereka bisa hinggap dari ranting satu
pohon ke pohon lainnya. Mereka juga bisa makan biji-bijian dan buah-buahan yang
bermacam-macam di hutan.
Namun
sayang, kedamaian dan ketenteraman itu
harus terganggu karena pada suatu hari ada pemburu masuk ke hutan itu.
Dia menaruh sangkar besar dan sangkar itu diberi perekat, sehingga
burung-burung yang sudah terperangkap di sana tak bisa terbang lagi. Hampir
semua rakyat di kerajaan burung tertangkap. Mereka terjoblos masuk ke dalam
perangkap itu. Mereka sedih dan panik. Namun Baginda Raja Burung Parkit
berusaha menenangkan rakyatnya.
“Tenanglah
kalian semua. Kalian tak bisa bergerak karena ada perekat yang dipasang
pemburu.”
Baginda
selanjutnya memberitahu ke semua rakyat.
“Nanti
sang pemburu akan melepas perekat di tubuh kita semua. Jika ia mendapati kita
sudah mati, ia akan membuangnya. Karena itu, kalian semua wahai rakyatku, berpura-puralah
mati” seru Baginda.
“Tunggu
sampai hitungan seratus, setelah itu kita semua akan terbang bersama-sama,”
lanjut Sang Raja Burung.
Benarlah,
tak lama kemudian Sang Pemburu datang, lalu memeriksa sangkar. Satu-satu
dibuangnya perekat di tubuh burung-burung itu. Ia kecewa benar karena hampir
semua burung tangkapannya dalam keadaan mati. Malang, ketika hendak
membersihkan burung terakhir, yakni Sang Raja Burung, ia jatuh terpeleset. Hal
ini sangat mengagetkan burung-burung lain. Lalu serempak mereka semua terbang
tinggi. Mereka tak menyadari bahwa raja junjungannya masih tertinggal. Ia pun
ditangkap oleh Si Pemburu.
Sang
Pemburu semula berniat ingin menyembelih burung itu, namun Sang Raja Burung
memohon belas kasihan sambil mengucapkan satu janji.
“Jika aku
kau biarkan hidup, aku akan menghiburmu. Aku akan bernyanyi setiap hari,”
ucapnya.
Sang
Pemburu rupanya tertarik akan tawaran burung itu. Maka ia mengurungkan niatnya.
Seperti janjinya, tiap hari Sang Raja Bernyanyi. Suaranya indah sekali. Keindahan
suara Sang Raja Burung terdengar sampai ke istana. Maka, Raja Manusia memanggil
Si Pemburu.
“Ku dengar
engkau memiliki burung yang kicaunya indah sekali. Benarkah demikian?” tanya
raja.
“Benar,
Tuanku.”
Tak berapa
lama, terdengarlah suara nyanyi Sang Raja Burung. Semua yang hadir terpesona.
Begitu pula sang Raja Manusia. Atas persetujuan pemiliknya, Raja Manusia
kemudian menukar burung itu dengan emas berlian yang banyak jumlahnya.
Selanjutnya
Sang Raja Manusia meletakkan burung itu disangkar emas yang sangat indah dan
besar. Raja Burung Parkit sangat disayangi oleh Raja Manusia. Ia diberi makanan
yang enak-enak. Setip hari Sang Raja Burung tetap bernyanyi untuk sang Raja
Manusia, namun hatinya pilu. Ia rindu pada hutannya yang lebat pohonnya. Ia
juga ingin kembali berkumpul bersama rakyatnya.
Suatu hari
ia menggunakan siasat lama, yakni pura-pura mati. Sang Raja Manusia sedih
sekali ketika mendapati burung kesayangannya itu tiba-tiba mati. Lalu ia
memerintahkan untuk menguburkan burung itu dengan upacara kebesaran.
Ketika
sedang menyiapkan upacara itu, Sang Burung Parkit diletakkan di luar kandang
karena dikira memang sudah benar-benar mati. Tak menyia-nyiakan kesempatan,
saat itu terbanglah Sang raja Burung setinggi-tingginya. Ia lalu menempuh
perjalanan yang jauh untuk sampai ke hutan tempatnya tinggal. Sesampai di sana,
ia disambut rakyatnya dengan penuh suka cita. Mereka kini sudah berkumpul semua
dan bisa kembali menikmati kedamaian bersama.
Sumber:
Cerita Rakyat 33 Provinsi dari Aceh sampai Papua
0 komentar:
Posting Komentar