MAKALAH TANDA BAHASA, HAKIKAT MAKNA, DAN JENIS MAKNA



 
TANDA BAHASA, HAKIKAT MAKNA, DAN JENIS MAKNA
Oleh 
Endang Wahyuningsi
 
BAB I
PENDAHULUAN

A    Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan; makhluk hidup yang selalu berpikir, merasa, mencipta, dan berkarya. Untuk mengkomunikasikan pikiran dan karyanya, manusia membutuhkan sarana atau media. Sarana yang dimaksud adalah bahasa.
Bahasa adalah sarana komunikasi yang mencakup aspek bunyi dan makna. Dalam linguistik aspek bunyi dikaji dalam bidang fonologi, sedangkan makna dikaji dalam bidang semantik dan pragmatik. Namun, pada makalah ini hanya akan membahas bidang semantik dan pragmatik, yaitu tentang aspek tanda bahasa, hakikat makna, dan jenis makna.
Aspek-aspek yang akan dibahas dalam makalah ini didasarkan pada pengembangan wawasan dan pengetahuan tentang materi perkuliahan Semantik dan Pragmatik. Dengan ditulisnya makalah ini akan membantu mahasiswa untuk bisa belajar mandiri dan lebih memahami tentang tanda bahasa, hakikat makna, dan jenis makna.

B    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam makalah ini dinyatakan dalam bentuk pertanyaan, yaitu sebgai berikut.
1.    Apa itu tanda bahasa?
2.    Apa itu hakikat makna?
3.    apa sajakah jenis-jenis makna?

C    Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut.
1.    Memaparkan tentang tanda bahasa.
2.    Memaparkan tentang hakikat makna.
3.    Memaparkan tentang jenis-jenis makna.
BAB II
ISI

A    Tanda Bahasa
Bahasa pada hakikatnya adalah sistem tanda. Karena bahasa adalah sistem tanda, ilmu bahasa (linguistik), dapat digolongkan sebagai cabang dari semeologi atau semiotika. Pada waktu kita berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulis, sebenarnya kita sedang memanfaatkan tanda-tanda bahasa itu untuk menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada orang lain atau berusaha menafsirkan tanda-tanda bahasa yang disampaikan oleh orang lain.
Menurut Saussure (dalam Manaf, 2008:26), tanda linguistik (signe linguistique) mempunyai dua unsur, yaitu (1) yang ditandai (dalam bahasa Prancis siginfie; dalam bahasa Inggris signified) dan (2) yang menandai (dalam bahasa Prancis signifiant; dalam bahasa Inggris signifier). Sesuatu yang ditandai diistilahkan dengan petanda. Sebaliknya, sesuatu yang menandai diistilahkan dengan penanda. Penanda itu berupa bunyi bahasa sedangkan petanda berupa benda, kegiatan, atau keadaan.
Ogden dan Richard (dalam Manaf, 2008: 27) mengkaji tanda bahasa dari tiga sisi, yaitu simbol (symbol), gagasan (thought or reference), dan acuan (referent). Simbol mewakili gagasan yang ada dalam pikiran. Gagasan yang ada dalam pikiran itu merupakan makna dari simbol bahasa. Gagasan mengacu ke acuan atau referen (benda, kegiatan, atau sesuatu yang lain). Contoh, jika ada simbol yang berupa leksem sapi, makna leksem itu adalah gagasan, yaitu “binatang berkaki empat, pemakan rumput, dan yang diperah susunya. Gagasan itu mengacu ke benda (sesuatu) yang sebenarnya, yaitu hewan yang berupa sapi. Jadi tanda bahasa adalah untaian bunyi bahasa yang mewakili objek tertentu.

B    Hakikat Makna
Istilah semantik dalam Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.
Kata semantik sepadan dengan kata semasiologi yang diturunkan dari kata bahasa Yunani semainein yang berarti ‘bermakna’ atau ‘berarti’. Semantik sebagai istilah di dalam ilmu bahasa mempunyai pengertian tertentu. Yang dimaksud istilah semantik adalah penelitian makna kata dalam bahasa tertentu menurut sistem penggolongan. Jadi, semantik adalah cabang lingustik yang bertugas semata-mata meneliti makna kata, bagaimana asal mulanya, bagaimana perkembangannya, dan apa yang menyebabkan terjadi perubahan makna dalam sejarah atau bahasa.
Kridalaksana (1993: 193) dalam kamus linguistik memberikan pengertian semantik, (1) bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna atau wicara; (2) sistem dan penyelidikan makna arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.

C    Jenis- jenis Makna
1.    Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Berdasarkan tempat terbentuknya, tipe makna dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Leksikal tergolong adjektiva yang berarti ‘bersifat leksem’ yang berasal dari leksem (nomina). Leksem adalah satuan bahasa terkecil yang bermakna. Leksem merupakan bahan dasar untuk membentuk kata. Kumpulan leksem berupa leksikon.Jadi, makna leksikal adalah makna yang berdasarkan makna leksem. Dengan kata lain, makna leksikal adalah makna satuan bahasa sesuai dengan acaunnya atau makna satuan bahasa yang belum berubah dari acuannya karena proses gramatikal atau proses asosiatif. Leksem bunga dalam kalimat Adik suka menanam bunga bermakna leksikal karena makna bunga itu sesuai dengan acuannya yang sejati, yaitu ‘tanaman hias’. Sebaliknya, kata bunga dalam kalimat bunga desa itu sudah disunting orang tidak bermakna leksikal karena makna bunga itu sudah tidak sesuai dengan acuannya yang sejati. Dalam kalimat ‘Bunga desa itu sudah disunting orang’kata bunga bermakna ‘gadis tercantik’.
Makna gramatikal adalah makna satuan bahasa yang timbul karena proses gramatikal. Proses gramatikal dapat berada dalam tataran kata atau berada dalam tataran kalimat. Kridalaksana (dalam Manaf, 2008: 62) menjelaskan bahwa ada enam proses morfologis dalam pembentukan kata, yaitu (1) derivasi zero, (2) afiksasi, (3) reduplikasi, (4) abreviasi (pemendekan), (5) komposisi (perpaduan), (6) derivasi balik. Di antara enam proses morfologis itu, yang secara mencolok menimbulkan perubahan makna adalah derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Derivasi zero adalah proses pembentukan kata tanpa mengubah bentuk dasar sedikit pun. Sedangkan proses afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan menambah afiks pada bentuk kata dasar. Afiks yang ditambahkan itu berupa prefiks, sufiks, infiks, imbuhan, gabungan, atau konfiks.

2.    Makna Referensial dan Makna Nonreferensial
Berdasarkan ada tidaknya referen (acuan) suatu satuan bahasa, makna satuan bahasa dapat dikelompokkan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial. Makna referensial adalah makna satuan bahasa sesuai dengan referen (acuan) satuan bahasa itu. Djajasudarma (dalam Manaf, 2008: 65) menyatakan bahwa hubungan referensial adalah hubungan antara satuan bahasa dengan referen atau acuannya yang berupa dunia nyata. Misalnya, kuda mengacu kepada binatang berkaki empat, pemakan rumput, larinya cepat, fungsinya untuk tunggangan atau untuk menarik bendi. Sedangkan makna nonreferensial adalah makna satuan bahasa yang tidak berdasarkan acuan tertentu. Misalnya preposisi, partikel, konjungsi, dan afiks adalah contoh makna nonreferensial. Hal ini disebabkan oleh karena semua preposisi, partikel, konjungsi, dan afiks tidak memiliki acuan.

3.    Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa dalam satuan bahasa, makna dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna satuan bahasa yang sesuai dengan acaunnya tanpa mengandung nilai rasa, baik nilai rasa positif maupun nilai rasa negatif. Dengan kata lain, makna denotatif  makna satuan bahasa sesuai dengan acuannya yang dapat kita amati atau kita rasakan dengan indera kita tanpa disertai dengan nilai rasa positif maupun nilai rasa negatif. Makna konotatif adalah makna satuan bahasa yang didasarkan atas nilai rasa, baik nilai rasa positif maupun nilai rasa negatif. Nilai rasa positif adalah nilai rasa yang mengandung nilai kebaikan, misalnya halus, sopan, bersih, indah, dan lain-lain, sedangkan nilai rasa negatif adalah nilai rasa yang berisi ketidakbaikan. Misalnya, kasar, kurang ajar, kotor, dan lain-lain.

4.    Makna Kias
Makna kias adalah makna satuan bahasa yang berada dibalik makna harfiah. Makna harfiah adalah makna satuan bahasa yang sesuai dengan makna leksikal dan makna gramatikal satuan bahasa itu. Jadi, makna kias adalah makna yang tidak persis sama dengan makna denotasi. Makna kias ini merupakan makna yang terbentuk dari proses perbandingan, perumpamaan atau metafora. Misalnya, perilaku kedua orang itu bagai anjing dengan kucing. Perilaku kedua orang itu dibandingkan dengan perumpamaan yang bermakna selalu bertengkar atau tidak pernah rukun.

5.    Makna Idiomatik
Makna idiomatik adalah makna satuan bahasa yang tidak dapat ditelusuri berdasarkan makna leksikal dan makna gramatikal leksem yang membentuknya.  Untuk mengetahui makna satuan bahasa yang bermakna idiomatik, orang harus menghafal makna satuan bahasa itu sebagaimana pemilik bahasa itu memakainya. Satuan bahasa yang bermakna idiomatik disebut idiom. Contohnya, meja hijau, sapu tangan, dan besar kepala.

6.    Makna kata dan Makna Istilah
Berdasarkan keakuratan makna dan lingkup pemakaiannya, makna dapat dikelompokkan menjadi makna kata dan makna istilah. Makna kata adalah makna satuan bahasa sebagaimana yang diberikan atau yang diketahui oleh orang awam yang biasanya makna itu bersifat umum dan kurang akurat. Sedangkan makna istilah adalah makna yang berlaku di kalangan khusus atau bidang khsusus, yang biasanya mengandung pengertian yang akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik (Edisi Ketiga). Jakarta: Gramedia Purtaka Utama.

Manaf, Ngusman Abdul. 2008. Semantik (Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia). Padang: Sukabina Offset.

PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

PENDEKATAN ALAMIAH DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Oleh
Endang Wahyuningsi



KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan berkahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas “Asas-asas Pembelajaran Bahasa” tepat pada waktunya. Tugas ini merupakan tugas akhir perkuliahan Asas-asas Pembelajaran Bahasa.  
Tugas ini berupa makalah dengan judul “Pendekatan Alamiah dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia” yang terdiri atas tiga bab, yaitu bab I pendahuluan, bab II pembahasan, dan bab III penutup, serta diakhiri dengan daftar rujukan. Tujuan utama dari penulisan tugas ini adalah untuk mengasah kemampuan mahasiswa, mengajarkan mahasiswa mencari sendiri, dan mengaplikasikan pengetahuan, serta pengalaman yang telah ditemukan dari kegiatan penugasan.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga dengan adanya penulisan tugas ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Padang, 17 Desember

Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
  1. Rumusan Masalah
  2. Tujuan Penulisan Makalah
  3. Manfaat Penulisan Makalah

BAB II PEMBAHASAN
  1. Pengertian Pendekatan Alamiah
  2. Ciri-ciri Pendekatan Alamiah
  3. Prinsip-prinsip Pendekatan Alamiah
  4. Jenis Kegiatan Pendekatan Alamiah
  5. Penerapan Pendekatan Alamiah dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan
  2. Saran

DAFTAR RUJUKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu upaya yang disengaja dan direncanakan sedemikian rupa oleh guru sehingga memungkinkan terciptanya suasana dan aktivitas belajar yang kondusif bagi siswa (Jamaluddin, 2003:9). Dengan demikian, guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran di kelas. Salah satu peran guru, yaitu sebagai sumber belajar, dikatakan demikian karena seorang guru harus menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan dalam pembelajaran.
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku pada siswa akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungan melalui proses pengalaman dan latihan (Subana dan Sunarti, 2009:9). Perubahan ini ditandai dengan adanya peningkatan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Selanjutnya, untuk meningkatkan kemampuan siswa diperlukan pendekatan pembelajaran yang cocok diterapkan pada sekelompok siswa.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan (approach) sering dikaitkan dengan metode (method), dan teknik (technique). Semua istilah ini merupakan tiga aspek yang saling berkaitan. Menurut Subana dan Sunarti (2009:19) dalam Longman Dictionary of Applied Linguistics, Richard dkk. mengupas ketiga aspek itu dengan deskripsi sebagai berikut.
Pengajaran bahasa sering dibicarakan dalam tiga aspek yang berkaitan, yakni pendekatan, metode, dan teknik. Teori-teori yang berbeda tentang hakikat bahasa dan cara mengajarkan bahasa (pendekatan) menyiratkan cara yang berbeda dalam mengajarkan bahasa (metode) dan metode yang berbeda memanfaatkan aktivitas kelas yang berbeda (teknik).

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan adalah kunci utama dalam pembelajaran. Selanjutnya, diikuti dengan metode dan yang terakhir adalah teknik yang dilakukan dalam pembelajaran. Pembelajaran bahasa yang sering monoton dan kurang diminati siswa sering membuat kita sebagai guru bertanya-tanya dan membuat kita berpikir apa yang salah?
Sebenarnya yang harus kita benahi, salah satunya adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran akan semakin optimal, jika pendekatan yang digunakan tepat dan cocok bagi siswa. Pembelajaran bahasa pada hakikatnya bukan hanya kegiatan menghapal teori dan mendapatkan nilai yang tinggi. Pembelajaran bahasa yang sebenarnya adalah pembelajaran yang bisa membuat siswa lancar berbahasa baik lisan maupun tulisan dan kita tahu bahwa dalam belajar, siswa akan lebih memahami sesuatu yang baru secara alami sesuai minat siswa. Oleh karena itu makalah tentang “Pendekatan Alamiah dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia” ini perlu untuk ditulis.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.    Apa itu pendekatan alamiah?
2.    Apa ciri-ciri pendekatan alamiah?
3.    Apa prinsip-prinsip pendekatan alamiah?
4.    Apa jenis kegiatan pendekatan alamiah?
5.    Bagaimanakah penerapan pendekatan alamiah dalam pembelajaran bahasa Indonesia?

C.  Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan, yaitu sebagai berikut.
1.    Hakikat pendekatan alamiah.
2.    Ciri-ciri pendekatan alamiah.
3.    Prinsip-prinsip pendekatan alamiah.
4.    Jenis-jenis kegiatan pendekatan alamiah.
5.    Penerapan pendekatan alamiah dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

D.  Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini diharapkan bermanfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Pertama, secara teoretis dapat menguji kebenaran teori yang sudah ada. Kedua, secara praktis dapat digunakan sebagai pedoman bagi guru dalam memahami pendekatan pembelajaran bahasa khususnya pendekatan alamiah.


BAB II
PEMBAHASAN

Bab II ini akan membahas mengenai pendekatan alamiah dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan dengan (1) hakikat pendekatan alamiah, (2) ciri-ciri utama pendekatan alamiah, (3) prinsip-prinsip dasar pendekatan alamiah, (4) jenis kegiatan yang menggunakan pendekatan alamiah, (5) penerapan pendekatan alamiah dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
A.  Hakikat Pendekatan Alamiah
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran (Sanjaya, 2010:127). Salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa adalah pendekatan alamiah. Pendekatan alamiah merupakan salah satu pendekatan dalam pengajaran bahasa yang bertujuan mengembangkan kemampuan pembelajar dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi (Sudiara, 1977:116). Selanjutnya, Iskandarwasih dan Dadang Suhendar (2011:73) berpandangan bahwa “Suatu bahasa lebih banyak bertumpu pada konteks yang alamiah dan bukan pada konteks yang formal. Pendekatan ini juga berpandangan bahwa dalam pembelajaran bahasa yang utama ialah mencapai kompetensi komunikatif”.
Menurut Tarigan (1988:250) pendekatan Alamiah (the Natural Approach) dalam pengajaran bahasa diperkenalkan dan dikembangkan oleh Terrel pada tahun 1977 dan 1982, berdasarkan teori Kharsen mengenai PB2. Premis utama yang dikemukakan oleh Terrel adalah mungkin bagi para siswa dalam suatu situasi kelas belajar berkomunikasi dalam bahasa kedua. Bagi Terrel kompetensi komunikatif atau communicative competence dalam pengertian bahwa:
.... Setiap siswa dapat memahami inti-inti pokok yang dikatakan oleh penutur asli kepadanya dalam situasi komunikasi nyata dan dapat ber-respon sedemikian rupa sehingga penutur asli menginterpretasikan responsi tersebut dengan sedikit atau tanpa upaya dan tanpa kesalahan-kesalahan yang begitu membingungkan sehingga dapat mengganggu komunikasi secara drastis (dalam Tarigan, 1988:250).

Dari pernyataan di atas, dapat disimpukan bahwa pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan alamiah bertujuan  untuk membentuk kecakapan atau kemampuan tingkat menengah atau lanjutan dalam bahasa kedua (bahasa Indonesia) atau paling tidak dalam keterampilan oral.

B.  Ciri-ciri Pendekatan Alamiah
Tarigan dengan mengutip Terrel (1988:251) menjelaskan ciri-ciri utama pendekatan alamiah ini terlihat pada petunjuk-petunjuk praktik kelas, yaitu sebagai berikut.
1.    Distribusi belajar dan kegiatan-kegiatan pemerolehan. Jika memang komunikasi lebih penting daripada bentuk  pada tingkat-tingkat permulaan dan lanjutan dalam pengajaran, maka kegiatan kelas harus direncanakan untuk membangkitkan dan mengembangkan komunikasi. Terrel menyarankan agar seluruh waktu kelas dicurahkan untuk kegiatan-kegiatan komunikasi. Penjelasan dan latihan bentuk-bentuk linguistik harus dilakukan di luar kelas.
2.    Koreksi kesalahan. Menurut Terrel tidak ada fakta yang dapat memperlihatkan bahwa perbaikan atau koreksi kesalahan ujaran atau tuturan itu diperlukan atau sangat bermanfaat bagi pemerolehan bahasa. Sebenarnya, perbaikan-perbaikan serupa itu justru bersifat negatif terhadap motivasi, sikap, dan juga menimbulkan rasa malu, “Sekalipun hal itu dilakukan dalam situasi yang dianggap paling baik”.
3.    Responsi-responsi dalam B1 dan B2. Terrel menyarankan agar pengajaran awal kelas melibatkan kegiatan-kegiatan pemahaman menyimak secara agak ekslusif, dengan responsi-responsi dari para siswa (yang diizinkan) dalam bahasa ibu mereka (atau B1). “Kalau siswa diperbolehkan mengkonsentrasikan seluruh perhatian pada pemahaman dengan mengizinkan responsi-responsi dalam B1, maka dia secara cepat dapat memperluas kemampuan pemahaman menyimaknya ke berbagai ragam topik yang luas dan tetap dapat menyenangkan dalam proses komunikasi”. Tentu saja pemahaman menyimak akan mengambil bentuk “masukan yang terpahami” seperti yang dimaksud oleh Kreshen. Pertama sekali, ujaran yang disederhanakan atau pembicaraan orang asing atau foreign talk wajarlah dipakai. Ciri-ciri utama tipe ini adalah sebagai berikut.
a.    Kecepatan yang agak lebih lambat dengan artikulasi atau pengucapan yang jelas, pengurangan kontraksi-kontraksi jeda yang lebih lama dan volume tambahan.
b.    Memberi batasan-batasan melalui penggunaan penjelasan parafrase, gerak-gerik, dan gambar.
c.    Penyederhanaan sintaksis melalui penggunaan proposisi-proposisi yang sederhana dan redudansi atau pleonasme.
d.   Penggunaan teknik-teknik wacana, seperti pertanyaan-pertanyaan ya atau tidak, pertanyaan-pertanyaan atau atau ataupun, dan ketentuan jawaban yang mungkin diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut (Tarigan (1988: 251-252) dengan mengutip Terrel).
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan alamiah memiliki ciri-ciri, yaitu pembelajaran bersifat komunikatif, koreksi kesalahan bukan solusi yang tepat, dan merespon ujaran dalam B1 dan B2.

C.  Prinsip-prinsip Dasar Pendekatan Alamiah
Terrel (dalam Tarigan, 1988:252) merangkumkan prinsip-prinsip dasar pendekatan alamiah yaitu, sebagai berikut.
1.    Tujuan pengajaran bahasa permulaan adalah kompetensi komunikatif langsung, bukan kesempurnaan gramatikal.
2.    Pengajaran harus diarahkan untuk memodifikasi serta meningkatkan tata bahasa para siswa, bukan membangun satu kaidah pada suatu waktu.
3.    Para siswa harus diberi kesempatan memperoleh bahasa, bukan memaksanya untuk mempelajarinya.
4.    Faktor-faktor efektif yang terutama dipaksakan beroperasi dalam pembelajaran, bukan faktor-faktor kognitif.
5.    Belajar kosakata merupaka kunci bagi pemahaman dan produksi ujaran. Dengan kosakata yang cukup banyak siswa dapat memahami dan berbicara mengenai berbagai hal dalam bahasa kedua sekalipun pengetahuannya mengenai struktur bagi semua tujuan praktis masih kosong.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip pendekatan alamiah, yaitu (1) siswa diharapkan bisa berkomunikasi langsung, (2) pengajaran diarahkan untuk meningkatkan penguasaan tata bahasa siswa, (3) memberikan kepada siswa kesempatan memperoleh bahasa, (4) meningkatkan keefektifan siswa dalam berbahasa, (5) siswa dianjurkan menguasai berbagai kosakata agar mudah memahami dan berbicara mengenai berbagai hal dalam Indonesia.

D.  Jenis Kegiatan yang Menggunakan Pendekatan Alamiah
Ada tiga jenis kegiatan yang mendominasi pelajaran di kelas yang menggunakan pendekatan alamiah ini, ketiganya sudah dikontekstualisasikan, dan dipersonalkan dengan baik dan seksama. Ketiga kegiatan pemerolehan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.    Kegiatan pemahaman (praproduksi), yang terdiri dari praktek atau latihan pemahaman menyimak, tanpa tuntutan bagi para siswa untuk berbicara dalam bahasa sasaran. Pemahaman diperoleh dengan penerkaan atau perkiraan kontekstual, teknik-teknik RFT, penggunaan gerak-gerik dan sarana visual, dan data yang dikumpulkan dari masukan siswa menurut ukuran tertentu. Sebuah teknik yang dipakai oleh Terrel dalam kelas-kelas permulaan adalah pemerian para siswa dalam kelas yang berkaitan dengan warna rambut, pakaian, tinggi badan, dan ciri-ciri fisik lainnya. Para siswa disuruh berdiri pada saat diperikan atau pertanyaan diajukan sehingga para siswa yang bersangkutan dikenali oleh siswa lainnya di dalam kelas itu. Fase pengajaran praproduksi atau pemahaman ini berakhir setelah berlangsung selama kira-kira empat sampai lima jam kuliah bagi para mahasiswa perguruan tinggi, tetapi dapat berlangsung selama beberapa bulan bagi siswa yang lebih muda.
2.    Produksi ujaran awal akan terjadinya apabila para siswa memiliki pengenalan kosakata sebanyak kira-kira 500 kata. Kegiatan-kegiatan produksi mulai dengan berbagai pertanyaan yang hanya menuntut jawaban satu kata atau pertanyaan yang menuntut jawaban pilihan. Tipe produksi ini sejalan dan sejajar dengan kemampuan anak-anak kecil yang mulai berbicara dalam ucapan-ucapan satu kata (holofrastik). Kegiatan produksi lain adalah yang berupa responsi “melengkapi kalimat” di sini diajukan pertanyaan yang telah ditentukan dan jawabannya telah disediakan, terkecuali sebuah kata yang harus dibuat atau dilengkapi oleh para siswa.
3.    Kemunculan ujaran (timbul tuturan) terjadi setelah fase produksi ujaran awal dan didorong melalui penggunaan permainan, kegiatan afektif humanistik, dan kegiatan-kegiatan informasi dan pemecahan masalah. Selama berlangsungnya semua kegiataan ini guru haruslah bertindak dengan sangat hati-hati untuk tidak mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para siswa karena secara potensial tindakan tersebut sangat merugikan bagi perkembangan ujaran para siswa (Tarigan, 1988:253).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis kegiatan pendekatan alamiah, yaitu (1) kegiatan pemahaman, pada kegiatan ini siswa diajarkan bahasa Indonesia mengenai sesuatu yang ada pada diri siswa atau yang berkaitan dengan diri siswa, hal ini dilakukan agar siswa memahami pembelajaran bahasa dan menguasai berbagai bahasa kedua, (2) produksi ujaran dilakukan setelah siswa mengenal minimal 500 kata dan kegiatan berbahasa dimulai dengan hal yang terkecil, misalnya melengkapi jawaban pertanyaan yang terdiri dari satu kata atau dua kata, (3) setelah produksi ujaran terjadi, hendaknya seorang guru meminimalkan teguran atau koreksian mengenai kesalahan ujaran yang diproduksi siswa, hal ini dilakukan agar siswa tidak malu dan tetap percaya diri untuk mengucapkan kata atau kalimat yang diketahuinya.

E.  Penerapan Pendekatan Alamiah dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Penerapan pendekatan alamiah dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya bertujuan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa sasaran. Untuk mencapai tujuan pendekatan alamiah tersebut, kita bisa menggunakan berbagai teknik, seperti: teknik gerak, teknik demonstrasi, teknik permainan kata, teknik tanya jawab, dan lain-lain. Semua teknik itu dipergunakan dalam berbagai kegiatan sehari-hari yang membantu siswa memperoleh kosa kata dan ungkapan-ungkapan.
Kegiatan-kegiatan pembelajaran bahasa kedua dibagi dalam tiga tingkat, yaitu (1) tingkat pemahaman, (2) tingkat produksi permulaan, dan (3) tingkat produksi lanjutan (Sudira, 1997:121 dengan mengutip Emzir). Untuk lebih jelas lihat uraian berikut ini.
1.    Tingkat Pemahaman
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, pada tingkat pemahaman, kegiatan-kegiatan pembelajaran bahasa yang dilaksanakan harus meliputi pelatihan-pelatihan yang intensif dalam kegiatan menyimak, dengan syarat yang tidak menuntut pembelajar berbicara dalam bahasa kedua. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik respon gerak total, teknik demonstrasi, dan teknik mempergunakan media visual (Sudira, 1997:122). Uraian lebih lanjut, yaitu sebagai berikut.
a.    Teknik Respon Gerak Total
Dalam teknik ini, guru melakukan beberapa kegiatan, seperti kegiatan mengabsen siswa, dari kegiatan ini, secara tidak langsung siswa menjawab dengan kata “hadir” disertai gerak mengacungkan jari telunjuk ke atas. Contoh lainnya, ketika guru menugaskan siswa menutup pintu kelas, dari kegiatan ini siswa mengatakan, “Baik Pak atau Bu” sambil berdiri dan menutup pintu kelas. Dengan demikian, teknik ini mengajarkan siswa berbahasa sekaligus bertindak dari ujaran yang diucapkan.
b.    Teknik Demonstrasi
Teknik demonstrasi adalah cara penyampaian materi pembelajaran dengan memperagakan atau menunjukkan kepada pembelajar tentang sesuatu proses, situasi, atau benda yang sedang dipelajari, baik sebenarnya maupun tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Dalam teknik ini guru bisa menyuruh siswa mengulang nama atau kata yang terdapat dalam materi pembelajaran sampai siswa memahami dan bisa menyebutkan kembali nama atau kata tersebut.
c.    Teknik Mempergunakan Media Visual
Menurut Sanjaya (2010:172), media visual merupakan media yang hanya dapat dilihat saja dan tidak mengandung unsur suara. Dalam hal ini guru dapat memanfaatkan beberapa media, seperti lukisan, gambar, film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya. Tingkat pemahaman ini, untuk orang dewasa berlangsung dalam waktu singkat, sedangkan untuk anak-anak  dapat dilakukan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.

2.    Tingkat Produksi Permulaan
Berdasarkan pendapat Tarigan (1988:253), produksi ujaran awal akan terjadi apabila para siswa memiliki pengenalan kosakata sebanyak kira-kira 500 kata. Kegiatan-kegiatan produksi dimulai dengan berbagai pertanyaan yang hanya menuntut jawaban satu kata atau pertanyaan yang menuntut jawaban pilihan. Pada tingkat ini, pembelajar didorong untuk berbicara dalam bahasa sasaran dalam bentuk yang paling sederhana dan paling mudah. Hal ini dapat dimulai dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut pembelajar menjawab dengan “ya” atau “tidak” atau dengan pertanyaan “apakah”, “siapakah”, “dengan siapa”, dan sebagainya. Pada tingkat ini, guru dapat menggunakan media visual, seperti bagan, peta, lagu-lagu pendek, iklan, dan sebagainya.
3.    Tingkat Produksi Lanjut
Tingkat produksi lanjut pada hakikatnya merupakan lanjutan dari tingkat produksi permulaan. Pada tingkat ini, mulai dilakukan berbagai kegiatan permainan bahasa dan kegiatan-kegiatan sosial, seperti mengadakan kunjungan ke tempat-tempat atau orang-orang tertentu  yang mempergunakan bahasa sasaran sebagai  alat komunikasi. Selama, mengikuti kegiatan pada tingkat ini, siswa tidak diperbolehkan melakukan penerjemahan. Penggunaan kosakata  bahasa sasaran berlangsung  dengan  menghubungkan kata dengan maknanya secara langsung.

  
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab II, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1.    Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan alamiah bertujuan  untuk membentuk kecakapan atau kemampuan tingkat menengah atau lanjutan dalam bahasa kedua (bahasa Indonesia) atau paling tidak dalam keterampilan oral.
2.    Ciri-ciri pendekatan alamiah, yaitu (1) pembelajaran bersifat komunikatif; (2) koreksi kesalahan bukan solusi yang tepat; (3) merespon ujaran dalam B1 dan B2.
3.    Prinsip-prinsip pendekatan alamiah, yaitu (1) siswa diharapkan bisa berkomunikasi langsung, (2) pengajaran diarahkan untuk meningkatkan penguasaan tata bahasa siswa, (3) memberikan kepada siswa kesempatan memperoleh bahasa, (4) meningkatkan keefektifan siswa dalam berbahasa, (5) siswa dianjurkan menguasai berbagai kosakata agar mudah memahami dan berbicara mengenai berbagai hal dalam bahasa Indonesia.
4.    Jenis kegiatan pendekatan alamiah, yaitu (1) kegiatan pemahaman, pada kegiatan ini siswa diajarkan bahasa Indonesia mengenai sesuatu yang ada pada diri siswa atau yang berkaitan dengan diri siswa, hal ini dilakukan agar siswa memahami pembelajaran bahasa dan menguasai berbagai bahasa kedua, (2) produksi ujaran dilakukan setelah siswa mengenal minimal 500 kata dan kegiatan berbahasa dimulai dengan hal yang terkecil, misalnya melengkapi jawaban pertanyaan yang terdiri dari satu kata atau dua kata, (3) setelah produksi ujaran terjadi, hendaknya seorang guru meminimalkan teguran atau koreksian mengenai kesalahan ujaran yang diproduksi siswa, hal ini dilakukan agar siswa tidak malu dan tetap percaya diri untuk mengucapkan kata atau kalimat yang diketahuinya.
5.    Penerapan pendekatan alamiah dalam pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan mengembangkan  kemampuan berkomunikasi dengan mempergunakan berbagai teknik, diantaranya teknik respon fisik total, teknik demonstrasi, dan teknik mempergunakan media visual.

B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dalam makalah ini, yaitu seorang guru harus mengetahui dan memahami berbagai pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran, salah satunya adalah pendekatan alamiah. Selanjutnya, setelah pemilihan pendekatan, seorang guru harus memilih teknik yang tepat yang menunjang dalam kegiatan pembelajaran agar pembelajaran membuahkan hasil yang optimal.


DAFTAR RUJUKAN

Iskandarwasih dan Dadang Suhendar. 2011. Stategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:  Remaja Rosdakarya.

Jamaluddin. 2003. Problematika Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Adicita Karya Nusantara.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Subana dan Sunarti. 2009. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai Pendekatan, Metode, Teknik, dan Media Pengajaran. Bandung: Pustaka Setia.

Sudira, Nyoman Seloka. 1997. “Pendekatan alamiah dalam Pengajaran Bahasa Kedua” (Jurnal Online No. 4 TH XXX Juli 1997). Singaraja: Aneka Widya STKIP.

Tarigan, Hendri Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Jakarta: Depdikbud.