Pengajaran Bahasa 2




 
FAKTOR KONTEKSTUAL KEMAHIRAN BAHASA KEDUA
Bahan 5








Oleh
Endang Wahyuningsi









KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis ucapkan  kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan berkahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas “Asas-asas Pembelajaran Bahasa” tepat pada waktunya. Tugas ini merupakan tugas kedua perkuliahan Asas-asas Pembelajaran Bahasa.  
Tugas  ini terdiri atas pendahuluan, ringkasan bahan, aplikasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia, refleksi berdasarkan pengalaman, dan diakhiri dengan daftar pustaka. Tujuan utama dari penulisan tugas ini adalah untuk mengasah kemampuan mahasiswa dan mengajarkan mahasiswa mencari sendiri dan mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang telah ditemukan dari kegiatan penugasan.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga dengan adanya penulisan tugas ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Padang, 14 Oktober 2012

                                                                        Penulis



















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
A.  Pendahuluan......................................................................................................   1
B.  Ringkasan Bahan...............................................................................................   1
C.  Aplikasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia...............................................   5
D.  Refleksi Berdasarkan Pengalaman.....................................................................  7
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN







A.  Pendahuluan
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan; makhluk hidup yang selalu berpikir, merasa, mencipta, dan berkarya. Untuk mengkomunikasikan pikiran dan karyanya, manusia membutuhkan sarana atau media. Sarana yang dimaksud adalah bahasa.
Penguasaan seseorang terhadap suatu bahasa (bahasa pertama dan bahasa kedua) akan dipengaruhi oleh metodologi pengajaran dan faktor kontekstual. Faktor kontekstual meliputi individu, sosial, dan masyarakat. Faktor-faktor kontekstual ini dipandang dari perspektif bahasa, pelajar, dan proses belajar. Untuk lebih memahami hal ini, maka makalah ini disusun.

B.  Ringkasan Bahan
Faktor Kontekstual Kemahiran Bahasa Kedua
oleh
Aida Walqui, West Ed, San Francisco, California

            Sementara banyak diskusi tentang belajar bahasa kedua, fokus pada metodologi pengajaran dan sedikit penekanan pada faktor kontekstual, individu, sosial, dan masyarakat yang mempengaruhi belajar siswa. Faktor-faktor kontekstual yang akan dibahas dipertimbangkan dari perspektif bahasa, pelajar, dan proses belajar. Berikut penjelasan lebih lanjut.
1.    Bahasa
Faktor-faktor yang berhubungan dengan bahasa pertama dan bahasa kedua siswa adalah jarak linguistik antara kedua bahasa, tingkat kemahiran siswa dalam bahasa asli, pengetahuan mereka tentang bahasa kedua, dialek bahasa asli yang diucapkan siswa, status relatif bahasa siswa dalam masyarakat, dan sikap sosial siswa terhadap bahasa asli. Berikut penjelasan lebih lanjut.

a.    Jarak bahasa
Bahasa tertentu dapat menjadi lebih atau kurang sulit dipelajari, hal ini tergantung pada seberapa berbeda atau sama dengan bahasa yang dikuasai siswa. Misalnya, pada bahasa pertahanan Institute di Monterey, California, bahasa ditempatkan dalam empat ketegori tergantung pada kesulitan rata-rata mereka belajar dari perspektif penutur asli bahasa Inggris. Kursus dasar bahasa yang intensif, yang membawa siswa untuk tingkat menengah, bisa selama 24 minggu untuk bahasa seperti Belanda atau Spanyol, yang Indo Bahasa Eropa dan menggunakan sistem penulisan yang sama seperti bahasa Inggris, atau selama 65 minggu untuk bahasa seperti bahasa Arab, Korea, atau Vietnam yang merupakan anggota dari keluarga bahasa lain dan sistem penulisan yang berbeda.

b.   Kemahiran Berbahasa Asli
Tingkat kemahiran siswa dalam bahasa asli, tidak hanya bahasa lisan, keaksaraan, tetapi juga pengembangan metalinguistik, pelatihan formal dan akademis, penggunaan fitur bahasa, dan pengetahuan tentang retorika, dan variasi genre dan gaya. Hal tersebut mempengaruhi kemahiran bahasa kedua karena semakin canggih akademis atau pengetahuan dan kemampuan siswa dalam bahasa asli atau bahasa ibu, maka siswa semakin mudah untuk belajar bahasa kedua.

c.    Pengetahuan tentang Bahasa Kedua
Pengetahuan awal siswa terhadap bahasa kedua merupakan faktor yang signifikan bagi mereka saat belajar bahasa kedua.

d.   Dialek dan Tingkat Nada
Perbedaan dialek dan tingkatan nada pada siswa dipengaruhi oleh lingkungan dan masyarakat tutur, hal ini mengakibatkan pola berpidato siswa juga berbeda.

e.    Status Bahasa
Status bahasa dipertimbangkan dari etnis, kultur, dialek dan tingkatan nada dari bahasa dan hubungan antara kedua bahasa. Misalnya, siswa yang memiliki status bahasa rendah mungkin merasa mereka harus menyerahkan latar belakang bahasa dan budaya untuk bergabung dengan masyarakat yang lebih bergengsi terkait dengan bahasa kedua.


 
f.     Sikap Bahasa
Sangat penting bahwa guru dan siswa memeriksa dan memahami sikap bahasa. Secara khusus, mereka perlu memahami bahwa belajar bahasa kedua tidak perlu menyerahkan bahasa pertama atau dialek pertama. Sebaliknya, hal itu akan menambahkan bahasa baru atau dialek baru untuk penambahan kosakata seseorang.

2.    Pelajar
Pelajar atau siswa berasal dari berbagai latar belakang, maka faktor-faktor kontekstual yang berkaitan dengan pelajar, yaitu beragam kebutuhan, beragam tujuan, kelompok teman sebaya, peran model, dan tingkat dukungan rumah. Faktor-faktor tersebut sangat dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan siswa untuk belajar bahasa kedua. Berikut penjelasan lebih lanjut.

a.    Beragam Kebutuhan
Beragam kebutuhan siswa dalam belajar bahasa kedua harus diimbangi guru dengan kurikulum, pendekatan, dan bahan ajar yang berbeda namun tujuannya sama, yaitu untuk memudahkan siswa memahami pelajaran.

b.   Beragam Tujuan
Tujuan siswa dapat bervariasi dari integratif sepenuhnya, keinginan untuk mengasimilasi, dan menjadi anggota penuh dari dunia berbahasa Inggris terutama untuk berperan-berorientasi pada tujuan tertentu seperti keberhasilan akademis atau profesional (Gardner,1989).

c.    Kelompok Teman Sebaya
Remaja sangat cenderung dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya. Dalam belajar bahasa kedua tekanan teman sebaya sering merusak tujuan yang ditetapkan oleh orang tua dan guru. Tekanan teman sebaya sering mengurangi keinginan siswa untuk belajar ke arah pengucapan asli karena suatu pengucapan bahasa dapat dianggap aneh. Untuk itu penting menjaga pengaruh teman sebaya dalam pikiran dan untuk menciptakan citra positif untuk kemahiran dalam bahasa kedua.

d.   Peran Model
Siswa perlu memiliki peran model positif dan realistis yang menunjukkan nilai menjadi mahir dalam lebih dari satu bahasa. Hal ini juga berguna untuk membaca literatur tentang pengalaman pribadi dari orang-orang yang beragam bahasa dan latar belakang dialek. Melalui diskusi dari tantangan yang dialami oleh orang lain, siswa dapat mengembangkan dan lebih baik memahami tantangan mereka sendiri.

e.    Dukungan Rumah
Dukungan dari rumah sangat penting bagi pembelajaran bahasa kedua yang sukses. Beberapa pendidik percaya bahwa orang tua dari pelajar bahasa Inggris harus berbicara hanya bahasa Inggris di rumah (lihat, misalnya, rekomendasi yang dibuat dalam Rodriguez, 1982). Namun, jauh lebih penting daripada berbicara bahasa Inggris adalah bahwa orang tua menghargai baik bahasa asli atau bahasa ibu dan bahasa Inggris, berkomunikasi dengan anak-anak mereka dengan bahasa yang paling nyaman, dan menunjukkan dukungan dan minat dalam kemajuan anak-anak mereka.

3.    Proses Belajar
Ketika kita berpikir tentang pengembangan bahasa kedua sebagai proses pembelajaran, kita perlu mengingat bahwa siswa yang berbeda memiliki gaya belajar yang berbeda, motivasi belajar, dan kualitas interaksi dalam kelas. Berikut penjelasan lebih lanjut.

a.    Gaya Belajar
Penelitian telah menunjukkan bahwa individu sangat bervariasi dalam cara mereka belajar bahasa kedua (Skehan, 1989). Misalnya beberapa siswa lebih berorientasi analitis dan berkembang pada memilih selain kata-kata dan kalimat, ada juga yang berorientasi menyeluruh, perlu pengalaman keseluruhan pola bahasa dalam konteks yang bermakna sebelum membuat bagian linguistik dan bentuk, dan ada beberapa siswa lebih berorientasi visual, dan yang lain lebih diarahkan pada suara.

b.   Motivasi
Menurut Deci dan Ryan (1985), motivasi instrinsik berkaitan dengan kebutuhan kompetensi dasar manusia dan keterkaitan otonomi. Kegiatan dalam motivasi adalah pelajar terlibat dalam kepentingan mereka sendiri karena niat, minat, dan tantangan mereka. Kegiatan-kegiatan tersebut menyajikan peluang terbaik untuk belajar.

c.    Interaksi dalam Kelas
Pembelajaran bahasa tidak terjadi karena proses menghapal, akan tetapi pembelajaran bahasa terjadi melalui interaksi menggunakan bahasa kedua di dalam kelas. Sehingga metode ceramah dan pengajian bukanlah metode yang tepat dalam pembelajaran bahasa kedua. Guru perlu bergerak ke arah penggunaan bahasa kedua yang lebih kaya interaksi, seperti yang ditemukan dalam percakapan intruksional (Tharp dan Gallimore, 1988) dan kolaboratif kelas kerja (Adger, Kalyanpur, Peterson, dan Bridger, 1995).

4.    Kesimpulan
Artikel ini difokuskan pada proses kemahiran bahasa kedua dari perspektif bahasa, pelajar, dan proses belajar. Namun, penting juga untuk menunjukkan bahwa konteks sosial dan budaya lebih besar dalam mempengaruhi pengembangan bahasa kedua dan memiliki dampak luar biasa pada pembelajaran bahasa kedua, terutama bagi siswa imigran. Status kelompok etnis siswa itu dalam kaitannya dengan budaya yang lebih besar dapat membantu atau menghambat kemahiran bahasa pertama masyarakat.

C.  Aplikasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Seorang pendidik harus mengetahui faktor-faktor yang bisa mempengaruhi pembelajaran bahasa. Misalnya faktor metodologi pengajaran dan faktor kontekstual yang telah dipaparkan. Pengetahuan dasar tentang fakor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa akan berdampak baik bagi guru dalam mengatasi masalah yang ada di dalam pembelajaran bahasa.
Perlu kita ketahui ada dua tipe pembelajaran bahasa menurut Ellis (1986:2012), yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Yang pertama tipe naturalistik bersifat alami, tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Pembelajaran berlangsung di dalam lingkungan kehidupan bermasyarakat. Tipe kedua bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat bantu belajar yang sudah dipersiapkan.
Pada prinsipnya pembelajaran suatu bahasa adalah sama. Misalnya jenis-jenis kata dalam bahasa Minangkabau akan sama dengan jenis-jenis kata dalam bahasa Indonesia, misalnya kata ‘amak’ setara dengan kata ‘ibu’ yang merupakan jenis kata benda atau nomina yang disebut juga dengan kata sapaan. Pada pembelajaran pidato atau drama seorang siswa akan berbeda cara pelafalan dan intonasi bacaannya, hal ini disebabkan oleh pengaruhi lingkungan dan masyarakat tutur. Kemudian jika kita menguasai bahasa asli, maka pembelajaran bahasa kedua akan muda, namun perlu diingat dalam menguasai bahasa kedua, kita tidak boleh meninggalkan bahasa asli kita karena akan menghilangkan kekayaan atau ciri khas kita sebagai suku bangsa yang memiliki bahasa asli. Misalnya dalam materi pembelajaran bahasa Indonesia mengenai ungkapan, seorang siswa akan mengingat ungkapan yang berasal dari daerahnya, seperti alam takambang jadi guru.
Seorang guru harus menyiapkan berbagai metode dan bahan ajar ketika akan mengajar siswa yang bervariasi tingkat kebutuhannya. Misalnya bagi siswa yang tergolong pintar, seorang guru yang baik akan membuat soal bahasa Indonesia yang agak sulit dari siswa yang tergolong rendah hasil belajarnya. Kemudian diperlukan hubungan baik antara guru atau pihak sekolah dengan orang tua atau famili siswa agar proses dan hasil belajar bahasa Indonesia bagus.
 Proses belajar juga dipengaruhi oleh gaya belajar siswa dan motivasi siswa. Sehingga dalam proses belajar bahasa Indonesia ada siswa yang hobi dan semangat ketika belajar sastra, ada yang semangat dalam bidang kebahasaan, dan juga berbeda dari segi keterampilan berbahasa yang mereka sukai. Kesemua ini berawal dari motivasi siswa. Untuk itu seorang guru harus menanamkan motivasi bagi setiap siswa untuk menyenangi atau setidaknya mengingatkan bahwa mempelajari keempat keterampilan berbahasa Indonesia dengan dua bidang bahasa dan sastra adalah penting, mudah-mudahan siswa paham dan semua siswa termotivasi untuk belajar bahasa Indonesia.
Menurut Dulay, Dkk (dalam Chaer, 2003:254) ada tiga model pembelajaran bahasa, yaitu (1) komunikasi satu arah, model pembelajaran ini cenderung tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk merespon apa yang disampaikan guru dalam bahasa yang dipelajari, (2) komunikasi dua arah terbatas, model pembelajaran yang memberikan kesempatan untuk merespon tetapi bukan dalam bahasa yang dipelajari, (3) komunikasi dua arah penuh, model pembelajaran ini memberikan  kesempatan yang sebanyak-banyaknya kepada pelajar untuk menggunakan bahasa yang dipelajari dalam proses pembelajaran.
Pada pembelajaran bahasa juga bisa menggunakan peran model, misalnya membaca biografi tokoh terkenal atau ternama. Seorang anak akan memahami dan bisa mencontoh hal-hal baik dari biografi seorang tokoh. Seorang anak akan bisa belajar sendiri atau mandiri untuk mengatasi masalah hidup karena sudah belajar dari tokoh yang diidolakannya.
Pembelajaran bahasa Indonesia juga dipengaruhi oleh teman sebaya. Misalnya ketika akan menampilkan pementasan atau berpidato ke depan kelas, seorang siswa akan merasa malu untuk melafalkan kata-kata dan kalimat. Hal ini dikarenakan siswa takut seandainya yang diucapkannya salah dan menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Untuk mengatasi hal ini seorang guru harus bisa meminimalkan kesalahan siswa, misalnya sebelum tampil ke depan kelas dan disaksikan oleh teman-temannya, terlebih dahulu siswa diberi kesempatan untuk berlatih.


D.  Refleksi Berdasarkan Pengalaman
Berdasarkan kenyataan di lapangan dan berdasarkan pengalaman yang saya miliki, maka seorang guru harus memahami karakteristik siswa, memahami kelebihan dan kekurangan siswa, memahami minat dan bakat siswa, memahami latar belakang dan lingkungan tempat tinggal siswa, memahami berbagai faktor yang akan mempengaruhi proses pembelajaran, serta seorang guru harus memiliki solusi yang terbaik dalam mengatasi permasalahan dalam belajar bahasa Indonesia.
Mengajarkan tentang drama, seorang guru yang baik harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih atau bahkan bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dalam kegiatan belajar drama atau pidato, puisi, dan lain-lain. Kemudian seorang guru harus bisa menyediakan waktu di luar jam pelajaran untuk menilai hasil latihan drama, pidato, puisi dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar siswa sudah percaya diri dan tidak takut ditertawakan oleh teman-temannya karena salah dialog atau gugup serta kurang persiapan ketika akan tampil.
Usaha untuk mengasah kemampuan siswa dapat dilakukan dengan menugaskan siswa untuk menulis, misalnya pada Kompetensi Dasar (KD) menuliskan kembali berita yang dibacakan dalam beberapa kalimat. Nah, dari penugasan ini siswa dilatih menggunakan bahasa tulis. Melalui penugasan ini diharapkan siswa terlatih dalam menulis bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pelatihan lain yang bisa digunakan dalam membiasakan siswa berbahasa Indonesia adalah melalui KD menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif. Hal ini dilakukan untuk melatih keterampilan berbicara sekaligus membaca dan menulis. Melalui pelatihan ini diharapkan siswa menguasai keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan santun.














DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki. 2012. Asas-asas Pembelajaran Bahasa (Materi Pembelajaran). Padang: UNP.

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Walqui, Aida. Contextual Factors in Second Language Acquisition. San Francisco.







































LAMPIRAN

Contextual Factors in Second
Language Acquisition
Aída Walqui, West Ed, San Francisco, California

While many discussions about learning a second language focus on teaching methodologies, little emphasis is given to the contextual factors -- individual, social, and societal -- that affect students' learning. These contextual factors can be considered from the perspective of the language, the learner, and the learning process. This digest discusses these perspectives as they relate to learning any second language, with a particular focus on how they affect adolescent learners of English as a second language.

1.    Language
Several factors related to students' first and second languages shape their second language learning. These factors include the linguistic distance between the two languages, students' level of proficiency in the native language and their knowledge of the second language, the dialect of the native language spoken by the students (i.e., whether it is standard or nonstandard), the relative status of the students' language in the community, and societal attitudes toward the students' native language.

a.    Language Distance
Specific languages can be more or less difficult to learn, depending on how different from or similar they are to the languages the learner already knows. At the Defense Language Institute in Monterey, California, for example, languages are placed in four categories depending on their average learning difficulty from the perspective of a native English speaker. The basic intensive language course, which brings a student to an intermediate level, can be as short as 24 weeks for languages such as Dutch or Spanish, which are Indo European languages and use the same writing system as English, or as long as 65 weeks for languages such as Arabic, Korean, or Vietnamese, which are members of other language families and use different writing systems.
b.   Native Language Proficiency
The student's level of proficiency in the native language -- including not only oral language and literacy, but also metalinguistic development, training in formal and academic features of language use, and knowledge of rhetorical patterns and variations in genre and style -- affects acquisition of a second language. The more academically sophisticated the student's native language knowledge and abilities, the easier it will be for that student to learn a second language. This helps explain why foreign exchange students tend to be successful in American high school classes: They already have high school level proficiency in their native language.

c.    Knowledge of the Second Language
Students' prior knowledge of the second language is of course a significant factor in their current learning. High school students learning English as a second language in a U.S. classroom may possess skills ranging from conversational fluency acquired from contacts with the English-speaking world to formal knowledge obtained in English as a foreign language classes in their countries of origin. The extent and type of prior knowledge is an essential consideration in planning instruction. For example, a student with informal conversational English skills may have little understanding of English grammatical systems and may need specific instruction in English grammar.

d.   Dialect and Register
Learners may need to learn a dialect and a formal register in school that are different from those they encounter in their daily lives. This involves acquiring speech patterns that may differ significantly from those they are familiar with and value as members of a particular social group or speech community.

e.    Language Status
Consideration of dialects and registers of a language and of the relationships between two languages includes the relative prestige of different languages and dialects and of the cultures and ethnic groups associated with them. Students whose first language has a low status vis a vis the second may lose their first language, perhaps feeling they have to give up their own linguistic and cultural background to join the more prestigious society associated with the target language.

f.     Language Attitudes
Language attitudes in the learner, the peer group, the school, the neighborhood, and society at large can have an enormous effect on the second language learning process, both positive and negative. It is vital that teachers and students examine and understand these attitudes. In particular, they need to understand that learning a second language does not mean giving up one's first language or dialect. Rather, it involves adding a new language or dialect to one's repertoire. This is true even for students engaged in formal study of their first language. For example, students in Spanish for native speakers classes may feel bad when teachers tell them that the ways they speak Spanish are not right. Clearly, this is an issue of dialect difference. School (in this case, classroom Spanish) requires formal registers and standard dialects, while conversation with friends and relatives may call for informal registers and nonstandard dialects. If their ways of talking outside of school are valued when used in appropriate contexts, students are more likely to be open to learning a new language or dialect, knowing that the new discourses will expand their communicative repertoires rather than displace their familiar ways of communicating.

2.    The Learner
Students come from diverse backgrounds and have diverse needs and goals. With adolescent language learners, factors such as peer pressure, the presence of role models, and the level of home support can strongly affect the desire and ability to learn a second language.

a.    Diverse Needs
A basic educational principle is that new learning should be based on prior
experiences and existing skills. Although this principle is known and generally agreed upon by educators, in practice it is often overshadowed by the administrative convenience of the linear curriculum and the single textbook. Homogeneous curricula and materials are problematic enough if all learners are from a single language and cultural background, but they are indefensible given the great diversity in today's classrooms. Such diversity requires a different conception of curricula and a different approach to materials. Differentiation and individualization are not a luxury in this context: They are a necessity.

b.   Diverse Goals
Learners' goals may determine how they use the language being learned, how nativelike their pronunciation will be, how lexically elaborate and grammatically accurate their utterances will be, and how much energy they will expend to understand messages in the target language. Learners' goals can vary from wholly integrative -- the desire to assimilate and become a full member of the English-speaking world -- to primarily instrumental -- oriented toward specific goals such as academic or professional success (Gardner, 1989). Educators working with English language learners must also consider whether the communities in which their students live, work, and study accept them, support their efforts, and offer them genuine English-learning opportunities.

c.    Peer Groups
Teenagers tend to be heavily influenced by their peer groups. In second language learning, peer pressure often undermines the goals set by parents and teachers. Peer pressure often reduces the desire of the student to work toward native pronunciation, because the sounds of the target language may be regarded as strange. For learners of English as a second language, speaking like a native speaker may unconsciously be regarded as a sign of no longer belonging to their native-language peer group. In working with secondary school students, it is important to keep these peer influences in mind and to foster a positive image for proficiency in a second language.

d.   Role Models
Students need to have positive and realistic role models who demonstrate the value of being proficient in more than one language. It is also helpful for students to read literature about the personal experiences of people from diverse language and dialect backgrounds. Through discussions of the challenges experienced by others, students can develop a better understanding of their own challenges.

e.    Home Support
Support from home is very important for successful second language learning. Some educators believe that parents of English language learners should speak only English in the home (see, e.g., recommendations made in Rodriguez, 1982). However, far more important than speaking English is that parents value both the native language and English, communicate with their children in whichever language is most comfortable, and show support for and interest in their children's progress.

3. The Learning Process
When we think of second language development as a learning process, we need to remember that different students have different learning styles, that intrinsic motivation aids learning, and that the quality of classroom interaction matters a great deal.

a.    Learning Styles
Research has shown that individuals vary greatly in the ways they learn a second language (Skehan, 1989). Some learners are more analytically oriented and thrive on picking apart words and sentences. Others are more globally oriented, needing to experience overall patterns of language in meaningful contexts before making sense of the linguistic parts and forms. Some learners are more visually oriented, others more geared to sounds.



b.   Motivation
According to Deci and Ryan (1985), intrinsic motivation is related to basic human needs for competence, autonomy, and relatedness. Intrinsically motivated activities are those that the learner engages in for their own sake because of their value, interest, and challenge. Such activities present the best possible opportunities for learning.

c.    Classroom Interaction
Language learning does not occur as a result of the transmission of facts about language or from a succession of rote memorization drills. It is the result of opportunities for meaningful interaction with others in the target language. Therefore, lecturing and recitation are not the most appropriate modes of language use in the second language classroom. Teachers need to move toward more richly interactive language use, such as that found in instructional conversations (Tharp & Gallimore, 1988) and collaborative classroom work (Adger, Kalyanpur, Peterson, & Bridger, 1995).

4. Conclusion
While this digest has focused on the second language acquisition process from the perspective of the language, the learner, and the learning process, it is important to point out that the larger social and cultural contexts of second language development have a tremendous impact on second language learning, especially for immigrant students. The status of students' ethnic groups in relation to the larger culture can help or hinder the acquisition of the language of mainstream society.

5. References
Adger, C., Kalyanpur, M., Peterson, D., & Bridger, T. (1995). Engaging students: Thinking, talking, cooperating. Thousand Oaks, CA: Corwin.

Deci, E.L., & Ryan, R.M. (1985). Intrinsic motivation and self-determination in humanbehavior. New York: Plenum.

Gardner, H. (1989). To open minds: Chinese clues to the dilemma of contemporary education. New York: Basic.

Rodriguez, R. (1982). Hunger of memory: The education of Richard Rodriguez, an autobiography. Toronto: Bantam.

Skehan, P. (1989). Individual differences in second-language learning. London: Edward Arnold.

Tharp, R.G., & Gallimore, R. (1988). Rousing minds to life: Teaching, learning, and school in social context. New York: Cambridge University Press.

http://www.cal.org/resources/digest/ (6/7/06)


0 komentar:



Posting Komentar