Pewara Oleh Endang Wahyuningsi




1.    Pengertian Pewara, Protokol, dan Protokoler
Secara leksikal pewara artinya pembaca berita (wara = berita). Dan kalau menurut singkatan arti pe-wara adalah pembawa acara. Jadi pewara merupakan suatu tugas yang dibebankan kepada seseorang oleh protokoler untuk membawakan atau membacakan skenario acara yang telah disusunnya berdasarkan susunan acara yang diberikan protokoler kepadanya.
Istilah-istilah lain untuk pewara antara lain: MC (Mastre of Ceremony) apabila acara yang dibawakannya bersifat resmi atau seremonial, CM (Comercial Master) jika menawarkan suatu produk, EM (Entertaiment Master) jika ia menyuguhkan acara hiburan, QM (Quest Master) apabila ia memimpin suatu acara kuis. Jadi WJS Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Mengartikan pembawa acara sebagai penyaji acara, penyampai acara, dan pengantar acara.
Dalam kegiatan-kegiatan resmi sering pula kita dengar istiah protokol. Protokol secara leksikal (menurut bahasa Yunani) berasal dari kata protos dan kolla. Protos berarti yang pertama, kolla artinya lem atau perekat. Pada awalnya istilah protokol digunakan bagi lembaran pertama dari suatu gulungan papirus. Kemudian istilah protokol digunakan untuk menyebut seluruh gulungan papirus yang membuat dokumen  negara yang bersifat nasional, internasional, bahkan lokal.
Pengertian protokol ternyata berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga istilah protokol sekarang diartikan:
-          Sebagai dokumen yang berisikan tata cara penyambutan tamu (nasional, internasional serta daerah atau lokal).
-          Sebagai pemberian servis atau layanan kepada pimpinan atau tamu atau publik dalam acara atau kegiatan resmi.
-          Sebagai tolok ukur bagi daerah atau unit kerja dalam menyelenggarakan acara atau kegiatan resmi.
Di samping itu ada lagi istilah protokoler, yakni semua orang yang mengatur kelangsungan suatu acara, dan merupakan tulang punggung dari penyelenggaraan suatu acara atau upacara. Jadi protokolerlah yang menetapkan tata cara penyelenggaraan suatu acara resmi. Sedangkan pewara hanyalah bagian dari keprotokoleran yang ditugasi membacakan atau membawakan acara resmi waktu itu.


2.    Jenis-jenis Pewara
Munaf dan Arief (2003:170) membagi pewara ini didasarkan atas jenis acara yang dibawakan, yaitu:
-          Pembawa acara resmi (pewara acara resmi), acara resmi ini ada dua, yaitu acara remi dilaksanakan di ruangan dan acara resmi yang diselenggarakan di lapangan. Ketentuan resmi atau tidak resminya acara dilihat dari antara lain, adanya aturan-aturan yang ketat dan aturan itu harus dipatuhi oleh semua yang hadir dalam acara tersebut. Dan juga ditentukan oleh waktu karena biasanya acara resmi itu waktunya sangat terbatas, dan orang yang hadir pun kadang-kadang ada pejabat dan orang-orang penting sehingga waktu merupakan tolok ukur bagi mereka untuk bisa hadir. Begitu pula pewara dalam acara ini karena keresmian acara yang dipersiapkan sedemiakian rupa itu, maka pewaranya pun harus terkesan kaku sebab ia harus patuh pada beberapa aturan, misalnya tentang tidak banyak bergerak, anggun dan berwibawa. Sedangkan acara resmi di lapangan harus terkesan seperti acara atau upacara militer, maka pembawa acara resmi di lapangan ini harus terkesan tegas, baik gerakan maupun ucapan. Sehingga tidak ada kesan main-main dan tidak serius. Contoh acara resmi di lapangan, semua bentuk upacara bendera di lapangan. Dan contoh acara resmi di ruangan, semua acara pembukaan-pembukaan atau peresmian, acara wisuda, sambut-pisah dan serah terima jabatan dan lain-lain.
-          Pembawa acara hiburan (pewara hiburan), ketentuan untuk pewara hiburan ini tidak terlalu  ketat seperti pada pewara resmi. Ketika membawakan acara hiburan pewara harus terkesan lincah, lincah bergerak dan lincah berbahasa agar acara bisa teerkesan lebih hidup dan marak. Dan juga pewara diharapkan mampu mengomentari setiap acara yang akan ditampilakan dengan tepat, menarik dan efektif. Tujuan dikomentari agar terkesan nyambung satu dengan lainnya, serta juga dapat menambah pengetahuan pendengar dengan informasi tentang setiap bentuk hiburan yang ditampilkan.
-          Pewara acara setengah resmi, acara ini dikatakan setengah resmi karena aturan-aturan dalam acara ini tidak terlalu ketat, dan yang menjadi protokoler atau yang mengatur acara juga tidak terlalu disiplin menyelenggarakan acara. Dan juga susunan dalam acara tersebut tidak terlalu formal, tetapi terkesan seperti suasana kekeluargaan saja. Contohnya suasana acara arisan, rapat, acara ulang tahun, dan lain-lain.
3.    Susunan Acara dan Skenario Acara
Susunan acara adalah materi acara yang akan mengisi suatu acara. Materi acara ini dirancang oleh protokol, lalu diserahkan kepada pewara. Susunan acara ini berisikan urutan-urutan acara yang akan dibawakan atau dibacakan pada saat acara berlangsung, biasanya berisikan garis-garis besar acara saja.
Materi acara disusun sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni logis dan pantas sesuai dengan bentuk acara. Untuk acara yang berupa pidato atau pembicaraan, seperti: laporan, sambutan, disusun dengan urutan dari yang berjabatan terendah dulu, misalnya susunan acara pembukaan seminar:

-          Pembukaan (oleh pewara)
-          Laporan ketua panitia
-          Sambutan dari Dekan FBSS
-          Sambutan, sekaligus membuka seminar secara resmi oleh Rektor UNP
-          Pembacaan doa
-          Penutup (oleh pewara)
Jadi untuk menyusun acara di atas, jabatan ketua lebih rendah dari jabatan dekan, maka laporan ketua panitia dulu, baru sepatah kata atau sambutan dekan. Begitu pula jabatan dekan lebih rendah dari rektor, maka dekan dulu yang berbicara, setelah itu baru rektor, begitu seterusnya.
Setelah materi acara disusun, maka untuk memudahkan pewara sebaiknya materi ini dipindahkan ke dalam skenari acara. Skenario acara ini merupakan gambaran utuh dari aba-aba pelaksanaan acara yang dibacakan atau dibawakan oleh pewara, mulai dari awal sampai akhir acara. Skenario acara ditulis oleh pewara, dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan acara.
Ketentuan harus tidaknya seorang pewara menulis skenario acara tergantung pada:
-          Pewara itu sendiri, kalau ia ingin lancar dan tidak berbata-bata sewaktu membawakan acara terutama acara resmi.
-          Dewan juri, kalau pewara dalam suatu kegiatan lomba. Biasanya dalam lomba juri ingin melengkapi nilai peserta dengan kemampuan pewara menulis skenario acara, terutama bahasanya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis skenario acara:
-          Pemakaian atau penulisan harus sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (baku).
-          Pemakaian atau pemilihan kata harus sesuai dengan topik acara, tepat dan bervariasi.
-          Penulisan kalimat harus efektif, agar mudah dimengerti, logis, dan menarik.
-          Perhatikan penulisan nama, pangkat dan gelar seseorang, jangan sampai salah. Jika satu orang disebut pangkat dan gelarnya, maka yang lain juga harus disebut kan atau sebaliknya.





Contoh skenario acara resmi (pembukaan seminar):
No
Pukul
Materi Acara
Aba-aba Pelaksanaan
ket
1.
-
pembukaan
Assalamualaikum W.W
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, acara pembukaan seminar ........ segera dimulai.

2.
-
Laporan Ketua Panitia
Mengawali acara, laporan ketua panitia, kepada Bapak ....... dipersilahkan.

3.
-
Sambutan Dekan
Bapak-bapak dan Ibu-ibu, berikutnya sambutan Dekan ........, kepada Bapak ..... dipersilahkan.

 4.
-
Sambutan sekaligus membuka secara resmi seminar ..... oleh Rektor UNP
Hadirin yang saya hormati, selanjutnya Sambutan Rektor UNP sekaligus beliau berkenan membuka secara resmi Seminar ...... kepada Bapak ...... dipersilahkan.

5.
-
Doa
Pembacaan doa, kepada Bapak ...... dipersilahkan.

6.
-
Penutup
Bapak-bapak atau Ibu-ibu, dengan berakhirnya pembacaan doa tadi, maka berakhir pulalah acara pembukaan seminar ...., terlebih dan terkurang selaku pembawa acara saya mohon maaf, wabillahi taufik wal hidayah, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.



4.    Syarat-syarat Menjadi Pewara
-          Syarat Fisik
a.       Memiliki suara yang nyaman (pleasing), tidak melengking dan tidak terlalu rendah, artinya memiliki suara bulat dan bagus sesuai dengan kodrat, kalau laki-laki terkesan maskulin, dan kalau perempuan terkesan feminim.
b.      Sehat sewaktu membawakan acara, pewara harus sehat agar terlihat gairah dan bersemangat.
c.       Memiliki atau mampu menghasilkan vokal yang bersih, nyaring, bening, dan lembut. Dan juga tidak bersuara pecah yang memberi kesan tenggorokan pendengar ikut terasa sakit (aklohor).
d.      Tidak cacat fisik, artinya seorang pewara harus sempurna secara lahir untuk menghindari kesan tidak baik, seperti munculnya cemooh atau bisik-bisik yang dapat mengganggu khidmatnya acara.
-          Syarat Ilmiah
a.       Memiliki pengetahuan, seperti pengetahuan kebahasaan maupun pengetahuan umum.
b.      Akan lebih sempurna kalau pewara pernah mengikuti atau memperoleh teori tentang pewara, misalnya pernah mengikuti kursus atau diklat.
-          Syarat Kepribadian
a.       Mampu berpikir cepat dan tepat, artinya mampu mengambil keputusan dengan cepat dan benar.
b.      Memiliki imajinasi yang positif, artinya dalam memimpin suatu acara seorang pewara hendaklah punya daya imajinasi yang tinggi dalam melihat situasi, kondisi, waktu, dan tempat serta bentuk acara yang dipimpin karena akan mempengaruhi suasana pada waktu itu.
c.       Bergairah, antusias artinya pewara harus tetap bersemangat dalam situasi yang bagaimanapun, menguntungkan atau pun tidak.
d.     Rendah hati,mungkin seorang pewara tahu benar bahwa dirinya punya kelebihan, kadang bisa membuat pewara jadi sombong dan terlihat angkuh ketika membawa acara. Hal ini bisa terlihat dari cara dan pemakaian bahasanya. Kalau hal ini dirasakan atau terlihat oleh pendengar atau hadirin, maka mereka akan bereaksi anti pati dan berbisik-bisik, akhirnya acara kurang khidmat.
e.      Memiliki daya humor dan fleksibel (tanggap) artinya seorang pewara yang ideal itu harus mampu segera menyesuaikan diri dengan situasi.
Selanjutnya Fidhiah (dalam Munaf dan Arief, 2003: 177) mengemukakan bahwa seorang pewara harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
-          Penampilan (performance) yang memadai.
-          Memiliki sikap yang baik.
-          Mampu berbahasa yang baik dan benar.
-          Memiliki wawasan yang cukup.


5.    Teknik Membawakan Acara
-          Persiapan yang perlu dilakukan untuk menghadapi tugas menjadi pewara:
a.       Mengetahui bentuk acara yang dilaksanakan. Dengan mengetahui bentuk acara, maka kita segera melaksanakan persiapan-persiapan. Apabila acara tersebut adalah acara resmi, maka koordinasi dengan sesi protokoler harus segera dilakukan.
b.      Apabila acara yang akan dipandu adalah acara tidak resmi, melainkan acara hiburan, maka pewara harus aktif sendiri mencari informasi atau keterangan sejelas mungkin tentang materi acara yang akan disajikan.
c.       Melalui observasi atau pengamatan ke tempat acara akan dilangsungkan, maka akan diketahui secara detail kualitas sound system yang digunakan, serta pengaturan tata tempat dimana posisi pewara ditempatkan.
d.      Menyiapkan busana yang akan dikenakan pada pelaksanaan tugas. Sebagai catatan, seorang pewara ketika melaksanakan tugas harus melihat dahulu ketentuan busana yang harus dikenakan undangan, sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh sesi protokoler. Dari ketentuan ini pewara mengenakan busana yang sama atau pakaian yang terbaik (pakaian bebas rapi, sopan dan bersih) yang pewara miliki.
-          Kegiatan pelaksanaan tugas menjadi pewara, yaitu:
a.       Setelah menerima daftar acara, khususnya untuk acara tidak resmi, maka segeralah membuat catatan redaksional dari masing-masing acara.
b.      Hadirlah jauh lebih awal dari kehadiran tamu undangan. Dengan kehadiran yang lebih awal tersbut secara psikologis kita seolah yang berkuasa di ruang tersebut.
c.       Apabila ketika mulai tampil ada perasaan yang mengganggu karena bertatap pandang dengan tamu-tamu. Segera hindari, karena bisa menimbulkan praduga yang salah ketika bertatapan dengan tamu yang kurang ceria wajahnya. Prasangka itu bisa mengganggu penampilan kita.
d.      Mengawali penampilan sekali lagi yakinkan diri dengan tugas yang sangat penting itu, dan ingatlah setiap penampilan kita hendaknya meninggalkan kesan yang baik.  Karena dengan kesan yang baik itu kesinambungan karir sebagai pewara akan berjalan dengan mulus. Cara penampilan, yaitu:
·         15 menit sebelum berbicara, duduk di tempat tugas didampingi seorang co-pewara. Fungsi co ini tidak hanya menemani, melainkan mengatasi hal-hal yang perlu.
·         Bersikap sempurna.
·         Selama berbicara tidak mendehem atau batuk.
·         Tidak memegang-megang atau mempermainkan apa saja.
·         Tidak menyebut ulang atau mengomentari acara yang sudah berlalu. Ini sangat penting karena akan memberi kesan acara berjalan dengan lancar tidak berkepanjangan.
·         Salah menyebut nama, pangkat, jabatan adalah tabu bagi pewara.
·         Ketika mengakhiri acara, tampakkan seulas senyum di bibir.
Persiapan lain yang bisa dilakukan saat menjadi Pembawa Acara adalah :
  1. Know The Room (Kenalilah ruangan tempat anda akan menjadi Pembawa Acara).
  2. Know The Audience (Kenali karakteristik tamu dan pandang mereka sebagai sahabat).
  3. Know The Material (Kuasai bahan atau acara yang akan dibawakan).
  4. Baca literature yang diperlukan untuk menunjang pengetahuan anda, karena semakin banyak yang anda ketahui tentang acara yang anda bawakan, pasti semakin Percaya Diri.
  5. Susun pointer untuk membantu mengingat apa yang akan diucapkan.
  6. Jangan terlalu sering mengucapkan kata (meminta) maaf pada audience.
  7. Jangan tinggalkan daftar acara atau rundown acara (meskipun sudah ada stage manager).
  8. Pakailah pakaian yang serasi atau cocok dengan acara, jangan sampai saltum atau salah kostum. (Buatlah sedikit saja berbeda dengan tambahan assesories atau pernak-pernik jika harus memakai seragam yang sama dengan tamu atau panitia. Ingat Pembawa Acara adalah pusat perhatian).
  9. Pakailah Make Up (meskipun anda laki-laki pakailah sedikit riasan wajah agar wajah tidak mengkilap atau berwarna gelap).
  10. Lakukan gerakan tangan seperlunya saat sudah berada di atas pentas. Jangan sampai berlebihan apalagi untuk menutupi kegugupan. Karena gerakan tubuh yang berlebihan hanya akan mengacaukan penampilan anda.
  11. Jaga mulut dan tenggorokan selalu basah, untuk itu siapkan air putih yang siap diminum jika dibutuhkan.
  12. Jangan makan dan minum yang akan mengganggu organ tubuh anda, minimal satu jam sebelum tampil misalnya soda, makanan berlemak (yang bisa membuat mual), makanan pedas atau asam.
  13. Tampillah Percaya Diri dan Be Yourself.
Teknik Vocal :
  1. Intonasi (intonation) : Pakailan intonasi atau nada suara, irama bicara atau alunan nada dalam melafalkan kalimat.
  2. Aksentuasi (accentuation) atau logat. Lakukan stressing pada kalimat tertentu yang dianggap penting, Hindari logat kedaerahan yang medhok apabila menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing.
  3. Kecepatan (speed) bicara. Jangan bicara terlalu cepat atau terlalu lambat.
  4. Artikulasi (articulation) Yaitu kejelasan  pengucapan kalimat, pelafalan kata.
  5. Infleksi lagu kalimat, perubahan nada suara, hindari pengucapan yang sama bagian setiap kata (redundancy). Inflesi naik menunjukkan adanya lanjutan kalimat atau menurun untuk menunjukkan akhir kalimat.
Teknik Performa  dan Gesture
  1. Lakukan Eye Contact : Pandangi audience ke seluruh ruangan, padang tepat ke mata mereka, (bila memungkinkan dekati bila ada yang tidak interest dengan anda).
  2. Lakukan gerakan tangan atau isyarat atau sikap yang alami, spontan (tidak dibuat-buat), tidak sepotong-sepotong, tidak ragu, serasi dengan kalimat yang diucapkan, gunakan penekanan pada point penting, tapi jangan berlebihan.
  3. Gerakan Tubuh ini meliputi ekspresi wajah, gerakan tangan, kaki, lengan, bahu, mulut atau bibir, gerakan hidung, kepala, badan
  4. Jangan melakukan gerakan yang monoton misalnya meremas-remas jari, menepuk tangan, dan lain-lain.
  5. Jangan lakukan gerakan yang tidak bermakna atau tidak mendukung pembicaraan, misalnya memegang kerah baju, mengelus atau menyibak rambut, memainkan microphone, garuk-garuk kepala, dan lain-lain.
  6. Makin besar jumlah audience, makin besar dan lambat gerakan tubuh yang bisa kita lakukan, tapi kalau audience jumlahnya kecil lakukan gerakan tubuh ala kadarnya saja.
  7. Ucapkan setiap kalimat dengan senyum sehingga suara yang dihasilkan adalah Smilling Voice.
  8. Jangan sekali-kali anda membuat joke tapi anda sendiri tertawa terpingkal-pingkal.
  9. Jika melempar Joke lakukan sedikit pause untuk memberi kesempatan audience tertawa.
  10. Jika dalam opening anda mengucapkan salam, beri jeda beberapa detik untuk memberi kesempatan audience menjawab.
Saran :
  1. Sebaiknya seorang Pembawa Acara  atau  MC memiliki kemampuan menyusun acara yang sesuai dengan aturan protokoler, sehingga MC bisa memberi masukan pada penyelenggara acara, dan tidak sekedar menuruti keinginan penyelenggara yang belum tentu tepat.
  2. Pembawa Acara atau MC harus bisa berfikir dan bertindak cepat serta punya planning-planning cadangan, jika terjadi trouble yang tidak dikehendaki saat acara berlangsung. Sehingga acara tidak tampak kacau atau audience merasa bosan.
Jadi dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pewara adalah orang yang memimpin suatu rentetan acara secara teratur dan rapih. Kemampuannya akan sangat menentukan apakah sebuah acara akan berlangsung lancar atau tersendat-sendat karena itu pewara harus menguasai seluruh aspek yang akan mempengaruhi kelancaran pada saat itu. Dan seorang pewara harus siap jasmani dan rohani dalam membawakan sebuah acara.
Sumber:
-          Arief, Ermawati dan Yarni Munaf. 2003. “Pengajaran Keterampilan Berbicara”  (Buku Ajar). Padang: FBSS UNP.
-          Arief, Ermawati. 2001. “Retorika” (Seni Berbahasa Lisan dan Tulisan). Padang: FBSS UNP.




Artikel Populer



PENYINGKATAN KATA DAN FRASA DALAM BERBAHASA
Oleh
Endang Wahyuningsi

            Gw benci banget ama loe!
            Ciyus?
            Contoh di atas merupakan salah satu penyingkatan kata dan frasa dalam berbahasa. Gw berasal dari gue yang merupakan bahasa betawi, sedangkan benci merupakan singkatan dari frasa benar-benar cinta dan ama berasal dari kata sama, loe berasal dari bahasa betawi, serta ciyus berasal dari kata serius. Di sebuah kos-kosan, seorang mahasiswi mengucapkan kata dan frasa yang disingkat, namun dipahami oleh anggota atau genknya, misalnya kata kuak dan kusal. Kuak yang merupakan penyingkatan dari kata kurang akal, sedangkan kusal merupakan penyingkatan dari kata kurang salai. Singkatan lain misalnya, ababil (ABG labil), brownies (brondong manis), barbuk (barang bukti), CDMA (capek dech malas ah), 3G (gagah, ganteng, gaul), jadul (jaman dulu), dan lain sebagainya.
Penyingkatan kata dan frasa tidak hanya dilakukan dalam berkomunikasi langsung, namun juga dalam komunikasi tidak langung. Misalnya, melalui handphone, seseorang bisa mengirimkan pesan kepada sahabatnya dengan menggunakan singkatan kata dan frasa, seperti mat mlm, cpt, GPL. Kata mat berasal dari kata selamat, sedangkan kata mlm berasal dari kata malam, cpt berasal dari kata cepat, dan singkatan GPL berasal dari frasa nggak pake lama. Singkatan lain yang digunakan dalam pesan yang dikirim melalui handphone, misalnya macama (sama-sama), prg (pergi), tw (tau), udh (sudah), mkn (makan), ge pain (lagi ngapain), mikum (assalamu’alaikum), boong (bohong), dan lain sebagainya. Dengan demikian, hampir semua kata yang digunakan dalam pesan yang dikirim melalui media handphone umumnya disingkat.
Penyingkatan kata dan frasa tidak hanya dari bahasa Indonesia, tetapi juga berasal dari bahasa lain (bahasa Inggris). Misalnya, OMG (Oh, My God), BTW (By The Way), TMA (Take My Advice). Kata oh, my god berarti oh tuhan, sedangkan kata by the way memiliki arti ngomong-ngomong dan kata take my advice memiliki arti ambil nasihat saya. Singkatan kata atau frasa lain yang berasal dari bahasa Inggris, misalnya TBYB (Try Before You Buy) yang berarti coba sebelum membeli, ASAP (As Soon As Possible) yang berarti sesegera mungkin, TIA (Thanks In Advance) yang berarti terima kasih sebelumnya, TFIT (Thanks For The Thought) yang berarti terima kasih pendapatnya, TYVM (Thanks You Very Much) yang berarti terima kasih banyak.
Penyingkatan kata dan frasa tidak hanya berasal dari bahasa Indonesia atau bahasa asing (bahasa Inggris) saja, tetapi juga berasal dari gabungan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Misalnya, sorulaz, sortel, dan bohay. Kata sorulaz merupakan gabungan dari kata bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang membentuk frasa baru, yaitu sorry baru balas, sedangkan kata sortel merupakan gabungan kata bahasa Ingris dan bahasa Indonesia yang membentuk frasa baru, yaitu sorry telat, dan kata bohay merupakan gabungan dari kata bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, yaitu body aduhay. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyingkatan kata dan frasa tidak hanya berasal dari bahasa Indonesia atau bahasa asing (Inggris) saja, akan tetapi juga merupakan gabungan dari kedua kata atau frasa dari bahasa tersebut.
Pemaparan di atas merupakan penyingkatan kata dan frasa dalam bahasa gaul yang digunakan oleh banyak remaja di Tanah Air, namun tidak hanya remaja yang menggunakan dan memproduksi singkatan-singkatan kata dan frasa, bahkan orang dewasa dan anak-anak pun menggunakan singkatan bahasa tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari jejaring sosial seperti facebook, twitter, friendster, dan iklan di televisi pun menggunakan singkatan tersebut. Lalu, terbersit dibenak kita apa sebenarnya singkatan itu? Bagaimanakah proses-proses peyingkatan itu? Kemudian, bagaimanakah efek singkatan-singkatan yang telah terbentuk terhadap perkembangan bahasa Indonesia?
Pertama, kita maknai dulu apa itu singkatan?
Menurut Kridalaksana (1996:162), singkatan merupakan salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti:
UNP (Universitas Negeri Padang),
DKI (Daerah Khusus Ibukota), dan
KKN (Kuliah Kerja Nyata);
maupun yang tidak dieja huruf demi huruf, seperti:
            dll (dan lain-lain),
            dng (dengan),
dst (dan seterusnya).
Adapun jenis-jensi singkatan, yaitu sebagai berikut.
1.    Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan nada titik, misalnya: Prof. Dr. Harris Efendi Thahar, M.Pd.
2.    Singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat).
3.    Singkatan umum yang terdiri dari tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Akan tetapi, singkatan umum yang terdiri hanya dari dua huruf diberi tanda titik setelah masing-masing huruf. Misalnya, s.d. (sampai dengan).
4.    Lambang kimia, singkatan satuan ukur, takaran, timbangan, dan mata uang asing tidak diikuti tanda titik, misalnya: kg (kilogram).
Kedua, proses-proses penyingkatan kata dan frasa menurut (Kridalaksana, 1996:165-169), yaitu sebagai berikut.
1.    Pengekalan huruf pertama tiap komponen, misalnya:
A= agama
B= barat, bin, binti
F= Fiat, Fokker
G= gunung, gusti
H= haji, hijrah
AA= Asia Afrika, Ayah Angkat
GWR= Gerakan Wisata Remaja
PAPFIAS= Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat
Dll= dan lain-lain.
2.    Pengekalan huruf pertama dengan pelesapan konjungsi, preposisi, reduplikasi dan preposisi, artikulasi, dan kata, misalnya:
ABKJ= Akademi Bahasa dan Kebudayaan Jepang
BASUKI= Badan Asuhan Sekolah dan Usaha Kebudayaan Indonesia
BDB= Bebas dari Bea
BHTI= Biro Hak Cipta di Indonesia
DGI= Dewan Gereja-Gereja di Indonesia
MAWI= Majelis Agung para Wali Gereja Indonesia.
Catatan: unsur yang dimiringkan dilesapkan.
3.    Pengekalan huruf pertama dengan bilangan, bila berulang, misalnya:
D3= Dinas Dermawan Darah
4K= Kecerdasan, Kerajinan, Kesetiaan, dan Kesehatan
BBN-A3= Bea Balik Nama Alat Angkutan Air
P3AB= Proyek Percepatan Pengadaan Air Bersih
4.     Pengekalan huruf pertama dari kata, misalnya:
Aj= ajudan
As= asisten
Ay= ayat
Ka= karet, Kalimantan
5.    Pengekalan 3 huruf pertama dari sebuah kata, misalnya:
Acc= accord
Ant= antara
Obl= obligasi
Okt= Oktober
6.    Pengekalan 4 huruf  pertama dari suatu kata, misalnya:
Purn= purnawirawan
Sekr= sekretaris
Sept= September
7.    Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir kata, misalnya:
BA= bintara
DI= divisi
Fa= Firma
Ir= Insinyur
8.    Pengekalan huruf pertama dan huruf ketiga, misalnya:
Bb= bijblad
Gn= gunung
9.    Pengekalan huruf pertama dan terakhir dari suku kata pertama dan huruf pertama dari suku kata kedua, misalnya:
Kpt= kapten
Ltn= letnan
Kel= keluarga
Lab= laboratorium
10.    Pengekalan huruf pertama kata pertama dan huruf pertama kata kedua dari gabungan kata, misalnya:
a.d.= antedium
VW= Volkswagen
11.    Pengekalan huruf pertama dan diftong terakhir dari kata, misalnya sei= sungai.
12.    Pengekalan dua huruf pertama dari kata pertama dan huruf pertama kata kedua dalam suatu gabungan kata, misalnya: Swt= swatantra
13.     Pengekalan huruf pertama suku kata pertama dan huruf pertama dan terakhir suku kata kedua dari suatu kata, misalnya:
Bdg= bandung
dgn= dengan
14.    Pengekalan huruf pertama dari tiap suku kata, misalnya:
hlm= halaman
ttg= tertanggal
15.    Pengekalan huruf pertama dan huruf keempat dari suatu kata, misalnya DO= depot.
16.    Pengekalan huruf yang tidak beraturan, misalnya:
Ops= operasi
KMD= komandan
Hat= kejahatan
Daft= didaftarkan.
Ketentuan yang dikemukakan oleh pakar di atas, bisa kita kaitkan denga contoh-contoh yang telah dipaparkan pada awal paragraf tulisan ini. Misalnya, 3G (Gagah Ganteng, Gaul) merupakan salah satu contoh proses penyingkatan kata yang ke 3, yaitu pengekalan huruf pertama dengan bilangan, bila berulang. Memang benar penyingkatan kata dan frasa yang kita gunakan sekarang masih mengikuti proses yang telah dikemukan tersebut. Namun, apabila penyingkatan kata dan frasa ini semakin marak terutama singkatan bahasa gaul yang terus berkembang dan digunakan oleh  kalangan baik itu siswa TK, SD, SLTP, SLTA, mahasiswi, bahkan guru dan dosen, serta masyarakat umum. Hal ini, menyentakkan kita pada efek dari singkatan-singkatan bahasa gaul yang merajalela. Terpikir oleh kita apa efek dari singkatan bahasa gaul terhadap perkembangan bahasa Indonesia ke depannya?
Kita harus mengingat kembali akan sumpah pemuda, yang salah satu intinya “Berbahasa satu bahasa Indonesia”. Memang kita masih menggunakan bahasa Indonesia walaupun disingkat penggunaannya. Seandainya, kegiatan penyingkatan bahasa ini terus mendarah daging dalam diri remaja kita, kemudian bagaimana dengan perkembangan bahasa Indonesia ke depannya. Sebagai mana ungkapan “Jika kebiasaan dipupuk lama kelamaan kebiasaan tersebut akan menjadi kebutuhan”, untuk itu hendaknya para penerus bangsa mengingat pentingnya bahasa persatuan dan meminimalkan penggunaan singkatan-singkatan bahasa gaul yang akan berefek negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia dan cara berpikir bangsa ini ke depannya. Hal ini sesuai dengan falsafah bahwa “bahasa merupakan lambang suatu bangsa”!