Sajak-sajak Cinta

malam bertabur bintang
suasana hening
sepi walau seribu nyawa menghampiri
namun, dalam bayangku hanya ada wajahmu
hanya ada bisikan suara lembutmu
hanya ada canda tawamu yang selalu mengisi relung jiwaku

kau yang selalu kunanti
kau yang kini kuimpi
kau yang kini kudampa
akankah kasihmu dan kasihku bertemu?

wallahualam

semua hanya bisa dijaga
semua hanya bisa termahtup di hatiku dan hatimu
kasih semoga sampai waktunya
kita bertemu dan memadu kasih


 (EW)

Cerita Cinta

April Move yang selalu ditungu-tunggu
Kesendirian yang menyelimuti qalbu
Kau datang padaku
Berbagi cerita dan Rindu
Betapa bahagianya aku
Saat kau katakan suka padaku
Berbunga-bunga rasa hatiku

Setiap malam hati pun bertabur rindu
Sejenak ku bertanya
Adakah kau rindu dan ingatku
kekasih hatiku yang selalukurindu

Kutipan

"Bahasa melambangkan bangsa"
"Kekerasaab Verbal berkaitan dengan kekerasan fisik"
"Bahasa adalah alat atau media"

Metode Penelitian Naskah Kuno

Metode penelitian naskah kuno, menurut Baried (1985:67), yaitu sebagai berikut.
a.       Pencatatan dan pengumpulan naskah
Setelah kita menentukan naskah mana yang akan kita teliti, hal yang harus kita lakukan adalah mencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama atau berisi cerita yang sama. Kemudian perlu juga kita mengumpulkan ulasan-ulasan mengenai teks naskah itu seluruhnya atau sebagian yang terdapat dalam karya-karya lain. Tindakan selanjutnya adalah resensi atau pensahihan, yaitu penentuan arketip (naskah mula) berdasarkan pebandingan naskah yang termasuk satu stema (silsilah). Setelah itu dilakukan emendasi, yaitu pembetulan dalam arti mengembalikan teks kepada bentuk yang dipandang asli yang kerap kali dilakukan melalui kritik teks.
b.      Metode Kritik Teks
Berdasarkan edisi-edisi yang telah ada, dapat dicatat beberapa metode yang pernah diterapkan dalam kritik teks, yaitu sebagai berikut.
1)      Metode intuitif
Metode ini digunakan pada zaman humanisme ketika orang ingin mengetahui bentuk asli karya-karya klasik Yunani dan Romawi. Bekerja secara intuitif, yaitu dengan cara mengambil naskha yang dianggap paling tua. Di tempat-tempat yang diapandang tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki berdasarkan naskah lain dengan memakai akal sehat, selera baik, dan pengetahuan luas. Metode ini bertahan sampai abad ke-19.
2)      Metode Objektif
Dipelopori oleh Lachmann dkk. Pada tahun 1830-an yang meneliti secara sistematis hubungan kekeluargaan antara naskah-naskah sebuah teks atas dasar perbandingan naskah yang mengandung kekhilafan bersama. Apabila dari sejumlah naskah yang selalu mempunyai kesalahan yang sama pada tempat yang sama pula, dapat disimpulkan bahwa naskah-naskah tersebut berasal dari satu sumber (yang hilang). Dengan memperhatikan kekeliruan-kekeliruan bersama dalam naskah tertentu, dapat ditentukan silsilah naskah. Setelah itu, barulah dilakukan kritik teks yang sebenarnya. Metode objektif yang sampai kepada silsilah naskah disebut metode stema. Penerapan metode stema ini sangat penting karena pemilihan atas dasar objektvitas selera baik dan akal sehat dapat dihindari.
3)      Metode Gabungan
Metode ini dipakai apabila nilai naskah menurut tafsiran filologi semuanya hampir sama. Perbedaan antara naskah tidak besar. Walaupun ada perbedaan, tetapi hal itu tidak mempengaruhi teks. Pada umumnya yang dipilih adalah bacaaan mayoritas atas dasar perkiraan bahwa jumlah naskah yang banyak itu merupakan saksi bacaan yang betul. Dalam hal ada yang meragu-ragukan karena, misalnya, jumlah naskah yang mewakili bacaan tertentu sama dipakai pertimbangan lain, di antaranya kesesuaian dengan norma tata bahasa, jenis sastra, keutuhan cerita, faktor-faktor literal lain dan latar belakang pada umumnya. Dengan metode ini, teks yang disunting merupakan gabungan dari semua naskah yang ada.
4)      Metode Landasan
Metode ini diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah yang diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan dan sejarah, dan lain sebagainya sehingga dapat dinyatakan sebagai naskah mengandung paling banyak bacaan yang baik. Oleh karena itu, naskah itu dipandang paling baik sebagai untuk dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. Metode ini disebut juga metode induk atau metode legger (landasan).
5)      Metode Edisi Naskah Tunggal 
Apabila hanya ada naskah tunggal dari suatu tradisi sehingga perbandingan tidak mungkin dilakukan, dapat ditempuh dua jalan. Pertama, edisi diplomatik, yaitu menerbitkan satu naskah seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan.  Kedua, edisi standar, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegkan, sedangkan ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.

Kata yang Bermakna Konotasi dan Kias





Makna konotasi adalah makna satuan bahasa yang disertai dengan nilai rasa baik nilai rasa positif maupun nilai rasa negatif. Sedangkan makna kias adalah makna satuan bahasa yang ada dibalik makna harfiah. Makna kias terbentuk dari proses perbandingan, pengumpamaan atau metafora. Untuk lebih jelas lihat contoh-contoh pada tabel 4 berikut.
Tabel 4
No.
Kata
Makna Konotasi
Kata
Makna Kias
1
lubuk hati
Perasaan
uang pelicin
uang sogokan
2
tuna susila
Pelacur
meja hijau
pengadilan
3
gelandangan
seseorang yang tidak memiliki tempat kediaman dan pekerjaan
tangan besi
kepemimpinan yang keras
4
bau
bermakna konotasi negatif, yang berarti sesuatu yang busuk dan menyengat hidung
besar kepala
orang yang sombong
5
hangus
ludes
buah tangan
oleh-oleh
6
jam tangan
disiplin
muka masam
Melihatkan rasa ketidak senangan
7
cerewet
banyak omong
sampah masyarakat
seseorang yang tidak berguna bagi masyarakat
8
babi
bagi umat islam bermakna jorok dan najis
kambing hitam
melimpahkan kesalahan kepada orang lain
9
amplop

ayam jago
pemberani
10
catut
Mengambil hak yang bukan miliknya
tikus kantor
koruptor
11
gubuk
rumah kecil (yang biasanya kurang baik dan hanya untuk sementara)
tangan dingin
seseorang yang bisa memperbaiki atau mengobati
12
pramuniaga
seseorang yang bekerja di tokoh (pelayan tokoh)
gaji buta
seseorang yang menerima upah yang melebihi kerjanya
13
pembantu
seseorang yang bekerja menjadi pembantu rumah tangga
putri malam
bulan
14
kikir
sifat yang terlalu hemat menggunakan harta benda
raja siang
matahari
15
bisu
seseorang yang tidak bisa berbicara atau ada gangguan berbicara
hati gajah
keuntungan besar

Kata yang Bermakna Denotatif dan Konotatif





Makna denotatif adalah makna satuan bahasa sesuai dengan acuannya yang dapat kita amati atau kita rasakan dengan indra kita tanpa disertai dengan nilai rasa baik nilai rasa positif maupun nilai rasa negatif. Sedangkan makna konotatif adalah makna satuan bahasa yang didasarkan atas nilai rasa, baik positif maupun negatif yang terkandung dalam suatu satuan bahasa. Untuk lebih jelasnya lihat contoh-contoh kata atau frasa pada tabel berikut.
Tabel 3
No.
Kata
Makna Denotatif
Kata
Makna Konotatif
1
jeruk
pohon yang termasuk keluarga Citrus pada ketiak daun terdapat duri, mempunyai berbagai jenis dan varietas buahnya dimakan dan daunnya dapat digunakan sebagai bumbu atau penyedap; limau
amplop
uang sogokan
2
buku
lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong; kitab
gelandangan
orang yang tidak tentu tempat kediaman dan pekerjaannya